7.| Arham dan Telur

18 0 0
                                    

"Dek, sini tolong.. " Panggil seorang kakak Pramuka perempuan yang sedang sibuk bongkar muatan logistik bersama beberapa temannya. Saat itu Cordelia sedang lewat setelah dari toilet. Maka Cordelia mendekat dan langsung diberi dua rak telur mentah. Dengan sigap Cordelia memegangnya.

" Bawa ke ruang guru ya. Letakkan di dekat meja bu Wati. " Begitu si kakak Pramuka memberi perintah.

Cordelia kemudian berjalan dengan hati-hati. Dalam hatinya dia agak sedikit takut terpeleset misalnya, sebab akan menjatuhkan telur-telur itu. Tentu uang jajannya tak akan cukup mengganti telur-telur yang pecah. Memecahkan satu telur tanpa sengaja waktu itu di rumahnya sendiri, Cordelia harus menanggung omelan dan celaan selama berhari-hari. Masih untung uang jajannya tak dipotong.

Lamunan Cordelia terputus karena ia sudah hampir sampai di ruang guru. Langkahnya memelan dan ia berpikir bagaimana caranya membuka pintu itu dengan kedua tangan masih memegang rak telur. Tiba-tiba pintu membuka dari dalam, dan seseorang keluar dengan cepat dari sana sambil membawa tumpukan karton yang bergulung-gulung. Cordelia terkejut karena orang itu berjalan amat cepat sehingga mereka berdua hampir bertabrakan. Cordelia oleng hampir terjatuh, sehingga tangannya refleks melepaskan apa yang dibawa. Dan dua rak telur itu pun jatuh.

Sepersekian detik telur-telur itu jatuh dan pecah disertai pekikan Cordelia. Ia sendiri pun terjatuh di koridor depan ruang guru itu.
Bagaimana dengan orang yang satunya ? Tumpukan karton itu pun berhamburan ke koridor karena orang itu berusaha meraih rak telur, namun hanya sempat menyelamatkan beberapa butir saja. Dia berdiri terdiam sebelum membantu Cordelia berdiri.

"Maaf, aku ngga sengaja. " Orang itu berbicara. Nadanya agak takut.

Cordelia sudah terlanjur panik akan bagaimana dia bisa menyelesaikan kekacauan ini. Matanya buram melihat telur-telur pecah di bawah sana. Jantungnya berdebar keras dan airmatanya menetes satu-satu. Tenggorokannya seolah tercekat sehingga ia tak bisa bicara.
Bahunya disentuh dan orang itu menatapnya.

"Maaf. Ayo aku bantu beresin semua. " Orang itu berkata kemudian segera masuk ruang guru dan keluar lagi dengan kantong plastik, sekop pengki, dan potongan kardus. Ia segera menepikan dua rak telur itu, berjongkok memunguti kulit-kulit telur. Cordelia membantunya. Tapi kemudian Cordelia menepi karena orang itu mulai menciduk cairan telur itu dengan dua potongan kardus dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Semua berceceran, sama seperti air mata Cordelia.

"Aduh ! Telurnya pecah ?! " Pekikan nyaring itu nyaris membuat Cordelia terlompat. Rupanya kakak yang tadi menyuruhnya membawa telur itu sudah datang dengan membawa keranjang yang sarat sayur di kedua tangannya.

"Ham, ini gimana ceritanya ? " Masih lagi suara melengking itu seakan menyakiti telinga Cordelia.

"Kami tadi tak sengaja bertabrakan di depan pintu. Aku yang salah karena tidak melihatnya. Nanti aku ganti semua telurnya. " Orang itu menjawab sambil terus bekerja membereskan.

"Kamu kenapa cuma diam ? Ayo bantu Arham. " Perintah kakak itu.
Cordelia terkejut lagi, kemudian segera membantu memunguti kulit-kulit telur.

"Vi, aku yang ganti. Abis ini aku langsung beli. Kamu jangan marahin dia, dia anak kelas tujuh. Dia peserta, bukan panitia. Lagian dia ga salah. Ini salahku. " Orang itu berkata tegas sambil berdiri menghadap kak 'Vi' itu. Cordelia memang tidak mengenal nama-nama seniornya karena memang dia tidak akrab dengan mereka.

Namun karena mata dan fokusnya sudah membaik, Cordelia mengenali orang yang menabraknya itu.
Ya ampun ! Jantungnya berdebar lagi... Itu kan kakak ketua osis yang dikaguminya.

Jadi namanya Arham.. Cordelia melamun.

Sekejap kemudian Arham sudah mengangkut semua sampah itu ke tempat sampah, kemudian mengambil sapu untuk mendorong semua sisa di lantai ke tanah.

Cordelia masih mematung sampai Arham memanggil, " Dek, ambil ember isikan air ya. " Tangannya menunjuk ke toilet di sebelah ruang guru.

Cordelia bergegas melaksanakan perintah itu. Kemudian berdua mereka bekerjasama membersihkan koridor.
Setelah selesai, Arham mengajak Cordelia membeli telur setelah sebelumnya mengantarkan karton-karton itu ke sekretariat panitia yang terletak di lobby sekolah. Beberapa pasang mata mengawasi Cordelia lekat-lekat saat Cordelia masuk dan mengekori Arham. Juga saat Cordelia mengekori Arham yang keluar menuju halaman dan berhenti di pos satpam di gerbang sekolah. Rupanya dia memesan ojek online.

"Aku Arham. Kamu siapa ? " Tanyanya tanpa mengulurkan tangan. Namun bibirnya tersenyum.

"Cordelia. "

"Panggilannya apa ? " Tanya Arham.

"Cordelia." Ia memang dipanggil Cordelia di mana-mana. Tak pernah ada yang menanyakan nama panggilan.

"Namanya panjang. Kan enak kalau ada panggilan yang pendek. " Arham berkomentar.

Cordelia masih merasakan serangan jantung itu. Dan ia tahu pasti kalau pipinya sekarang pasti merona.

"Aku panggil kamu Cory aja ya. Kayak mantan presiden Filipina, Cory Aquino. " Putusnya.

Lalu dia beranjak. Rupanya ojek sudah datang berupa mobil. Arham mengajak Cordelia untuk segera berangkat. Jadilah mereka berdua duduk berbeda posisi di mobil itu. Arham duduk di depan sebelah supir, dan Cordelia di belakang. Mereka menuju pasar terdekat dan memborong dua rak telur. Arham yang mengangkut semuanya ke bagasi dan membiarkan Cordelia membuntutinya. Termasuk ketika ia ke toko dekat parkiran untuk membeli minuman botolan dan dua batang coklat. Satu botol dan satu coklat diberikannya pada Cordelia.

"Cory, ini buat kamu. "

"Makasih." Hampir saja Cordelia menjatuhkan botol yang baru dipegangnya.

"Kak, aku ganti uangnya nanti ya kak. Aku cicil boleh kan ? " Pinta Cordelia pelan. Ia paham tanggung jawab.

" Ga usah. Aku yang bayarin gapapa. " Jawab Arham sambil mengajaknya pulang kembali ke sekolah.

"Tapi kak, itu kan tanggung jawabku. " Cordelia memaksa protes.

"Tapi itu juga kesalahanku. " Jawab Arham sambil menatap wajah Cordelia.

"Aku maafin kak. Tapi aku merasa itu tanggung jawabku. " Suara Cordelia memelan.. Tatapan Arham seperti mau membuatnya mati.

"Aku ga ada minta maaf ke kamu, Cory, jadi ga perlu maafin aku. Dan udah ya, ga usah maksa lagi. Urusan telur udah selesai. Uangmu ditabung saja untuk pergi haji. " Jawab Arham sambil tersenyum. Dia melangkah meninggalkan Cordelia. Terpaksa Cordelia mempercepat langkahnya.

Cordelia, Mi AmorWhere stories live. Discover now