to the day you fell without me.

27 8 0
                                    

Biarkan kalimat ini tersurat, meski tujuannya tak lagi kasat.

Untuk Hao yang pergi setelah melepas darah keluar cakap, izinkan Hanbin mengorek luka lama ditemani ratap. Karena meski dunia telah separuh pulih, napasnya kerap tercekat walau waktu kian berganti silih.

Jika semesta izinkan Hanbin untuk memutar kembali linimasa, ia ingin memeluk apa yang belum sempat ia dekap. Mengobati sesal dengan maaf yang belum sempat terucap, pun kembali raih apa yang dulu sempat dicecap.

Untuk masa yang tak ingin lagi ia ulang, izinkan Hanbin bila ingin tetap menyurat. Yang meskipun jika diingat akan menciptakan rasa serat, tapi selalu Hanbin lakukan kalau temui kata kerap.

Pada jam yang menunjukkan pukul dua siang, biarkan Hanbin untuk tetap ingat. Hari dimana ia dibanjiri peluh sembari menggenggam lengan pucat kakak kelas sekaligus tetangganya. Masa dikala mereka berlari tunggang-langgang mencari tempat persembunyian. Dimanapun tak masalah, asalkan tetap aman.

Sekolah yang harusnya damai, berakhir dengan usaha membentuk perisai. Jika boleh mengingat lebih lanjut, Hanbin bisa saja menangkap tanggal dimana hari itu seharusnya menjadi hari pertama ujian kelulusan sang kakak tingkat.

Tetap saja, biarkan angan berandai. Hari itu, kota berakhir dengan bantai.

"Kamu percaya?"

Dan Hanbin akan selalu dalam sangka, bahwa frasa tersebut akan menjadi kalimat pertama yang dilontarkan Hao padanya.

Hanbin awalnya enggan percaya. Tapi appendiks menyatakan bahwa barang bukti benar adanya. Dan semuanya terjadi begitu awal dari perkiraannya. Maka yang bisa ia lakukan adalah percaya.

Untuk langit yang menangis hari itu, Hanbin ingin usap kepalanya dan berikan frasa tak apa. Jika diperbolehkan untuk bertutur lebih lanjut dengan piawai, ingin Hanbin katakan bahwa ia percaya mereka akan berhasil lalui semuanya.

Biarkan kalimat ini tersurat, meski tujuannya tak lagi kasat.

Untuk Hao yang bawakan Hanbin teman baru sehari setelahnya, biarkan sejenak ia ingat. Bagaimana senyum teduh kala mengobati luka anak asing yang terjerembat tak jauh dari persembunyian mereka.

"Namanya Yujin, Hanbin. Masih belia, sebelas tahun," katanya sambil mengelus puncak kepala si anak, penuh afeksi.

Hanbin mungkin tak sadar pada awalnya. Bagaimana gelagat anak itu yang terus melirik kesana dan kemari. Tapi kepekaan tumbuh bersama pendewasaan, dan pendewasaan lahir dengan pendekatan.

Hao mungkin tak sadar pada awalnya. Bagaimana Yujin kecil yang ia tolong membawakan buah manis dari bunga kebaikannya. Tapi kala anak itu merengek, meminta Hao dan Hanbin untuk ikut bersamanya, keduanya sadar.

Ada persembunyian yang lebih luas di dekat tempat mereka. Dengan persediaan pangan dan papan. Tak luput dari beberapa orang yang lebih dulu singgah. Menyambut keduanya dengan sapaan ramah.

Untuk kelompok kecil mereka kala itu, izinkan Hanbin ingat sekali lagi presensinya. Izinkan Hanbin ingat bagaimana mereka berjanji untuk lepas dari jerat pula belenggu asam bersama. Bahkan jikalau pun satu harus pergi, janji untuk bertemu di akhirat terjalin.

Pada setiap detail kecil yang tak luput dari mata Hanbin, rasanya semesta ingin Hanbin luruhkan keinginan untuk abai. Apalagi dengan gelegak tawa, deraian tangis, geraman amuk, dan seluruh kenangan mereka selama enam tahun lamanya.

Sekali lagi, izinkan Hanbin untuk sebut mereka sebagai tragedi.

Jika bertanya kemana tujuan mereka selama itu, Hanbin tak tahu lagi harus jawab apa. Karena rasanya, kemanapun mereka pergi hanya ada labirin tanpa jalan keluar pula melampaui penghujung.

[✓] Rush for the Living CorpsesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang