Orang Lama

120 21 4
                                    

Natta dengan cekatan mengolah sayur mayur dan daging beserta rempah-rempah menjadi olahan yang dapat memanjakan lidah. Ia diminta ibunya untuk memasak banyak hidangan khas Thailand. Ibu bilang, mantan klien ayahnya ini baru kembali ke tanah air mereka setelah menjajaki Indonesia selama sepuluh tahun.

Malam tadi ayahnya menjelaskan siapa mantan klien yang dimaksud. Ia seorang pria dengan nama keluarga Romsaithong. Pria yang sempat terjebak tuduhan kasus korupsi. Difitnah oleh adik kandungnya sendiri yang haus akan warisan orang tua mereka. Kepala keluarga Romsaithong itu datang menghampiri ayah Natta untuk memperjuangkan keadilan dan mengungkap kebenaran. Itu kasus yang rumit, sehingga Natta ingat betul ayahnya menjadi sibuk dan jarang pulang selama beberapa minggu.

Setelah minggu-minggu menegangkan berlalu, keluarga itu kembali ke rumah Natta. Lengkap dengan gurat bahagia, dan sejumlah barang-barang mewah yang akan dihadiahkan kepada keluarga Wattanagitiphat. Namun, ayah dengan tegas menolak. Merasa tidak pantas menerima pemberian apapun selain komisi dari perjanjian mereka.

Pria itu maklum dengan penolakan ayah, sehingga beliau hanya menghadiahkan Natta sebungkus coklat sebagai gantinya. Natta kecil begitu senang ketika mendapatkan sebuah hadiah. Berujung melompat kecil sambil berteriak terima kasih.

Ingatan yang manis.

Namun, walaupun dengan penjelasan seperti itu Natta masih bingung. Mengapa orang tua nya malah menerima hadiah dari orang itu? Bukannya dulu keluarga mereka sempat menolak mentah-mentah apapun yang pria itu berikan?

"Natta? Kenapa melamun nak?"

Natta tersentak ketika tangan ibu meraih bahunya. Ia tersenyum kemudian menggeleng pelan. Diam-diam ia menyimpan perasaan gelisah di hatinya. Dia hanya merasa, ada hal besar yang menantinya setelah ini.

"Tuan Romsaithong itu sangat baik. Isterinya pun sama, begitu anggun dan lembut. Mereka juga orang tua yang baik, ibu jadi iri pada mereka."

"Kenapa iri? Ibu juga orang tua yang baik."

Wanita itu tersenyum lembut, "Tidak Natta. Ibu dan ayah tidak cukup baik. Orang tua macam apa yang membiarkan anak mereka bekerja keras agar bisa melanjutkan pendidikannya?"

Natta menyimpan pisau yang ia gunakan, kemudian menatap ibunya, "ibu jangan bilang begitu. Ayah dan ibu sudah melakukan banyak hal untukku. Aku sudah disekolahkan sampai lulus S1. Itu sudah cukup. Lebih baik, ibu fokus saja pada Barcode. Aku bukan anak kecil lagi loh, aku sudah bisa cari uang sendiri."

"Tapi tetap saja nak. Ibu bukan apa-apanya dibanding mereka. Tiga anak mereka itu berhasil semua. Anak pertama sudah melanjutkan kerajaan bisnis ayahnya. Anak kedua mereka sudah menjadi dokter sub spesialis di Amerika. Lalu, anak bungsu mereka sudah jadi dosen di Indonesia."

"Loh, cuma yang bungsu yang tinggal bersama mereka?"

Ibu mengangguk, "benar. Mereka masih tinggal bersama setidaknya sampai anak bungsu mereka menikah, dan mereka kembali ke Thailand."

"Oh, jadi belum menikah ya?"

Natta tidak tahu saja ibunya mengulum senyum disana, wanita itu menjaga agar suaranya tidak terdengar begitu bersemangat, "benar. Bagaimana kalau Natta saja yang menikah dengannya?"

Natta mencebik, "tidak mau. Ibu kenapa tiba-tiba bilang begitu

"Tidak ada alasan khusus sih. Cuma tiba-tiba kepikiran saja."

"Kalau dosen artinya sudah lulus S3 ya," gumam Natta.

Pemuda itu merenung. Ia agak iri dengan sosok bungsu keluarga Romsaithong itu. Menyelesaikan pendidikan hingga jenjang doktor artinya harus merogoh kocek dalam-dalam. Sebanyak apa harta benda keluarga mereka sehingga mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi orang berhasil seperti itu? Natta jelas tidak naif untuk memiliki pemikiran bahwa anak-anak keluarga Romsaithong harus bekerja terlebih dahulu untuk menyambung pendikan mereka.

On Your Side ; MileapoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang