𝙻𝚎𝚖𝚋𝚊𝚛 𝚔𝚎-𝚍𝚞𝚊 ; aku tidak membenci Lautan.

699 51 0
                                    

Arak-arakan awan kelabu memeluk biru nya angkasa, menciptakan suasana muram dalam sekejap mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arak-arakan awan kelabu memeluk biru nya angkasa, menciptakan suasana muram dalam sekejap mata. Titik-titik air mulai berjatuhan ke bumi tanpa ragu. Suara desir berisik ombak mulai terdengar laju. Kini tampak ketiga insan yang masih saja bermain di bibir pantai.

"Heh! sandal gue mana?!" Teriak Candra seraya mencari sandalnya.

"berisik! Tuh, sandal lu." Jidan memandang langit gelap dengan kilat yang saling menyahut.

Kini ketiga insan itu memandang desir ombak laut yang bagitu laju, helaan nafas terdengar, suasana semakin tidak mengenakkan saat kilat terakhir menyambar.

"Astaghfirullah!"



"Tuh kan, ayo pulang!" 

"Lo aja sana, ganggu banget." usir Pandu

"Dih? ngusir? lagian gue cuma ngajak pulang, ini bahaya!" Jidan melirik sinis Pandu yang masih diam menatap laut.

"Baper."

"Apaansih? dikit-dikit baper, anjing."

"Lagian kalau lo nggak mau pulang ya nggak apa-apa"

"Nggak ada yang peduli juga."




Sunyi.






Pandu membalikan badan. tanpa berucap sepatah kata pun ia berjalan cepat meninggalkan kedua temannya yang berdiri disana.

"Dia kenapa?" Tanya Sadipta.

"Gatau, biarin aja" balas nya, lalu berjalan lambat meminggalkan sadipta di tepi pantai.

Sebelum itu, dirinya menoleh.

"Lo gak balik?" Tanya Jidan.

Sadipta menggeleng pelan, ia tak ingin kembali ke rumah secepat ini.

Jidan tak ingin memaksa, ia lelah.

"EH JIDANN! TUNGGUIN GUE!", Candra berlari menyusul Jidan.

lelaki bertubuh jangkung itu meninggalkan sadipta sendiri disana. sedangkan sadipta, ia mendudukan dirinya di tepi pantai merasakan air laut yang menyentuh kakinya.

Helaan nafas keluar dari bibir sadipta, mungkin tak ada siapa yang mendengar nya karena samar dengan turunya hujan.



"Laut, Dipta rindu bunda."

"Kenapa laut membawa pergi bunda? harusnya dipta saja yang engkau bawa pergi..." Lirih nya.

Sadipta Dan Kisahnya. [Lee Haechan.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang