Chapter 02

5.3K 396 40
                                    

[ Yohan ]

________×

  Sudah berapa jam Yohan terus duduk sambil menyembunyikan wajahnya di atas lipatan tangan yang bertengger di atas dengkul, hutan terlihat semakin gelap dan dirinya tak kunjung mendapat bantuan atau semakin menyesatkan diri sendiri.

mulutnya tak berhenti menggerutu dan dirinya sudah tak begitu lagi takut dengan penemuan sebelumnya, justru kini ia bersembunyi di tumpukan tulang belulang yang cukup banyak. Entah tulang apa itu dan milik siapa, Yohan tak peduli.

beberapa nyamuk mulai berdatangan untuk menghisap darahnya seperti vampir, gigitan nyamuk itu lebih sakit di banding nyamuk di belakang rumah kiting.

"Curang banget si Bobby, ngapa tadi kagak gua bocorin aja ya tempat persembunyian dia?" Yohan menghela nafas dengan wajah penuh sesal, walaupun teman tapi ia tak ikhlas jika teman-temannya tak memiliki nasib buruk juga, sepertinya.

"Mama pasti udah masak enak jam segini," tangannya turun sedikit untuk mengusap perutnya yang sudah terasa kosong.

"Gua sumpahin yang lain pada ken-

ucapannya terhenti ketika manik hitam kelam itu melihat cahaya kuning di bibir goa, ia juga bisa mendengar suara sepatu yang bergesekan dengan tanah lembab. Yohan akui tempat ini lebih buruk di banding bau ketek si Bobby.

Yohan terus memperhatikan dari sela sela tulang yang memperlihatkan seorang pria dewasa dengan mantel hitam yang sedang membawa lentera juga kapak. Matanya membelalak dan hatinya bergemuruh memanggil mama berkali kali.

pria itu menaruh lentera di atas batu besar yang hampir dekat dengan posisi Yohan bersembunyi, namun sepertinya pria itu tidak sadar dan terlihat mengeluarkan kelinci dari dalam mantel hitamnya yang sudah tak bernyawa. Lalu tangan besar itu mengayunkan kapaknya dan membelah daging kelinci, membuat Yohan ingin muntah sekarang juga.

Yohan memperhatikan saat pria itu menaruh sebagian daging di atas daun besar lalu menatap pada tumpukan tulang, hanya diam dan tak bergeming.

sudah di pastikan keringat sebesar biji jagung mulai bercucuran dan membuat tangan Yohan dingin, dirinya takut ketahuan dan akan di potong dengan kapak itu, entah cepat atau lambat.

"Kelinci berlari memasuki hutan," pria itu mulai bergumam lagu aneh dengan suaranya yang begitu berat dan menyeramkan, seolah ia adalah malaikat maut yang siap membabat habis nyawa manusia, "Dengan tubuh gemetar ia ketakutan."

Yohan memejamkan matanya, ia yakin bahwa banyaknya tulang belulang ini pasti dapat menyembunyikan keberadaannya.

"Lalu seorang malaikat baik datang, mendekati kelinci dan berkata.."

Yohan tak berani membuka mata, namun telinganya sudah tak mendengar nyanyian menyeramkan lagi. Hatinya sedikit dongkol, gantung amat lagunya, bikin penasaran. Saat Yohan mencoba membuka mata yang ia tangkap hanya kegelapan, lentera sudah tak menyala lagi, ia menolehkan kepala dan menemukan pria itu mengintip dari sela tulang lengkap dengan senyuman seramnya.

".. siap menjadi santapan?"

[ Yohan ]

  Kini Yohan sedang terduduk di atas batu yang sebelumnya terletak lentera di sana, seragam putih dan kaos hitamnya sudah di buka dan kini tubuh atas telanjangnya sedang di olesi darah dari kelinci yang sempat pria itu potong kecil kecil.

Yohan ( hiat ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang