2. With Him

123 71 49
                                    

Matahari sudah muncul, dan menerangi rumah Regina.

Sinar matahari tersebut mengenai jendela Regina, mmbuat jendela menjadi silau, mulai menyadarkan Regina secara perlahan.

Duduk mengumpulkan nalar secara perlahan, sedikit boros waktu tapi itu hal wajar.

Setelah beberapa menit mengumpulkan nyawa akhirnya Regina bangkit dan mulai merapikan tempat tidurnya, melempit selimutnya dengan rapi tidak lupa merapikan posisi bantal dan guling sebagaimana yang menurutnya rapi.

Mencari seragam yang akan ia pakai, lalu pergi ke kamar mandi.

Terburu-buru melangkah kesana kesini bingung mau apa terlebih dahulu, baru bangun soalnya, hehe.

Selesai merapikan dirinya dan mengecek tasnya, ia segera turun kebawah untuk makan, dan berangkat.

Awalnya ia pikir begitu, tapi mungkin setelah melihat kemesraan antara keluarga baru ibunya itu, lebih baik ia urungkan niatnya. Jyjyk duluan katanya.

"Makan tidak."ucap ibunya sambil memberi uang 5rb.

"ga deh udah telat, hehe." Regina sedikit meringis melihat uang sakunya, ia masih harus menabung untuk membeli ipad impiannya, tapi ia pikir pikir masa ia juga ia berkorban buat ipad. Tapi tidak apa pikirnya, lagi pula itu keinginannya sendiri.

Sekarang roti saja 2,5rb lalu ia akan membeli minum juga, kalo cuma es cekek masih cukup tapi kalo buat beli lemineral masih kurang, dan lagi ia harus menabung.

Menghela nafas pelan, agar ibunya tidak mendengar, lalu keluar dari rumah.

Menuju ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor kesayangannya. Yang diberikan oleh ayahnya.

Menjalani sekolah seperti biasa, bahagia pada detik ini adalah ketika para siswa dipulanngkan lebih awal dari jam biasanya.

Semua siswa tentu begitu senang, Regina juga tidak usah ditanyakan lagi, namun sepertinya ia hanya akan membuang buang tenaga jika pulang lebih awal.

Apalagi ia belum makan, pasti jika sampai rumah ia akan segera menerima banyak perintah dari ibundanya itu.

Merenung di taman, duduk di bengku yang panjang sendirian. Masih dengan seragam sekolahnya.

Sepi...

Angin berlari larian seolah saling mengejar, membuat udara terasa sejuk.

Terakhir kali ia ketaman dengan ayahnya mungkin 3 tahun yang lalu. Lama sekali memang, ia bahkan mengernyit pelan mengingatnya.

Tapi kapanpun dan di mana pun ia tak akan pernah melupakan sosok ayah yang masih menjadi rumah pertamanya sedari kecil. Ia tahu sekarang, kenapa ayahnya menceraikan sang ibunda.

Berharap ia bisa menemui sang ayah secepat mungkin.

Siapa yang tidak lelah jika harus menghadapi ibu seperti balsania ini, apalagi ia memiliki keluarga baru sekarang.

Rasanya ia hanya menjadi pembantu. Yaaa walaupun ada petugas rumah, tapi hanya satu.

Ya walaupun ia masih diberi uang saku sedikit, masih di izinkan tinggal, masih diperbolehkan makan. Walaupun tidak bebas sih, ia pikir begitu ya.

Tapi ia juga lelah, mau sampai kapan begini.

Menyadari matanya semakin terasa panas dan mulai berkaca kaca, ia semakin menunduk, menyadari yang ada di dunia ini bukan dia seorang.

'Mungkin aku saja yang tidak mengerti bagaimana cara hidup yang benar..'batin Regina, tak mau menyalahkan tuhan yang menciptakan hidup.

Tertiba saja satu tetes air matanya jatuh.

LUKA DAN SEMBUHNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang