"Jeva, sudah kamu bikin soal-soal tambahan yang saya minta?"
Sang pemilik nama lekas mengeluarkan tumpukan kertas dari dalam tasnya. Matanya menilik dengan cepat, memastikan ia tak salah memberikan kertas tersebut. Begitu dirasa sudah benar, Jeva langsung menyerahkannya pada sosok wanita yang duduk di kursi sebelah supir itu.
"Wow, kamu cepat sekali, ya. Saya baru minta dua hari yang lalu, loh, tapi ternyata sudah selesai dan banyak sekali. Kamu memang nggak diragukan lagi."
Pujian yang terlontar itu hanya disambut kekehan kaku. Segaris senyum puas yang terukir di bibir wanita itu pun tak membuat Jeva merasa senang. Suara wanita itu seakan memudar, tertimpa oleh berisiknya suara isi kepalanya sendiri dengan mata tertuju pada gadis yang duduk di sebelahnya. Meski terhalang oleh helaian rambutnya yang panjang, Jeva masih mampu menangkap sebelah pipi Yunah yang bengkak dan sudut bibirnya yang luka. Gadis itu sama sekali tak menoleh ke arahnya, tak berucap sepatah kata pun melainkan hanya membisu sepanjang jalan menuju sekolah sambil memaku pandangannya ke luar jendela mobil.
"Jev?"
"A-ah iya??" Jeeva tersentak kaget. Fokusnya lantas kembali tertuju pada wanita itu yang tak lain adalah ibu dari Yunah. Sebuah amplop cokelat terulur di hadapannya. Jeva pun menerima amplop itu, menundukkan kepalanya seraya menggumamkan kata terima kasih.
"Itu sudah saya kasih bonus karena soal-soal yang kamu buat sangat banyak dan hanya dalam waktu singkat." paparnya dengan senyum yang terukir lagi.
Jeva mengangguk canggung, dapat merasakan tebalnya amplop itu yang menyentuh telapak tangannya. Tanpa mengecek isinya, ia langsung memasukkan amplopnya ke dalam tas, bertepatan dengan mobil mereka yang berhenti di depan gerbang sekolah. Yunah pun langsung bergegas membuka pintu mobil dan keluar tanpa berpamitan pada sang ibu yang meliriknya lewat kaca spion di atas. Jeva yang ditinggal sendirian pun lantas berpamitan dan ikut keluar dari mobil mewah itu. Ia menyandang ranselnya dan melangkah beberapa meter di belakang Yunah.
Jeva menatap punggung itu dalam diam, memikirkan hal apa lagi yang sudah menimpa gadis itu. Jeva sebenarnya tahu, tapi ia mencoba tak peduli meski hatinya merasa bersalah dan gelisah. Apa yang dialami oleh Yunah pasti berkaitan dengan dirinya dan ia tak bisa melakukan apa-apa karenanya.
~~~~
"Dari hasil tes singkat tadi, Yunah hanya selisih 5 poin lebih rendah dari Jeva. Jadi, kami putuskan Jeva yang akan mengikuti olimpiade. Bagaimana?"
Suara guru Fisika yang duduk di hadapan mereka itu menggema di ruangan yang senyap dan dingin. Suara detik jarum jam mengisi kekosongan itu yang terisi penuh oleh atmosfer tegang. Yunah meremat rok sekolahnya, mengukir senyum yang dipaksakan. Ia hendak berbicara, tapi Jeva yang duduk di sampingnya terlebih dahulu menyela, "Maaf, tapi saya tidak berminat untuk mengikuti olimpiade ini, Bu."
Sang guru terlihat bingung. "Kenapa? Kalian berdua adalah murid unggulan sekolah ini, terutama kamu. Kalau saja kami bisa mengajukan dua peserta, pasti kalian berdua yang ikut. Tapi kali ini hanya satu dan kamulah yang kami putuskan untuk ikut, Jeva. Ini kesempatan besar. Kalau kamu menang, sertifikatnya sangat berguna untuk memudahkan kamu masuk UI."
Jeva melirik Yunah yang membisu dengan wajah kebas. Ia menghela napas, kembali menatap gurunya. "Terima kasih sudah memberikan kesempatan ini pada saya, tapi sekali lagi saya minta maaf karena saya tidak bersedia untuk ikut. Saya sudah memiliki sertifikat yang cukup dan di tahun ini saya sudah banyak sekali mengikuti perlombaan. Tidak ada salahnya memberikan kesempatan pada murid yang lain, Bu. Saya bukan satu-satunya murid yang berprestasi di sini."
Hela napas berat guru tersebut pun terdengar. Setelah pertimbangan yang cukup lama, akhirnya Yunah yang diputuskan untuk mengikuti olimpiade itu. Namun, alih-alih merasa senang, ekspresinya justru semakin masam. Saat mereka berdua keluar dari ruang guru, Yunah langsung menghampiri Jeva yang tengah melangkah menuju kelas mereka dan menghalangi gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival | Jeenah [HIATUS]
FanfictionYunah akan menjawab dengan lantang jika ditanya siapa orang yang paling ia benci, dan itu adalah Jeva. Menganggap gadis itu sebagai akar dari penderitaannya dan sosok yang harus ia singkirkan. Yunah selalu berharap Jeva terjatuh, berusaha keras agar...