Malam ini juga. Mereka -Arsa dan Niko- tak mau gegabah. Menjebol pintu misalnya, mereka tau tak mungkin temannya ini bunuh diri. Setidaknya itu keyakinan mereka. Agam tidak sebodoh itu.
Aaron. Nama yang jelas sekali mereka dengar saat hingar bingar pecah barang dan lainnya terdengar tadi.
"Telfon ? Yakin?" Tanya Niko.
"Buruan. Sumpah ni anak gak pernah ya banting-banting begini." Cecar Arsa.
Jauh dari apartemen ini ada mata yang masih sembab.
"Bubz, udah. Iya sakit sih pasti. Tapi jangan nangis gini, gue sama Rena ikut sedih. Lagian kok Agam ngomong suka kayak nggak mikir lo nya sih?" Abel masih memeluk Aaron.
Serena ada disamping mereka berdua sejak tadi sore saat Aaron menceritakan semuanya. Saat dimana harus berat hati ia mengubur dalam perasaan ini. Aaron masih sayang Agam, sangat. Tapi perlakuan Agam kemarin bahkan tadi menyakiti hatinya.
Ia tahu Agam straight dan kata-kata "straight" jauh lebih menyakitkan. Bahkan ia masih tak bisa membayangkan jika posisi Agam berada di sisi yang sama sepertinya. Yang ia paham benar hanya ini sangat menyakitkan.
Hape Aaron berdering.
Terpampang nama Niko disana. Ia mengernyitkan alisnya. Serena -sepupu Niko- ikut bingung. Niko tak pernah menelfon Aaron. Niko tak pernah menelfon orang kecuali darurat.
Situasi darurat apa Niko jika ia tahu Serena sudah di apartemen? Biasanya Niko akan tenang. Dan jika menelfon pun langsung ke Serena.
"Iya, Nik" Aaron mencoba menepis isaknya.
Yang disana berbicara. Aaron hanya bisa melotot tak mengerti. Takut telinganya bermasalah karena tangis tak kunjung reda dari siang, ia memencet tombol loudspeaker. Agar Abel dan Serena bisa ikut mendengar.
"Gimana, Nik? Maksud lo apa?" Tanya Aaron agar Niko mengulangi kata-katanya.
"Kalian abis berantem apa gimana? Ih, lama lo! Ren? ini gue Arsa. Lo bisa kesini sekarang, nggak? Agam tadi nyebut nama lo sambil banting-banting barang. Kalian ada masalah apa? Yeh, cunguk itu juga tadi gue nanya!" Suara Niko dan Arsa bergantian. Harusnya lucu namun otak Aaron dibuat berputar.
Banting barang? Sebut namanya?
Tanpa ba bi bu, "Gue kesana sekarang. Kalian ikut aja, buruan. Tunggu ya Sa, Nik. Thanks udah infoin" Jawab Aaron singkat. Menghapus sisa airmata dan menyudahkan isaknya.
Banyak rasa khawatir didalam benak Aaron. Apa? Apa yang terjadi setelah tadi sore?
Abel menyetir mobil Serena cepat. Tak butuh waktu lama hingga mereka sampai di apartemen tiga lelaki ini.
"Ada apa, sih?" Serena yang bertanya ke Niko.
Tak menjawab langsung. Arsa pun hanya diam. Kedua lelaki itu berjalan ke arah Aaron. Aaron lebih heran.
"Gue lupa punya kunci spare kamar Agam. Nih. Kita tunggu disini." Kata Niko, membiarkan Aaron menghampiri kamar laki-laki yang masih jelas sangat ia sayangi.
Pintu terbuka. Lampu bahkan tak dinyalakan, hanya terlihat lampu meja yang temaram. Ia tutup kembali pintunya. Ia masih tak tau apa yang Agam alami dan tak mau jika memang Agam sedang dalam kondisi buruk teman-temannya harus liat.
Barang-barang benar-benar berserakan. Kaca dinding pecah. Niko tak bohong. Aaron menutup mulutnya sendiri. Apa yang terjadi dengan Agam?
"G-ga..m..?" Ucap Aaron sangat pelan. Jantungnya berdegup kencang. Ia takut Agam kenapa-napa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blinding Lights || Sunwon [bxb]
Romance"LO GAK AKAN PAHAM!" Teriak Agam lima oktaf. "Justru karena gue paham," mata Aaron berkaca mendekati Agam, "karena gue paham gimana rasanya. Gue bakal pergi. tapi please lo jangan gini, Gam." Dua orang yang merasa hilang arah, dua orang yang seharus...