"Tumben banget lo keluar rumah? Biasanya kalau gue ajak jalan lo nolak terus. Ada aja alasannya; bilang disuruh jagain warung 'lah, belum mandi 'lah, belum ngepel 'lah, gak ada habisnya kalau nyari alesan buat nolak," cibir Sam sembari mencari kursi kosong di taman yang bisa mereka tempati berdua.
Langit sore ini begitu cerah, angin bersemilir lembut, sejuk embusannya menyapu wajah dua belia yang kini berjalan di antara banyaknya pohon bunga di sekitar taman.
Tak berapa lama kemudian keduanya sudah duduk di salah satu kursi dan menyesap minuman masing-masing yang sempat dibeli tadi.
"Serius deh, lo kenapa?" tanya Sam lagi karena sejak tadi Lino terus bungkam enggan menjawab pertanyaannya.
"Kenapa? Gue gak pa-pa, tuh!" kelit si manis.
"Tapi muka lo keliatan lagi seneng banget gitu. Kayak orang abis dikasih duit banyak aja," sangkal Sam. "Lo bahkan ngebeliin gue es cendol segala, biasanya kan gue yang jajanin elo," tambahnya.
"Emang aneh ya kalau gue mau jajanin sahabat gue sekali-kali?" bantah Lino lagi.
"Nggak sih, cuma gak biasa aja rasanya jadi gue penasaran." Kali ini Sam menyunggingkan senyuman sembari memandang wajah temannya itu yang sejak tadi terus merona sambil tersenyum jenaka. Jelas saja membuatnya penasaran kendati perangainya yang dirasa berbeda dari biasanya.
Sementara itu diam-diam Lino sedang memikirkan apakah ia harus mengatakan apa yang terjadi semalam atau tidak pada Sam. Ada rasa takut kalau sahabatnya ini akan marah, tapi rasa penasaran dengan kira-kira respon apa yang ditunjukkan nanti lebih besar. Hingga pada akhirnya ia pun menghela napas panjang.
"Gue sebenernya pengen ngasih tau lo sesuatu, Sam," katanya seketika.
"Kan! Udah gue duga, lo gak biasanya ngajak gue keluar gini jadi pasti ada apa-apa," pungkas si lawan bicara.
Lino mengulum senyum kecil, ia tak menjawab sesaat dan asyik memainkan sedotan dari es cendol miliknya yang sudah tinggal setengah. Bibir ranumnya tak henti mengulum senyum meskipun ia tahu kalau Sam sejak tadi terus memerhatikannya.
"Kenapa? Lo berantem lagi sama Kakak lo?" terka Sam yang sedari tadi menaruh rasa penasaran meskipun ia tahan-tahan.
Sahabatnya pun menggeleng pelan, "Nggak kok ... mm, gak salah sih. Tadi emang sempet adu mekanik lagi sama dia tadi bodo amatan gue gak mau mikirin itu," sangkal Lino, tapi membenarkan juga pada apa yang diterka oleh Sam.
"Terus?" Satu alis cowok itu terangkat, sedotan minumannya ia sesap, beberapa bulir cendol hijau masuk ke tenggorokannya dengan rasa khas dari perpaduan santan yang dingin serta gula merah yang manis. Menggelitik tenggorokan tapi juga menyegarkan kala dirasa lidahnya butuh sesuatu yang manis-manis.
Yaa ... walaupun memandang wajah Lino pun sebetulnya sudah cukup memenuhi kadar asupan gula untuk kewarasan Sam. Sampai ucapan yang terlontar dari bibir ranum itu membuat manisnya gula berganti menjadi sesuatu yang pahit getir.
"Gue udah jadian!"
Apakah Sam kaget mendengarnya?
Tentu saja!
Namun ia tak menunjukkan rupa terkejut seperti biasa, ia malah berhasil menahan wajah datarnya dan hanya terlihat menaikkan satu alis meski hanya beberapa milimeter.
"Oh," jawabnya datar, pelan, membuat Lino terlihat bingung akan respon yang ia tunjukkan.
"Gue jadian sama Kak Chris!" ucap si manis lagi, lebih antusias dari ucapannya tadi, tapi sayangnya tak ada respon berlebih yang ditunjukkan sahabatnya ini.
Christopher Bima Darmawan, tentu saja, Sam antara tahu dan tidak tahu kendati siapa yang akan dijadikan kekasih oleh Arlino Nataniel Koesoema. Kakak kelas yang entah mengapa selalu membuat Sam menaruh rasa ingin memukul wajahnya itu kini sukses menjadikan Lino pacarnya. Hebat!
KAMU SEDANG MEMBACA
CYNAFIN 2008 : Don't Let Me Love You [Hyunho slight Banginho]
Fanfic"Bin, menurut lo kalo gue nanya 'what are we?' ke dia, nanti bakalan dijawab apa?" "Gak usahlah nanya-nanya kek gitu." "Kenapa emangnya? Kan gue pengen tau jelasnya aja 'kita ini apa' gitu?" "Kalo dia sayang sama lo, dia gak akan bikin lo nunggu apa...