Hujan turun sangat lebat, seorang pemuda berusia mungkin duapuluh tahun sedang berjalan sambil menggenggam payung hitam milik mendiang ibunya.
Sorot mata nya terlihat kosong, bisa di isyarat kan bahwa mata itu penuh dengan luka dalam, rasa lelah, yang berkumpul menjadi satu.
Ia sengaja melewati pantai yang tak jauh dari komplek nya, namun saat menoleh Ia melihat satu insan yang sangat ia kenali.
Sadipta.
Adiknya itu tengah berjalan melangkah ke arah laut seraya memejamkan matanya.
Mata nya terbelak, ia menjatuhkan payung yang semula ia genggam. Ia berlari untung mencegah—
Byuurrrr!!!
Ia berenang sambil berusaha menggapai lengan adik nya.
Tapi—
Akhirnya ia berhasil.
Mahen lalu menarik tubuh Sadipta ke bibir pantai, melupakan tubuh nya basah kuyup terkena dingin nya lautan. Manik kelam itu terpejam tenang tak ada beban membuatnya kembali berpikir tentang kehilangan untuk ke dua kalinya.
"Dipta.. Bangun.. " ucapnya sambil menepuk-nepuk pipi sang adik.
Tak ada tanda kehidupan disana.
mungkinkah..
Sadipta terbatuk keras, ia menatap Mahen tajam.
"ngapain?" tanya sadipta.
Lalu ia menarik tubuh sang adik untuk ia dekap, isak tangis terdengar dari kedua insan yang sibuk berpelukan satu sama lain.
"jangan pergi." ujar nya di sela-sela dekapan yang hangat itu.
Ia bisa merasakan betapa hangat nya pelukan itu walaupun dalam keadaan baju yang tengah basah kuyup, Ia tak menyangka jika adik nya akan mencoba percobaan bunuh diri gila itu di tengah ombak laut yang tenang.
Tetapi.
Tenang nya ombak laut, mungkin lebih berbahaya dari pada desiran ombak laut yang laju.
"Maaf." kata Mahen.
Sadipta terpaku, Ia pertama kali mendengar kata sederahana yang berasal dari kakak pertama nya.
"Maaf, tapi bukan berarti abang maafin kamu." ia terdiam.
Sudah ia duga.
"Sekarang ayo pulang, jangan cerita ide gila ini ke ayah."
"Atau kamu yang akan di bunuh ayah sekarang.", Mahen berdiri meninggalkan Sadipta yang diam membeku.
Maaf? ucapan maaf apa yang seperti itu?
Tak ingin menambah masalah, ia menyusul Mahen yang sudah berjalan jauh. Sadipta masih teringat dengan kalimat yang diucapkan mahen, memgingat itu ia tersenyum miris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadipta Dan Kisahnya. [Lee Haechan.]
Teen FictionJika seluruh manusia bisa memilih takdir mereka, maka Sadipta akan memilih Takdir yang sempurna. Walaupun itu hanyalah kata "andai " belaka. Tetapi, bolehkah dirinya percaya dengan takdir dan suatu 'harapan' yang ia minta? Walaupun, harapan itu a...