Perasaan berdebar dan penuh euforia selama perjalanan panjang tadi seketika sirna dalam waktu sepersekian detik saat Yelena tiba-tiba mengatakan bahwa ia harus segera kembali ke kota karena urusan mendadak. Tolong katakan padaku bahwa orang ini hanya bercanda. Setelah akhirnya kita bisa menghabiskan waktu berdua tanpa gangguan dari apapun dan siapapun di tempat ini, ia menghancurkan ekspektasiku begitu saja.
"Yelena, kau serius?" tanyaku masih tidak terima dengan keputusan mendadaknya ini.
Dia mengecup puncak kepalaku singkat, "Maafkan aku, kau tidak perlu ikut pulang bersamaku. Nikmati liburanmu, aku akan mengatur liburan berikutnya untuk kita berdua lain kali. Maaf, aku tidak bisa menemanimu kali ini, aku tidak punya pilihan lain."
Aku menarik napas panjang, berusaha melapangkan dadaku agar aku bisa menerima sikap seenak Yelena lagi kali ini. Lagipula ini bukan sekali dua-kali ia berlaku seenaknya, aku hanya belum terbiasa. Aku melihat gerakannya yang tergesa-gesa sambil kepalaku terus memutar kenangan-kenangan saat ia bersikap manis padaku. Berusaha meredam rasa sesak yang aku rasakan dengan mengingat sisi baik Yelena. Sedikit yang kutahu, berada di situasi seperti ini sangat menjengkelkan. Dan pelaku yang selalu menempatkan aku dalam situasi yang membuat dadaku sesak seperti ini adalah tak lain dan tak bukan adalah Yelena, tunanganku sendiri.
Setelah selesai merampungkan merapikan kembali bawaannya, Yelena menyusulku yang sudah uring-uringan diranjang. Ia naik dan memelukku dari belakang, "Sayang," bisiknya lembut.
Hah sial! dia curang sekali. Ia tahu kelemahanku adalah cara ia memanggilku dengan cara seduktif seperti itu. Perasaan negatif yang memenuhi seluruh tubuhku tadi seketika luruh. Aku berbalik balas memeluknya, menenggelamkan diriku pada dadanya dengan baik. Rasanya aku seperti sangat merindukannya, padahal ia jelas-jelas berada di depanku.
"Tidak bisakah kau menyelesaikannya dalam satu jam dan segera kembali kesini? Aku tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini." bujukku.
Yelena tersenyum gemas, jari-jari panjangnya melingkar pada leherku dan ia mulai menciumku. Ini dia. Ini yang sudah kutunggu-tunggu sejak tadi. Ciuman Yelena, sentuhannya, segalanya. Aku bahkan tidak peduli pada pemandangan indah yang terpampang jelas lewat kaca besar di villa yang kami tinggali ini. Aku hanya ingin Yelena. Kenapa Yelena tidak mengerti itu? Aku segera membalas ciumannya, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
Aku tidak begitu ingat bagaimana setelah 2 menit kemudian kami akhirnya berada di posisi seperti ini, Aku duduk diatas Yelena yang bersandar pada dashboard ranjang. Tangan Yelena memeluk pinggangku erat, sedang tangan lainnya berada di wajahku, mengelus pipiku lembut. Selama 5 menit berciuman dengan posisi seperti ini, tangannya yang semula berada di wajahku perlahan turun, masuk dengan pelan ke dalam gaun tidurku, sedikit menggelitikku. Aku selalu menyukainya cara Yelena memanjakanku lewat sentuhannya. Membuatku hilang akal.
"Kau tidak memakai apapun?" tanya Yelena begitu sadar aku hanya memiliki gaun tidur yang tipis ini untuk melindungi tubuhku.
Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya dengan tangannya yang perlahan sudah masuk dibawah sana. Otakku sudah tidak bisa memproses kata apapun yang ia ucapkan saat ia dengan lihai memainkanku dengan 2 jari panjangnya itu. Yelena membaringkanku perlahan ke ranjang saat ia merasa aku sudah tidak punya tenaga apapun untuk menopang tubuhku sendiri. Jariinya masih berada di dalam diriku, mengobrak-abrik, menghancurkan isi diriku yang sejak awal sudah kuserahkan padanya. Saat aku hampir mencapai puncakku, ia segera menarik jarinya keluar, meninggalkanku pada ambang antara surga dan dunia.
Aku melebarkan pandanganku menatapnya, menyalurkan protes.
"Kenapa kau berhenti?" tanyaku sedikit tersengal.
Ia tersenyum kecil, "Kau menginginkan apa?" dia balik bertanya.
SIALAN! Aku lupa ia punya sisi seperti ini jika sudah diranjang. Sisi yang hanya aku yang mengetahuinya. Diluar ia memang tampak seperti sosok gentle yang memanjakan aku, tapi di situasi begini ia berubah. Ia tidak bersikap agresif atau terburu-buru, tapi ia membuatku hanyut terlebih dahulu kemudian melepasku begitu saja hingga aku harus berakhir menjadi memohon untuk diselamatkan. Predator licik. Namun aku menyukainya. Seberapa banyakpun ia membuatku berada di situasi seperti ini, aku selalu mendapati diriku memohon, mengikuti kemauannya. Dengan sukarela.
Aku suka dipermainkan olehnya. Hancurkan aku atau apapun itu.
Yelena menjilati kedua jarinya dengan sengaja didepan wajahku, membuat aku semakin gila.
"Aku mohon..." aku akhirnya bersuara.
"Apa yang kau inginkan?" ia berbisik pelan, menyalurkan hawa panas dari mulutnya yang mengenai leherku membuatku merinding.
Tangannya bergerak pelan mengusap paha bagian dalamku kemudian naik dan berakhir memberikan pijatan pada payudaraku. Aku mengerang, menginginkan lebih.
"Hmm? kau ingin aku berhenti disini?"
Sekarang apa-apaan dia.
"Jangan ber--hhenti" sial aku sampai tidak bisa berbicara dengan baik.
"Kalau begitu apa yang kau inginkan?"
"Kau. aku ingin kau menghancurkan aku."
Aku akhirnya mengatakannya, dan kudengar Yelena tertawa kecil. Ia kembali menciumiku sambil tangannya bergerak dengan baik membuatku tidak begitu ingat dunia apa yang sedang aku pijaki saat ini.
Setelahnya hanya eranganku dan nafas berat Yelena yang terdengar ke seluruh ruangan.
***~~***
KAMU SEDANG MEMBACA
Random short story
Short StoryPengen pelampiasan aja sih, jadi aing tulis aja kesini.