17. Untuk Segala yang Baik dan Buruk

14.9K 2.4K 635
                                    

"Jangan sentuh aku, Nis. Aku jijik! Aku jijiiiiik~"

Saskia menoleh pada ruang ketiga di belakang meja makan mereka, lalu menggeleng bosan dan kembali melanjutkan makan siang nasi goreng pete-nya. "Ribut lagi tuh Penis Couple?"

Geofanny mengangkat bahu dengan empal terkunyah di mulut. "Yoi. Gara-gara Nissan telat setengah jem doang."

"Nggak tau bersyukur banget si Penina," imbuh Enno. "Padahal kantor baru si Nissan lebih jauh dari kantor kemaren. Udah bagus tuh mobil masih mau ke sini."

Lonceng yang menggantung di pintu depan berdenting dan semua kepala menoleh. Kelana termangu melihat kehadiran Rex di sana.

Sementara semua orang langsung menyambut dengan sumringah.

"Naaaahh~ kalau ini sih couple adem ayem nggak pernah ribut."
"Akhirnya dateng juga si Rex. Ke mana aja beberapa hari ini?"
"Ya elah bawa bunga segala. Idaman banget sih? Laki gue aja lupa nama ibu gue."

Kelana mendorong kursinya untuk meninggalkan meja makan. Segera dihampirinya Rex yang sudah berdiri manis dengan satu buket mawar merah.

"Buat kamu." Lesung pipi pria itu menekuk dalam saat tersenyum.

Dilatarbelakangi gumaman genit para staf perempuan di meja makan.

"Kemarin kan udah kasih." Kelana teringat pada seratus tangkai mawar yang dibuang Mbok Muna atas permintaannya.

"Tapi kan waktu itu nggak bisa liat reaksi kamu langsung." Rex menyodorkan buket seratus mawar itu—jumlahnya masih sama. Masih diiringi desah manja para staf perempuan.

Tidak ingin berlama-lama menjadi bahan tontonan semua orang, Kelana lekas menarik lengan Rex dan mengajaknya masuk ke dalam ruang lukis pribadinya.

Rex meletakkan buket beraroma harum itu ke atas meja lukis Kelana, lalu tersenyum saat berbalik menatapnya. "Hari ini aku kosongin semua jadwal aku. Pergi makan yuk. Kamu lagi mau makan apa?"

Kelana menggeleng kecil. Berdiri agak berjauhan dari meja tempat Rex menatapnya. "Aku udah bawa lunch sendiri."

"Kalau gitu jalan-jalan yuk. Refreshing aja. Aku yakin Julian nggak keberatan."

Julian memang tidak akan keberatan. Pria satu itu justru memaksa Kelana untuk keluar menghirup udara segar agar inspirasi segera datang. "Abis ini aku harus ngajar."

Rex mengeluarkan tawa bingung. "Murid kamu cuma satu, dan kamu ngajar cuma di hari Sabtu."

"Hari ini aku gantiin jadwal Penina."

Rex sudah siap bertanya lagi, tapi sesuatu menahannya, dan menelan habis semua senyumannya. Sorot matanya perlahan berubah menjadi sirat kepahaman yang mutlak. Kelana hanya tidak mau pergi dengannya. Sesederhana itu.

Sesederhana jawaban 'enggak' yang diberikan Kelana kemarin.

'Enggak', alih-alih 'maaf, aku belum siap' atau 'akan aku pikirkan dulu'. Lalu seakan semua itu belum cukup menyakiti hatinya, Kelana bahkan menyuruhnya pulang saat itu juga.

Walau perempuan itu tidak menolak saat Rex mengatakan bahwa ia akan terus berusaha sampai Kelana mau menerimanya kembali. Setidaknya dari sikap diam itu, Rex merasa masih ada sedikit harapan.

"Aku bersungguh-sungguh dengan ucapan aku kemarin," Rex tersenyum putus asa. "Aku akan terus berusaha meyakinkan kamu. Aku akan melakukan apa pun untuk membuktikan ke kamu, bahwa aku masih Rex yang sama yang mencintai kamu."

Kelana mengangguk dingin.

Rex mengerjap lamban. Ia tidak ingat kapan Kelana-nya pernah bersikap sedingin dan secuek ini. "Apa yang harus aku lakukan, Lana? Tolong kasih tau aku."

14Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang