I'M DEAFFERENT 16

63 7 0
                                    

Hari minggu adalah hari di mana semua orang mengistirahatkan tubuh lelah mereka setelah enam hari bekerja, bersekolah atau melakukan kegiatan yang melelahkan, dan tidur adalah salah satu kegiatan yang sering sekali orang lakukan pada hari minggu.

Namun berbeda dengan orang biasanya, Jungwon anak usia delapan belas tahun kini tengah duduk termenung di lantai dingin pojok ruangan gelap yang hanya di terangi oleh rembulan malam yang terlihat indah untuk di pandang.

Beda pandangan beda pula pikiran, Jungwon yang sedari tadi hanya diam termenung ia pun membuka jendela kecil yang hanya muat satu tangan itu, dan menjulurkan lenganya keluar merasakan hawa dingin yang langsung menyerang tangan hangatnya.

Ia meneliti setiap sudut ruangan yang ia tempati saat ini, kecil, pengap, sempit, dan berdebu, ruangan di mana menjadi saksi atas perbuatan ayah dulu saat ia masih kecil, ia sering sekali melihat sang ayah memukuli sang ibu di tempat ini dan saat ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia meneliti setiap sudut ruangan yang ia tempati saat ini, kecil, pengap, sempit, dan berdebu, ruangan di mana menjadi saksi atas perbuatan ayah dulu saat ia masih kecil, ia sering sekali melihat sang ayah memukuli sang ibu di tempat ini dan saat ia tak sengaja memergoki orang tuanya ia justru terkena imbasnya.

Bahkan tak jarang semenjak hari itu sang ayah terus memukulinya bahkan tak jarang ia akan terkurung di ruang bawah tanah seharian tanpa makanan, dan roti yang selalu ia bawa di saku celananya adalah teman baik Jungwon semenjak kecil, bahkan ia tak pernah sama sekali mengeluh atau mengadu pada Sunoo soal dirinya yang selalu di pukuli oleh sang ayah.

Bagaimana ia bisa mengeluh? Mendengar saja tidak bisa apa lagi berbicara, saat tengah memikirkan nasibnya yang tak pernah berubah sama sekali seketika ia mengingat kejadian seminggu yang lalu di mana ia melihat Jay yang tengah menatapnya marah, benci, jijik menjadi satu, belum lagi ia melihat Jay seperti ingin menikamnya.

Dan seketika bayang-bayang sang ayah saat ingin menikamnya pun terus berputar bak kaset yang terus memutarkan suatu tayangan, ia pun lantas menggelengkan kepalanya ia harap itu memang halusinasi semata.

Namun kemarin tepat saat ibunya menganiaya dirinya di depan rumah, ia melihat Jay sedang memperhatikanya dari jarak yang tidak jauh dari halaman rumahnya, ia bisa melihat alis yang menukik tajam serta seringaianya yang membuat Jungwon teringat akan beberapa hari yang lalu.

Saat ia mengkode meminta tolong, justru Jay malah mengalihkan pandanganya dan pergi begitu saja seolah-olah tidak melihat apa-apa. Jungwon pun mengepalkan tanganya yang masih berada di luar jendela ia pun segera menutup jendela kecil itu dengan cepat terkesan kasar.

Ia menghela nafas lelah, mengusap air matanya yang sedari tadi lancang keluar tanpa di minta, ia pun menyenderkan tubuh lelahnya di dinding semen yang dingin dan berusaha untuk menutup mata.

Namun saat ia sudah hampir setengah tidur, ia justru di kagetkan oleh tetesan air yang mengenai wajahnya dan ia bisa merasakan hawa panas dan perih saat tetesan air itu mulai merambat ke area sekitar wajahnya yang lain.

Ia membelalakan matanya saat tau bahwa tetesan itu bukanlah tetesan air biasa namun itu adalah tetesan lilin yang ibunya peggang, bahkan tanpa rasa bersalah sama sekali dengan tega sang ibu mencekik lehernya dan itu sukses membuat Jungwon tercekat karena ia tengah berada di pojok ruangan saat ini, keplanya bahkan sampai terbentur tembok yang sempat ia jadikan sandaran.

I'M DEAFFERENT [ Slow Up ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang