Siang ini, selesai kelas Bu Intan, aku memutuskan untuk pergi ke kantor Roger, mumpung sudah waktunya makan siang. Semoga nanti Roger bisa diajak kerjasama, karena sisa waktunya juga tinggal 3 hari lagi. Bergegas aku ke mobil dan menuju PT. Indotama Megah Jaya, tempat Roger menjabat sebagai Kepala Administrasi di kantor tersebut.
Tak terasa mobilku sudah tiba di parkiran gedung Indotama. Setelah memarkirkan mobil, aku bergegas ke lobby menanyakan apakah Roger ada atau tidak. Syukurlah tanpa sesuatu yang ribet, aku ditemani oleh resepsionis berjalan ke ruangan Roger.
Tok...
Tok..
"Masuk..."Aku membuka pintu ruangan Roger. Dia juga mempersilakan aku duduk setelah resepsionis kembali. "Sorry, kamu siapa? Sepertinya kita pernah bertemu, tapi mohon maaf saya lupa" Ujar Roger sambil sedikit menggaruk kepalanya. "Ah iya, saya Damian. Memang kita pernah bertemu dan sempat berselisih karena satu wanita, apakah kamu masih ingat dengan Eve?" Tanyaku pada Roger. "Eve? Mantan pacarku itu? Apakabar dia sekarang? Beberapa bulan ini sangat sibuk jadi sedikit melupakan rasa sakit hati itu." Lanjutnya. Roger sepertinya tidak tahu apapun. "Eve, dia sudah meninggal, terbunuh dengan mengenaskan 2 hari lalu." Jelasku. Roger langsung menjatuhkan pulpennya karena terkejut.
"Kamu serius?" Tanyanya kaget. Aku hanya mengangguk pasti. "Ada hal lain yang aku sampaikan selain kematian Eve" Aku menarik napasku sebelum menceritakannya pada Roger. "Saat kematiaannya, Eve sedang mengandung 3 bulan. Awalnya Eve mengaku itu adalah anakku, namun kemarin aku melakukan test DNA pada janin Eve, ternyata itu bukan anakku. Aku tahu sebelum Eve bersamaku, dia adalah pacarmu, mungkin saja....". Roger langsung menyela ucapanku "Maksudmu, aku yang jadi ayah dari janin itu? Hei bung, asal kamu tau, Eve itu sudah tidur dengan banyak laki-laki, kamu adalah salah satunya. Memang saat masih berpacaran kami sering melakukannya. Tapi saat yang sama, dia juga tidur dengan temannya Andre, Stevan, entah ada beberapa orang lagi. Sebaiknya kamu yang memeriksakan diri, takutnya malah kamu yang tertular penyakit gara-gara Eve" Ucap Roger.Aku hanya bisa terdiam, terkejut dengan penuturan Roger. "Tapi sorry sebelumnya, masa berlaku cairan janin Eve tinggal beberapa hari lagi, boleh gak aku meminta sampelmu, buka menuduh, tapi hanya mempersempit kemungkinan, kasihan anak itu" Mohonku padanya. "Silakan, boleh-boleh saja" Ucapnya kemudian. Roger kemudian mencabut beberapa helai rambutnya dan memberikannya padaku "Apa segini cukup?". Aku mengangguk. "Jika sudah ada hasilnya kabari aku, dan maaf aku tidak bisa membantumu mencari keberadaan laki-laki lain yang sudah tidur dengan Eve, karena aku sendi juga tidak tahu pasti keberadaan mereka." Lanjut Roger. Setelah memasukkan sampel rambut Roger kedalam wadah khusus, akupun pamit dan segera manuju ke Rumah Sakit menemui dokter Effendi untuk menyerahkan sampel ini agar segera di periksa karena waktu yang tinggal sedikit.
Dokter Effendi segera melakukan tes setelah sampelnya aku serahkan. Setelahnya aku juga melakukan serangkaian tes pada diriku sendiri, untungnya diriku baik-baik saja. Kemudian aku bergegas menuju asrama Lyvia dan Anya. Setibanya di asrama, Lyvia tertidur, Anya entahlah kemana anak itu. Aku ikut merebahkan diri di sebelah Lyvia, mengecup keningnya dan memeluknya hingga akupun ikut tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ego - The Beginning
Bí ẩn / Giật gânSetiap manusia ditakdirkan memiliki Ego dalam diri masing-masing, tak terkecuali aku. Namun sanggupkah aku mengalahkan Ego "lain" yang ada dalam diriku. Ego yang terkadang mengambil alih diriku.