Setelah berpikir selama seminggu lamanya, akhirnya Abyan memutuskan untuk menemui Tama disalah satu Taman di kampus.
Lokasinya yang sepi, membuat Abyan berpikir ini akan menjadi tempat yang cocok. Barangkali setelah mengucapkan kata 'putus' dirinya akan ditinggalkan begitu saja.
Lalu bisa menangis sepuasnya tanpa ada orang yang melihatnya.
Jujur saja, saat ini Abyan sangat ingin sekali menangis. Karena mau bagaimanapun, Abyan takut jika hari ia benar-benar akan putus dengan Tama.
Dan, Abyan tidak akan pernah menyangka kalau ia bisa secepat ini putus dengan Tama.
Bahkan hadiah anniversary saja baru sekali didapatkan dari Tama. Itu pun cokelat SilverQueen yang baru habis seminggu kemudian karena ia memakannya sedikit-sedikit.
Saat ia masih menenangkan debaran jantungnya yang begitu keras, tiba-tiba suara berat yang sangat ia rindukan itu terdengar.
Abyan langsung menoleh, menatap Tama yang menatapnya dengan datar. Namun, ada sorot kebingungan di matanya.
"Kenapa?" tanya Tama langsung.
"Kelasnya baru selesai?" tanya Abyan tanpa menjawab pertanyaan dari Tama.
Tama mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa sih? Kelas gue nanti jam setengah 3."
Abyan mengangguk paham, melirik arlojinya menunjukan pukul 13.45.
"Aku boleh nanya nggak?" tanya Abyan pelan. Jujur saja, bukan bermaksud untuk berlama-lama. Namun, hatinya benar-benar belum siap mendengar kenyataan dari penuturan Tama nanti.
"Apa?"
Abyan menghela napasnya pelan. Lalu menatap Tama. "Kamu udah bosen ya, sama aku?"
Suasana taman itu mendadak sunyi. Bahkan, Abyan bisa mendengar gesekan ranting pohon karena terkena angin.
Tama belum menjawab pertanyaannya, laki-laki itu hanya menatap lurus pada Abyan yang kini sudah mencengkeram ujung cardigan birunya kuat.
Lalu, tiba-tiba Tama mengalihkan tatapannya. Laki-laki yang lebih tinggi dari Abyan itu mendengkus pelan. Tersenyum kecil, sebelum akhirnya kembali menatap Abyan yang masih menunggu jawaban Tama.
"Iya."
Jawaban singkat dari Tama, langsung membuat hatinya berdenyut sakit. Abyan hanya mampu terdiam sambil menatap Tama.
"Kenapa?" tanya Abyan lirih.
Setahunya, ia tidak bertingkah menyebalkan pada kekasihnya. Ia juga tidak banyak menuntut. Lalu, ia salah apa?
"Gue nggak tahu, tapi entah kenapa gue mulai hilang rasa. Perasaan yang selalu gue rasain sama lo dulu nggak lagi gue rasain," jelas Tama pada Abyan. Laki-laki itu menghela napas.
"Gue selalu berusaha buat pertahanan hubungan ini, By. Gue selalu bilang sama diri gue, kalau lo orang pertama yang bikin gue jatuh cinta. Persis sama apa yang lo rasain sama gue."
"Tapi, gue sadar. Semakin lama gue bertahan, hati gue makin tersiksa. Gue jalanin hubungan ini berlandaskan paksaan. Gue nyakitin diri gue sendiri dan juga ... Lo."
Abyan tersenyum kecut, cengkeraman pada cardigannya melemah. Abyan mengangguk paham.
"Kalau gitu, kenapa kamu nggak langsung putusin aku? Kamu tahu? Aku kebingungan selama tiga bulan ini, aku selalu mikir, aku salah apa sama kamu sampai kamu kayak gini."
"Cuekin aku dan selalu keliatan emosi kalau sama aku. Padahal sebelumnya, aku yakin aku nggak ngelakuin kesalahan."
Tama menggeleng pelan, ia mendekat ke arah Abyan, tubuh laki-laki di depannya mulai bergetar menahan gejolak emosinya. Ia menggenggam jari lentik Abyan dengan lembut.
"Maaf. Maafin gue, By. Tapi nggak segampang itu buat langsung mutusin lo gitu aja. Gue juga nggak rela putus sama lo, asal lo tahu," ucap Tama pelan. Ia mengeratkan genggamannya pada jemari Abyan.
"Tapi, ini kayaknya keputusan yang baik buat kita berdua. Lo udah ngerasain perubahan gue, walaupun gue berakhir nyakitin lo dan gue ngelanggar janji gue buat nggak nyakitin lo."
"Maaf, By. Gue bener-bener minta maaf."
Setelah Tama selesai bicara, air mata Abyan langsung meluruh. Bukan. Bukan ini akhir yang ia mau.
Abyan tidak ingin kehilangan Tama di hidupnya. Ia tidak siap, jika ke depannya tidak mendapatkan sapaan pagi dari Tama melalui room chat setiap harinya.
Namun, seberusaha apapun ia menahan Tama, Abyan sadar, tidak akan bisa mengembalikan perasaan hilang dari Tama.
Laki-laki itu sudah tidak mencintainya lagi.
Abyan mengusap kasar wajahnya, lalu tersenyum kepada Tama. "Iya, nggak apa-apa. Maaf, kalau selama ini aku selalu ngerepotin kamu ya, Tama? Aku pernah bikin kamu kesel, semoga setelah ini kamu dapet yang lebih baik dari aku."
Tama hanya mengusap jemari Abyan, tidak menanggapi ucapan Abyan. Jujur, hatinya juga ikut terasa sakit.
Mau bagaimanapun, Tama masih memiliki rasa sayang pada Abyan. Walaupun, tidak sebesar dulu.
"Maaf, By. Gue minta maaf."
Abyan terkekeh pelan. "Nggak apa-apa Tama, emang udah waktunya kali ya? Aku juga nggak bisa maksa kamu." Lalu Abyan menatap Tama penuh harapan. "Boleh ya, peluk kamu untuk terakhir kalinya?"
Tanpa menjawab, Tama langsung memeluk Abyan erat. Laki-laki itu menghirup aroma manis dari Abyan untuk terakhir kalinya.
Sebab, ia tidak akan bisa lagi mencium aroma manis milik Abyan nanti.
Begitu pula dengan Abyan, tidak akan bisa lagi memeluk tubuh besar milik Tama yang membuatnya nyaman.
Abyan melepaskan pelukannya, lalu mengusap wajah tegas milik Tama dengan lembut. "Makasih ya, untuk semua waktu dan kenangan kamu buat aku. Aku bersyukur kenal kamu dan pernah jadi bagian di hidup aku."
"Aku nggak akan pernah nyesel udah ketemu kamu di hidupku, kalau memang semesta merestui kita kembali. Aku yakin, kita pasti ketemu."
Tama mengangguk pelan. "Lo juga, By. Semoga setelah ini lo ketemu orang baik dan bisa jagain lo kayak gue ngejagain lo."
Abyan tersenyum. "Iyaaaa, Tama. Pasti. Kalau gitu aku pamit ya? Jaga diri kamu baik-baik, jangan lupa makan, jangan sering begadang."
"Iya Abyan, lo juga. Kalau butuh gue, hubungin gue ya? Walaupun kita udah putus, tapi kita tetep bisa berteman."
Abyan tersenyum, lalu mengangguk. Setelah mengucapkan perpisahan itu, Abyan langsung meninggalkan Tama yang masih terdiam di taman.
Memperhatikan bahu sempit itu terakhir kalinya, ia tahu tidak akan lagi melihat tubuh mungil itu setiap harinya.
Sekali lagi, Abyan mengusap matanya yang kembali menangis. Ia mengambil ponselnya dan menelepon Jinan.
Setelah panggilannya tersambung, Abyan berucap dengan suara bergetar. "Gue udah putus sama Tama."
•••
10 Februari 2024