Arsa dan Niko masuk ke dalam apartemen saat Aaron dan kedua sahabatnya itu sudah terlihat pergi dari apartemen mereka.
Arsa tau sahabatnya sakit, tapi kali ini ia yakin yang sakit bukan badan temannya. Otaknya yang sakit. Entah tangisan Aaron dan marah kedua wanita tadi membuat dirinya ikut marah kepada sahabatnya ini, apalagi yang ia ingat belum ada seminggu Agam itu ketus terhadap Aaron.
Dan tadi? Ciuman? Arsa tak habis fikir.
BBUGG!
Arsa memukul pipi Agam hingga si lelaki sakit terhuyung jatuh ke sofa. Agam tak membalas ia paham betul arti pukulan ini saat ia masih mematung karena perbuatannya sendiri.
"Gila lo? HAH? Lo tuh kalo ada masalah ya cerita ke kita bukan tiba-tiba cium anak orang kayak orang bego gitu. Lo kenapa, sih, Gam?" Tanya Arsa masih emosi.
Yang ditanya diam beberapa detik.
"Gue udah bilang maaf." Jawabnya singkat. Arsa melotot, jawabannya benar-benar tak masuk akal.
Niko yang melihat situasi ini mulai menengahi walau ia emosi tapi Arsa kali ini harus dihadang sebelum pukulan lain datang. Niko menarik Agam dan menghadang tangan Arsa yang bisa kapan saja mendarat.
"Stop lo berdua. Tenang dulu, Sa. Minum gih. Gam, lo udah makan?" Ucap Niko untuk keduanya.
Agam hanya melihat bungkusan nasi diatas meja dan yang ia ingat justru bagaimana dengan lancang ia mencium Aaron beberapa saat lalu dan apa yang ia rasakan detik itu. Ia masih tak menghiraukan Arsa dan ia bertopang tangan di meja dekat nasi bungkusan ini. Memijit pelipisnya sendiri dan tiba-tiba isakan terdengar.
Arsa dan Niko kaget. Tidak, Agam tak akan mengeluarkan airmata semudah ini, bahkan dihari ayahnya marah besar karena Agam lari dari perjodohannya dan berakhir disita mobilnya selama enam bulan atau saat ibunya sempat masuk rumah sakit karena drop pun Agam bisa tegar. Agam itu selalu tenang, Tak begitu bisa mengungkapkan isi hatinya.
Menangis? Itu akan jadi sejarah satu kali satu juta tahun seorang Agam.
Dan ini mungkin satu kali itu.
Niko dan Arsa bergantian mencari wajah Agam yang tertunduk. Is he Okay? Kalimat yang dua kali diulang.
Tak lama masih dalam isaknya ia mengangkat kepalanya. Menarik nafas berat mencoba menyingkirkan seluruh resah yang menyelimuti hatinya. Memijit pelipisnya lagi karena pusingnya masih terasa. Jelas karena perutnya kosong. Niko menuntun Agam duduk, makanannya ia masukan microwave dan menyuruh Agam menunggu sambil tetap dicecar oleh Arsa yang masih ingin tahu masalahnya.
"Besok gue minta maaf lagi. Gue tau salah. im messed up." Kata Agam tiba-tiba tanpa melirik Arsa. Hanya melihat lurus ke arah Niko.
Niko mengangguk kecil, "well, you fucked up actually. Ya, Cuma misal otak lo lagi butek, kelakuan lo jangan ikutan butek juga, Gam. Sadar juga posisi lo dan dia beda." Kata Niko mengangkat pundaknya sambil mengambil makanan Agam yang sudah hangat dan disiapkan dihadapan sahabatnya ini.
Lo dan dia beda. Satu kalimat yang bikin kepala Agam tambah pusing. Karena apa jadinya kalo ternyata dia dan Aaron tidak beda seperti yang Niko lontarkan barusan? Agam memilih diam.
Arsa hanya geleng-geleng kepala.
Tak lama setelah makan Agam kembali ke kamarnya. Ia mematung saat ia melihat kembali gantungan kunci mobilnya. Tangannya tiba-tiba meraba bibirnya.
Kenapa ada manusia yang punya bibir selembut itu? Batinnya.
Dadanya terasa sempit.
Kenapa gue...suka sentuhan itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Blinding Lights || Sunwon [bxb]
Romance"LO GAK AKAN PAHAM!" Teriak Agam lima oktaf. "Justru karena gue paham," mata Aaron berkaca mendekati Agam, "karena gue paham gimana rasanya. Gue bakal pergi. tapi please lo jangan gini, Gam." Dua orang yang merasa hilang arah, dua orang yang seharus...