HOLIDATE [3]

78 13 14
                                    

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

"It's beginning to look a lot like Christmas,
Everywhere you go,
Take a look at the five and ten, it's glistening once again,
With candy canes and silver lanes that glow."

Lantunan musik bertema natal mengalun dengan ringan menyentuh telinganya dengan lembut dan membuat Juaninda tersenyum sambil bersenandung. Walau jujur saja beberapa tahun belakangan ini hari natal tak pernah jadi salah satu hari yang ditunggunya dengan antusiasme berlebih, tetap saja ketika natal tiba ia bisa merasakan sebuah kebahagiaan familiar merambat naik dalam dirinya. Andai saja tak ada pertanyaan-pertanyaan konyol yang ditanyakan padanya oleh nyaris seluruh anggota keluarganya sejak tuhan tahu kapan, Juaninda bersumpah hari natal akan tetap jadi tanggal kesukaannya dalam setahun - berdampingan dengan tanggal dua puluh lima lainnya saat gaji masuk dan membuat akun rekeningnya gemuk.

Ia bertopang dagu, menoleh ke sisi kiri di mana pemandangan cahaya gemerlap dari para pencakar langit ibu kota membuat bintang tampak tak ubahnya bintik-bintik sinar yang pemalu. Dalam satu ulas mata, ia melihat bayangannya yang terpantul samar dari kaca yang membentang luas di sisi kirinya. Juaninda mengerjap satu dua kali sebelum tersenyum kecil. Di sana, bersama pantulan seorang gadis yang nampak cantik dengan gaun elegan nan manis berwarna merah muda yang sedang balik menatapnya, ia melihat satu sosok lain. Seorang pemuda berkemeja putih yang sedang menunduk, tampak berkonsentrasi pada buku menu di hadapannya sampai-sampai profil sampingnya terlihat lucu.

"Dengan ngeliatin gue begitu, lo nggak membantu sama sekali Juan."

Juaninda mengerjap lagi sebelum ia terkekeh dan kini benar-benar mengalihkan atensi langsung pada sosok yang sebelumnya ia tatapi melalui pantulan buram di kaca yang membaur dengan pemandangan malam kota Jakarta di luar sana. "Lo yang ngajak fancy dinner begini, lo tanggung jawab pilih menunya lah. Masa gue?"

"Ye, lo juga kan setuju." Juan, si sosok pemuda yang menjadi lawan bicaranya itu mengerutkan kening dan mengerucutkan bibir. "Pilih juga, berdua."

"Kalau gue pilih yang paling mahal gimana?"

Juan menggerlingkan mata dan mencibir dengan gestur jenaka. "Duit gue banyak, tenang."

Kalimat singkat itu jelas membuat Juaninda tergelak. Tak perlu afirmasi sebenarnya, ia tahu lebih baik dari pada itu. Jika dirinya sendiri mampu-mampu saja membayar menu manapun yang tersedia di sana walau tak memilih melakukannya jika tak dalam pengecualian khusus, maka ia tak akan mempertanyakan kemampuan Juan. "Couple set aja gimana?"

Pemuda itu meliriknya sekilas sebelum kembali menatap buku menu dengan seksama. "Kenyang emang?"

"Anjir!" Juaninda tahu jika kalimat tanya itu hanya sekedar bentuk validasi kosong tapi tetap rasanya lucu. Toh yang disebut couple set sudah berisi kudapan penuh dari menu pembuka, utama, sampai penutup. Ia cengiran kecil. "Perut gue mah beneran perut, nggak tau kalau perut lo."

EnchantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang