21

6 0 0
                                    

Aku mengingat nama nenekku, juga nama nenek buyutku, juga nama nenek dari nenek buyutku. Aku hari ini, mungkin membawa bagian dari diri mereka. Nenek buyutku mungkin saja sangat menyukai warna kuning.

Aku menjaga jarak dengan orang tuaku. Itu satu-satunya cara ku untuk bisa tetap mencintai mereka. Ketika mengingat masa kanak-kanak, aku akan teringat bau sawah, lintah, perpustakaan yang berantakan, dan aroma buku tua. Lalu juga teriakan ibu, suara pecahan kaca, dan suara amarah ayah. Dulu aku penasaran, kenapa mereka bisa memiliki energi sebanyak itu untuk terus menerus berseteru setiap hari.

Aku menghindari diri untuk menatap wajah mereka. Memahami mereka membuat hatiku terluka. Mereka sekarang terlihat lebih tua. Ibu punya lebih banyak kerutan dari yang terakhir kaliku ingat. Dan ayah, uban hampir memenuhi kepalanya.

Aku merindukan sapuan angin yang dibawa dahan-dahan pohon sebelah kamar tidurku. Juga kicauan burung yang terdengar jelas setiap pagi ketika jendela kamar terbuka. Aku mencintai rumah tempat aku tumbuh. Namun ibu, membuatku tidak bisa kembali pulang ke rumah itu.

Dari usia delapan belas, aku sulit tidur jika melihat ada pintu yang terbuka. Karena itu, tinggal sendiri adalah hal yang paling tepat untukku. Aku suka berada di ruangan dengan semua pintu yang tertutup.

Hal ini bermula ketika untuk kesekian kalinya, ibu membawa pria brengsek ke rumah. Untuk melindungi diri, aku selalu memastikan pintu kamarku terkunci. Aku akan memeriksa beberapa kali. Berulang-ulang. Ketika terjaga di malam hari, aku akan kembali memeriksa. Aku juga akan menempatkan kursi di belakang pintu.

Tahun-tahun itu, memang sudah berlalu. Namun aku tidak bisa meninggalkan semua kecemasan akan pintu yang terbuka.

Rasa benci itu seperti pasir hisap. Suatu waktu, mungkin aku akan tenggelam sepenuhnya. Tiba-tiba kepalaku di penuhi ingatan mengenai semua ucapan kasar yang pernahku ingat sepanjang usiaku. 

KROKUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang