Pagi itu cerah. Selapis kabut tipis bergerak di ujung pandangan. Laras menengadah memandanginya tanpa berkedip. Namun apa yang dipandang dan bergelut di pikirannya jauh berbeda. Ia tersenyum seorang diri. Sekali waktu dibenahi ikat rambutnya.
Usai sudah proses pertunangan ini, sebentar lagi mereka akan disatukan oleh kata ijab dan mendapat buku nikah, batin Laras sambil tersenyum. Tinggal merancang hari dan tempat pernikahan. Laras menghendaki agak sedikit mewah, tetapi Pramadi menolak mentah-mentah. Lelaki itu ngotot hanya mau menikah di masjid dekat kantor urusan agama, dan selamatan sekedarnya dengan mengundang kerabat terdekat dan kolega terbatas. Laras hanya terdiam mendengar jalan pikiran Pramadi. Ternyata benar apa yang dikatakan Palupi, lelaki yang mereka cintai itu mempunyai sensitifitas yang tinggi dan keras kemauannya, tetapi ide-idenya selalu benar dan bijak. Dalam kata-kata Pramadi yang lembut, selalu mengandung sugesti pada lawan bicaranya untuk mematuhinya. Laras benar-benar merasakan hal itu setelah sering berdua dengannya. Luar biasa mengagumkan dengan cara penuturan dan jalan pikirannya, batin Laras sambil tersenyum lagi
Satu hal lagi yang juga menjadi bahan perdebatannya, waktu pernikahan. Laras yang ngotot untuk mempercepat pernikahan. Laras ingin menikah sesudah ujian skripsi selesai, sedangkan Pramadi ingin Laras menyelesaikan kuliahnya dengan sempurna. Untuk hal ini masih belum ketemu pendapat yang final. Masih ada celah lobi untuk menyatukan pendapat mereka. Laras ingin melakukan pendekatan ke orang tua Pramadi. Hanya itu satu-satuya jalan agar keinginan segera menikahnya akan tercapai. Laras menjentikkan jarinya sambil tersenyum. Ia yakin akan berhasil.
"Nggak ke kampus, sayang?" kata mamanya tiba-tiba, membuatnya terkejut.
"Nggak, ma. Vakum kegiatan kok. Tinggal nunggu panggilan ujian skripsi," jawab Laras sambil melepas ikat rambutnya. Rambutnya sudah mulai memanjang. Sejak bertemu Pram, ia lebih suka memanjangkan rambut.
"Ini sedang menunggu Bram, ma," kata Laras.
"Kok Bram? Ada apa dengan dia? Masih mengejarmu?" kata mama sambil dengan wajah penuh selidik. Laras menggeleng.
"Nggak, cuman mau bicara masalah perceraian dengan Palupi," jawabnya.
"Cerai? Kok aneh, memang ada apa?" tanya mamanya sambil merapatkan duduknya.
"Palupi yang minta cerai, karena dari awal memang tidak mencintainya," jelasnya.
Mamanya merenung sejenak. Lalu Laras menjelaskan semuanya dari awal sampai akhir. Mamanya terlihat merenung semakin lama. Ia tidak percaya, gadis mungil di sampingnya, yang dulu kolokan dan manja, Sekarang sudah pandai bercerita, juga sudah memiliki kisah lebih lengkap dibanding dirinya, dan sebentar lagi sudah berpindah tangan ke orang lain.
"Dia masih mencintai Pram, sayang. Apakah kamu tidak takut hati Pramadi suatu ketika akan kembali pada Palupi?" tanya mamanya.
"Ma, manusia itu punya hak untuk mencintai dan dicintai oleh siapa pun. Sejauh dia bisa berlaku adil, bagi Laras tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah jika seorang istri tergantung seratus persen ke suaminya. Selama Pram bersikap sayang dan perhatian sama keluarga, terserah padanya untuk mencintai dan dicintai siapa pun. Laras memberikan kebebasan seluas-luasnya pada dia. Namun selama Laras mencintainya dengan tulus dan iklash, pasti Pramadi akan tetap berada di dekat Laras selamanya. Saya hapal karakter dia," jelas Laras sambil mencium tangan mamanya.
"Bukan main ..., kamu sudah menyerap pembelajaran dari mamamu, sayang," kata Nyonya Hernawan sambil menjentik hidung Laras. Ia benar-benar kagum akan sikap anak gadisnya itu. Suatu sikap rendah hati dan tulus untuk mencintai siapa pun, sebagaimana yang diajarkan pendahulunya dari kraton kanoman Cirebon.
"Iya, ma. Cuman heran ya, dari dulu sih kayaknya dah banyak yang ngebet ke Laras, tetapi baru sekarang ketemu Pramadi itu kayak gimana gitu ...," ujar Laras dengan wajah gemas. Mamanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Melati dari Gunung Kelud
RomanceHubungan Pram dengan Dyah Rengganis Palupi sudah berlangsung sejak SMP dan terus berlanjut sampai usia dewasa, tetapi karena jarak, sejak Palupi memutuskan kuliah, maka hubungan itu menjadi tidak jelas. Sementara di sisi lain hadir Kanaya dan Larasa...