Cordelia mendengus sambil tetap berkonsentrasi menyelesaikan soal latihan yang ada di lembaran yang sedang dipegangnya. 20 siswa lain juga tengah berpikir keras menyelesaikan soal-soal. Mereka semua berasal dari kelas 7 yang berderet dari kelas A hingga F. Hanya siswa-siswa terpilih dengan nilai prestasi akademik tertinggi yang terpilih mengikuti persiapan uji kompetensi sekecamatan itu.
Lalu, kenapa Arham duduk di pojok sana, di sebelah pak Lubis, sang guru Biologi ? Entahlah. Cordelia tak ambil pusing walau penampakan sosok dan wajah Arham beberapa kali menyetrum saraf-sarafnya, membuat Cordelia merinding.
"Sudah jam sembilan. Waktunya istirahat. " Pak Lubis berdiri dan mengangkat tangannya meminta para siswa mengumpulkan kertas-kertas soal yang telah dikerjakan.
Para siswa bergerak mengumpulkan dan banyak yang memilih keluar ruangan, entah ke toilet atau ke kantin. Padahal setiap anak mendapat satu snack box isi kue dan air minum kemasan.Cordelia memilih duduk kembali di kursinya. Menikmati jatahnya dalam sejuk ruangan yang berpendingin udara. Ada beberapa anak yang juga memilih berada di ruangan. Arham tak tampak ada di ruangan. Cordelia agak sedikit lega.
Sambil mengunyah kue, Cordelia mengendus sedikit aroma body lotion di permukaan kulit tangannya. Aromanya enak, sesuai yang tertulis di bungkusnya, yaitu mangir. Sudah sebulan ini Cordelia membeli body lotion kemasan sachet dan memakainya setiap hari sebelum ke sekolah. Menurut iklannya, body lotion itu bisa membuat kulit si pemakai menjadi lebih cerah. Cordelia ingin tampak lebih menarik, setidaknya saat dia bercermin, dia ingin terlihat menarik. Terus, kenapa beli yang sachet ? Karena untuk membeli yang botolan, uang jajan bulanan Cordelia tidak cukup. Maka pemakaiannya pun dihemat, hanya sebatas tangan dan lengan saja.
"Cory.. " Suara itu mengagetkannya. Tanpa menoleh Cordelia tahu itu siapa, dan kemudian tidak kaget lagi saat Arham mendadak duduk di sebelahnya.
"Makan apa Cory ? Minta dong.. "
"Sisa lemper. Kamu mau ? " Jawab Cordelia.
"Mau." Arham mencondongkan tubuhnya agar tangannya dapat mengambil sebungkus lemper dari kotak di depan Cordelia. Selintas dan hanya sepersekian detik Cordelia merasakan Arham mengendusnya. Cordelia sudah pasang kuda-kuda kalau misalnya Arham mau berbuat yang aneh-aneh, tapi ternyata tidak.
Arham malah kemudian menikmati lemper itu dalam diam. Lalu mengambil gelas minum Cordelia tanpa permisi, bahkan menghabiskan isinya. Cordelia menatapnya dengan pandangan kesal.
"Hahaha... " Arham tertawa lalu beranjak pergi menuju meja di dekat pintu, di situ ada sekardus air minum kemasan untuk peserta. Kemudian dia kembali lagi ke Cordelia. Arham meletakkan segelas di meja Cordelia sambil berbisik, "Ga usah marah, ini kuganti. "
Sekarang Cordelia yang salah tingkah. Cuma bisa pura-pura menikmati air minum itu dengan menyedotnya sedikit-sedikit.
"Kamu ada keturunan orang Indonesia timur kah ? " Tanya Arham.
Cordelia hampir tersedak air.
"Ga ada. Aku keturunan Jawa. Kalo kamu ? " Cordelia malah balik bertanya.
" Aku Bugis. Keluarga besarku di Makassar. " Jawab Arham. Cordelia menatap wajah Arham tanpa disadarinya. Ia meneliti wajah itu, pantas, garisnya tidak seperti wajah-wajah keluarganya.
"Eh, kenapa ? " Tanya Arham. Rupanya dia risih ditatap begitu.
"Eh, maaf. " Cordelia jadi merasa bersalah karena bersikap kurang sopan.
"Orang Bugis emangnya kenapa ? " Pertanyaan memancing.
"Tetanggaku ada orang Bugis, mereka sering buat acara selamatan. Banyak sekali pantangan dan prosesnya. " Ujar Cordelia.
Arham tersenyum mendengar itu.
"Tak salah lagi. " Katanya.
"Dan orang Bugis itu pelaut dengan kapal phinisi. " Cordelia memamerkan pengetahuannya.
"Kamu mau naik kapal phinisi ? Bapakku ada satu lagi sandar di pelabuhan Nipah Kuning." Kata Arham tanpa nada sombong. Hanya tawaran biasa.
"Eh, mantap. Bapakmu punya kapal ? "
"Ada beberapa. Bolak-balik Jakarta-Pontianak. Ada juga rute panjang ke Makassar. "
"Bawa barang ? "
"Iyalah. Masa bawa kucing. " Arham terkekeh. Cordelia ikut tersenyum.
"Kakekku punya perusahaan distribusi barang, terutama sembako. Zaman dulu bawanya lebih efektif pakai phinisi. Ada cabang di Pontianak, dan bapakku yang disuruh pegang. Ekspedisi sekarang tidak cuma phinisi, tapi juga kapal barang yang bisa angkut lebih banyak dan lebih cepat. Tapi phinisi dipertahankan untuk barang-barang tertentu." Panjang lebar penjelasan Arham, tapi tak membosankan untuk Cordelia. Dia menikmati informasi itu. Jadi benar lagu Nenek Moyangku Orang Pelaut itu. Ini bukti nyata di depan mata. Cordelia tak sengaja menatap Arham lagi.
Arham melambaikan tangan di depan muka Cordelia, membuat Cordelia tersadar.
"Dilarang menatap orang kayak begitu, ga sopan, tau. " Bisik Arham sambil beranjak kemudian menuju kursinya di depan sana. Namun, segaris senyum bertahta di bibirnya. Tes sesi kedua rupanya sudah akan dimulai. Pak Lubis sudah membuka sampul soal kemudian dibantu Arham membagikannya ke semua peserta.
Saat membagikan soal ke Cordelia, dia berbisik, "Semangat ! "
Cordelia tersipu dibuatnya.
YOU ARE READING
Cordelia, Mi Amor
Ficción Generalkisah tentang penyembuhan luka inner child, yang tanpa disadari dan tanpa direkayasa. Mari sembuh dengan bercerita.