🍂 ; Rain

18 2 0
                                    

tangis cakrawala di waktu fajar

menciptakan percikan, membawa rindu yang menjalar

air tergenang, merefleksikan kenangan

apa arti kehidupan kala kamu tak jadi pilihan

Rain

[ Dazai Osamu × Reader ]

By: azure_lullaby

Warning!

- Angst 4 life

- Typo sewaktu-waktu

- OOC? Jelas

- Suicidal content

🌧

Satu tahun yang lalu, kala bumantara bermuram mengeluarkan tangisan. Genangan air di jembatan membasahi setiap langkah yang diambil dengan tergesa-gesa, mengeluarkan suara percikan dengan tempo pendek. Payung bertengger di atas kepala, digenggam erat sambil melalui bunyi hentakan ringan air dari langit yang suram.

Tidak ada yang menyukai hujan.

Meskipun orang bilang mereka suka hujaman beribu tetes air itu, tak pernah mereka berjalan santai di bawahnya sebagaimana orang-orang itu berjalan di bawah matahari. Sekalipun bibir berkata hujan adalah ketenangan, matahari cerah tetap menjadi pilihan.

Langkah wanita itu kini terhenti, tediam di atas jembatan. Helaian gelap panjangnya tak lagi bergoyang tiap hentakan kaki. Payung yang dia genggam diangkat sedikit, demi melihat pemandangan yang ada di depannya dengan lebih jelas. Satu detik pemandangan itu berlangsung, payung sang wanita terjatuh, begitu pula dengan rahang yang tadinya terkatup. Mendapati sosok jangkung berjas cokelat muda memproses dirinya sendiri untuk melompat.

Tanpa pikir panjang, kakinya melangkah lebar, tergesa. Ia gapai mantel cokelat muda tersebut, lalu dengan cepat menariknya kembali kepada pijakan tanah. Berat, namun akhirnya dia berhasil. Sayang sekali, tenaga yang ia keluarkan terlalu banyak sehingga tubuh mereka terjatuh ke atas aspal, membuat pakaian keduanya menjadi semakin basah.

Tepat sebelum sang wanita berbicara, decihan

serta rengekan bagai anak kecil yang tidak mendapat mainan memasuki gendang telinganya.

"Cih, padahal aku hampir berhasil pergi dengan indah," ujarnya dengan wajah cemberut dengan alis bertaut yang menyebalkan. Akan tetapi, semua itu seketika terhapus oleh senyum jenaka tanpa dosa. "Oh, halo, nona. Apa yang dilakukan wanita cantik sepertimu dalam hujan ini?"

'Apa-apaan orang ini ... ?'

Jelas-jelas dia yang menolong pria itu barusan. Kenapa pula dia bertanya? Siapapun akan merasa kesal kala mendapat respon santai seperti itu setelah diselamatkan dari kematian, termasuk [Name].

Lantas, wanita tersebut berdiri. Percakapan emosional yang biasa terjadi sepertinya tidak akan terjadi dengan orang ini. Rasanya, sia-sia saja [Name] mengeluarkan banyak tenaga untuk menyelamatkannya.

Saat itulah, kala ia berdiri, sebuah tangan meraih miliknya, menggenggam erat bagai seseorang yang tengah melamar. Romantis? Tidak, mereka baru bertemu. Jika ada kata yang cocok, maka itu adalah 'menjijikkan'. Itulah yang [Name] pikirkan.

"Kebetulan sekali. Di bawah hujan gerimis yang indah ini, aku bertemu wanita secantik dirimu. Inilah takdir yang menjumpai kita berdua. Nona, kecantikanmu bagai matahari yang akan menyinari hari berawan ini, sorot tajammu membuat siapapun terjatuh dan terpesona. Maka dari itu, maukah kau pergi denganku ke kehidupan selanjutnya dan membangun kematian bersama?"

Second Choice | PUNGUDEVENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang