Gelap.
Semua pandangan Astara menggelap.
Rasa tanah lembab yang dingin menyentuh tangan membuat kesadarannya perlahan kembali. Matanya terasa berat, masih diliputi rasa kantuk, sampai beberapa tetesan air yang jatuh dari dedaunan mengenai hidungnya.
"Huh?" Astara terbangun dan menatap sekeliling.
Matahari baru saja terbit, cahayanya lembut menembus embun pagi, memancarkan kilau ke seluruh hutan. Tangan Astara segera mengusap tetesan air di hidungnya. Ia bangkit perlahan, menatap ke segala arah dengan mata yang masih sedikit kabur. Tangannya terjulur, mencoba meraba embun-usaha yang sia-sia.
"Dingin... Ini dimana?" Gumam Astara bingung sambil melihat teman-temannya yang tidak sadarkan diri tergeletak di tanah, begitu pula Buk Sari yang terbaring tak jauh darinya.
Aroma tanah lembap dan dedaunan membusuk samar tercium di udara, sementara kupu-kupu beterbangan mencari bunga yang masih tertutup embun. Astara menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia menoleh ke arah tasnya dan mulai mengecek barang bawaannya, berharap sesuatu yang penting masih bersamanya. Tangannya meraba buku Destiny.
"Syukurlah, ini terbawa," desahnya lega, membuka halaman-halaman buku itu.
Astara berhenti di halaman lima, mengingat ada sesuatu yang tertulis di sana, nama-nama dengan kemampuan khusus.
"Oh...jadi ini kemampuan yang ku miliki? Aku bisa membangkitkan kemampuan yang lain lalu... Penenang?"Astara mengernyit, merasa bingung dengan kemampuan yang satu ini.
"...sepertinya aku harus tanya Talita," pikirnya. Namun, ia segera mengurungkan niatnya. "ah, lupakan. Aku harus membangun kan yang lain dulu." gumamnya, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk.
~•~
Di sisi lain, Vera dengan lembut menepuk tangan Buk Sari.
"Bu... ri.. "
"Buk Sari?"
Mata Buk Sari perlahan terbuka. "Nak, Vera?." ia menatap sekeliling. Matanya menyapu pemandangan hutan yang lebat dan murid-murid nya yang masih tertidur di atas tanah. Hanya Vera, Astara, Talita dan Sisi yang tampaknya sudah terbangun dan mencoba membangunkan yang lain.
"Kita...di mana?" Tanya Buk Sari bingung, melihat pepohonan di sekitarnya. Langit biru bersih tanpa awan terlihat di atas mereka.
"Hutan?" gumamnya.
"Iya, buk. Sebenarnya, kami juga kurang tau kenapa bisa sampai di sini, tapi sepertinya Talita dan Astara tahu sesuatu," jawab Vera panjang lebar. "Karna itu tadi beberapa anak seperti mau pulang membawa tas. Itu saran mereka."
Vera kemudian menjelaskan peristiwa di kelas sebelumnya, termasuk tentang buku yang dipegang Astara. Sementara itu, murid-murid yang lain mulai bangun satu per satu, melihat sekeliling dengan rasa cemas dan kebingungan.
Sementara itu anak-anak yang sudah bangun mulai kebingungan.
"Huh? Di mana kita?!" seru Tiara yang rambutnya acak-acakan.
Raka, yang masih merasa pusing, hanya bisa mengernyitkan dahi. "Ini... tempat apa?"
Astara mengedarkan pandangannya, berusaha menghitung jumlah murid. Tangannya gemetar saat ia menyadari sesuatu yang aneh.
"1, 2, 3...19...20? Loh...? kok cuma 20?" gumamnya bingung. Total murid seharusnya 31, tapi sekarang hanya ada 20.
"Sialan! Pasti mimpikan?!" teriak Fairuz saat menatap sekeliling, merasa frustasi.
![](https://img.wattpad.com/cover/362497727-288-k589354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Stories : Island
AdventureSuatu hari, sekelompok siswa terdampar di pulau misterius, tempat di mana keajaiban dan bahaya menyatu. Setiap langkah membawa mereka lebih dalam ke teka-teki yang sulit dipecahkan. Makhluk-makhluk aneh bergerak dalam bayang-bayang hutan lebat, seme...