prolog

15 1 0
                                    

Aku dan dia sangat dekat. Rumah kami yang tepat berhadapan dan hanya dipisahkan jalan desa membuat kami sering main bersama. Tiap pulang sekolah, setelah berganti baju, salah satu dari kami akan datang memanggil untuk main bersama.

Kami dekat. Saat memasuki masa putih biru, kami masih pergi ke sekolah bersama. Sepanjang jalan, kami sering membahas banyak hal konyol yang tak ada habisnya dan mengomentari apa saja yang kami lihat. Kadang saat di perjalanan pulang, tak jarang aku menyampaikan titipan salam dari anak perempuan sekelasku padanya. Reaksinya selalu sama, mengangkat bahu tak peduli lalu mulai menjahiliku dengan menyampaikan salam dari anak laki-laki sekelasnya yang terkenal nakal dan suka mengintip anak perempuan di sekolah. Reaksiku yang geli, jijik, dan ketakutan selalu berhasil membuatnya tertawa.

Padahal dulu kami dekat. Semuanya perlahan terhapus waktu. Kedekatan kami, tawa kami, sikap jahilnya, dan senyum manisnya, semua hilang perlahan. Meninggalkan aku yang masih belum terbiasa dan terus mengingat-ingat.

If I Could FlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang