• t è ŕ s ì ŕ a t •
[12/02/2024]
...
Perasaan antusias yang semula Aruna rasakan mendadak berubah jadi kebingungan. Ini kali pertama ia keluar bersama Thalia dan teman barunya, Allyra. Niat hati ingin mengenalkan keduanya, tapi sejak ia tiba, mereka tengah berdebat hingga mengganggu pengunjung cafe.
Aruna segera menghampiri dan menghentikan pertikaian keduanya. Lalu membawa mereka duduk di meja yang sudah ia pesan.
"Aruna, lo kok mau diajak temenan sama dia?" Thalia yang pertama kali protes.
Dan Allyra lebih dulu membalas, tak terima. "Aruna, pasti lo dulu terpaksa temenan sama dia. Iya, kan?"
"Lo juga ngapain tiba-tiba ngajak Aruna temenan! Nggak punya temen ya lo!"
Sebelum Allyra sempat membalas, Aruna lebih dulu menjadi penengah. "Kalian kenal dari lama?"
Keduanya sontak menatap Aruna bersamaan.
"Nggak!"
"Waktu SMP kita musuhan!"
Thalia mengabaikan lirikan tajam dari Allyra. Usai lulus, mereka tak pernah bertemu lagi. Tapi mendadak cewek ini datang dan mau menarik Aruna. Thalia tidak terima!
Aruna terdiam beberapa saat, ia menghela napas panjang. SMP itu sekitar 5 atau 7 tahun lalu. Emangnya kayak apa ributnya bocah SMP?! Rebutan kursi? Saingan nilai? Kepala Aruna mendadak pening.
"Daripada lanjut berantem. Kalian baikan aja, udah lama juga kan." Sumpah, Aruna berasa kakak yang sedang melerai kedua adiknya yang ribut.
Mendengar itu, keduanya bertatapan sebelum kembali saling membuang muka.
"Kalian dulu rebutan cowok ya?" Tebak Aruna. Hanya itu yang ia asumsikan sekarang.
"Dih! Nggak!" Thalia lebih dulu menjawab.
Allyra meraih tangan Aruna di meja. "Aruna, lo harus tau. Dia waktu SMP pernah--ah!"
Thalia mendadak menarik rambutnya. "Sakit, sialan!"
"Lo nggak usah ngomong aneh-aneh!"
Allyra balas menampar pipi Thalia, tak terima tatanan rambutnya rusak. "Lo mau ribut?"
Thalia segera menyingsing kaosnya, bersiap meladeni Allyra.
"Gue mau pulang aja." Aruna menutup muka saking malunya menjadi lirikan banyak orang.
"Tuh, kan! Gara-gara lo, Aruna nangis."
"Dia nangis karena nggak kuat temenan sama lo!"
Aruna makin menunduk tanpa membuka tangannya, malu. Mereka berdua kayak bocah. Ia agak menyesal telah mempertemukan keduanya. Siapa sangka mereka seperti musuh bebuyutan yang telah sekian lama tak bersua.
Perdebatan berhenti ketika pelayan datang membawakan pesanan mereka. Dan sebelum dua gadis itu bertengkar lagi, Aruna lebih dulu berkata. "Jangan ribut, please. Kita dilihatin banyak orang. Bisa-bisa kalian jadi omongan di berita kampus."
Keduanya menurut begitu saja. Cafe cukup ramai dan banyak mahasiswa Adiwilaga yang biasa nongkrong di sini. Aruna benar, mereka rawan menjadi bahan untuk menggoreng berita di base kampus.
Ketika sudah cukup tenang, Aruna mengulas senyum tipis. "Bagus! Kalian berdua udah akrab!" Satu hal positif, ia tak perlu repot-repot mengenalkan atau membuat keduanya berteman.

KAMU SEDANG MEMBACA
D I F F E R E N T
RomanceD I F F E R E N T (18+) Perihal perbedaan yang kerap tak diyakini, nyatanya justru mendatangkan kekuatan tarik-menarik yang lebih erat.