Prologue - Hati yang rapuh

7 1 0
                                    


Sore hari ini, sepulang sekolah, sudah hal biasa untuk Rafael dan Kawan-kawan untuk pergi nongkrong ke Cafe milik Ayah dari sang Teman, Arlo.

"Bro, lets go! Mampir Cafe gua dulu, kan?" Arlo datang menghampiri Rafael, menepuk bahunya pelan.

Semua yang disana menoleh. "Kuy! Asal Free terus mah" Darel menimbrung. Sang pejuang gratisan ini sekaligus menjadi moodbooster untuk Jomkutir Geng (Jomblo akut dari lahir).

Semuanya tertawa, "yeu! Sukanya gratisan lo mah! Gas-lah! Kuy cabut" Rafael berjalan menuju parkiran sekolah lebih dulu.

Ting!

Ka ofal : El? Pulang sekarang! Lo mau dimarahin sama Ayah lagi?

Aku : Apaan sih, Kak? Fael baru aja mau ke Cafe Ayahnya Arlo, bilangin Ayah, dong!

Ka ofal : Fael! Nurut sama kakak? Atau kakak kasih tau nilai Ulangan harian kamu?

Aku : Ah! Mainnya ngancem, Kakak ngga seru! Iya iya, Fael pulang! 'Read'

Rafael menghentikan langkahnya, berbalik. Teman temannya menatap bingung, "Kenapa, El?" Tanya salah satu temannya, Ian.

"Sorry ya, gua ngga ikut dulu kali ini. Bokap gua udah dirumah, jadi Ka Ofal minta gua pulang. Takut dimarahin lagi" Rafael berucap dengan sedikit tidak enak. Tetapi untung saja teman-temannya mengerti keadaannya.

Arlo mengangguk mengerti, "Its okay, El. Kita juga ngga mau lo dimarahin sama bokap lo lagi. Hati-hati ya!" Begitupun Darel dan Ian, mereka memersilahkan Rafael untuk mengundurkan diri agar tidak dimarahi lagi oleh sang Ayah.

Rafael bersyukur, mempunyai teman seperti itu sudah lebih dari cukup. Dapat membuat ia tertawa sekaligus merasa nyaman. 

Hati yang rapuh

"Kemana saja kamu?! Sudah jam segini baru pulang?! Nakal sekali kamu ya!" Nizar - Sang Ayah bersiap memukuli Rafael yang sudah berdiri ketakutan. Disaksikan oleh kedua kakak nya dan tentu saja sang bunda, Kala.

Rafael ingin membuka suara. Tetapi...

Bugh!

Satu pukulan melayang di pipi Rafael. Pukulan yang sangat keras. Naufal yang menyaksikan hal itu ingin memberhentikan sang Ayah, tetapi tarikan dari sang Ibunda yang menggeleng, membuat ia mengurungkan niatnya. Hala pun begitu, kalau Nizar diganggu saat keadaan seperti ini, akan makin susah nantinya.

Rafael tak menangis, tak akan. Ia tak akan menangis depan sang Ayah. "Menangis itu bukan kebiasaan Lelaki! Ayah tidak mau ada anak Ayah yang menangis didepan mata Ayah!." Kata yang selalu Rafael ingat sampai sekarang. Ayahnya membenci Lelaki yang suka menangis.

Rafael mendongakkan kepalanya, mengusap tengkuk pipinya yang membiru akibat pukulan keras Nizar. "Terserah Fael dong, Yah! Ini hidup Fael kok Ayah yang repot? Toh Fael juga ngga mabuk-mabukan! Fael tau batasan, Yah!" 

Hala, Naufal, dan Kala yang menyaksikan hal itu menggeleng. Tak seharusnya Rafael membalas Nizar, itu seperti mencari masalah baru.

"Astaga Fael! Buat apaan sih lo ngebantah Ayah gitu? Coba lo diem aja, pasti kelar, El!" Naufal membatin kesal. Ia juga merasa iba melihat sang Adik dimarahi dan dipukuli seperti Hewan. Tentu saja Naufal tak terima. Naufal yang merawat Rafael dari kecil! Ayah dan ibundanya sibuk bekerja, saat sudah besar baru saja mereka kembali! Tak tahu malu memang.

"SUDAH BERANI MEMBANTAH KAMU?!" 

Prang! 

Nizar membanting Vas bunga yang berasal dari kaca itu ke depan Rafael. Rafael tentu saja terkena pecahannya, membuat tangan dan kakinya berdarah karena hal itu.

Ia menyunggingkan senyum. "Udah, Yah? Fael males debat sama Ayah, ngga ada guna nya. Mendingan aku lanjut ke Cafe aja! Debat sama Ayah buang buang waktu!" Lalu Rafael pergi meninggalkan keluarga Adhitama yang diam mematung. Mereka bingung mengapa Dirinya sangat berani membantah sang Ayah.

"ANAK NGGA TAU DIRI!" Teriak Nizar emosi. Awalnya Nizar ingin mengejar Rafael, tapi ditarik oleh Kala. 

Dikamar, Rafael membersihkan dan mengobati lukanya sendiri. Ia tak pernah merepotkan kakak nya untuk membantunya mengobati lukanya. Ia selalu mandiri, tetapi Rafael bingung mengapa dirinya selalu salah dimata sang Ayah.

"Tuhan.... Kuatkan hati Fael yang rapuh.. Maafkan Ayah ya Tuhan, Ayah sayang dengan Rafael tetapi cara penyampaiannya beda.. Fael juga sayang Ayah..." 

Anak itu mulai kehabisan kesadaran. Lalu ia entah tertidur atau memang pingsan, dirinya tak sadarkan diri lagi. 

"Fael tahu, Fael tak akan dianggap oleh Ayah sebagai anaknya, begitupun Fael terhadap Ayah. Tetapi tolong.. Biarkan Fael hidup lebih lama agar Fael bisa melihat Ayah sebagai Ayah dari Fael.."

૮ ․ ․ ྀིა Haii! Gimana gimana? Prolognya nge feel ngga? Doain Karya aku yang ini bisa sampai akhir yaa. baibaii!

- Arr

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hati yang rapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang