Ini tentang kita, jika bisa dikatakan "kita" yang terlalu sama. Tapi sungguh, sangat berbeda. Aku suka sastra, kau anak sastra. Aku suka anime, kau juga. Aku suka cerita, kau penuh cerita. Aku suka berkisah, kau suka mendengarkan. Aku suka kau, sepertinya disini letak perbedaan kita. Kurasa, kau tidak.
Begitulah, dan... entahlah. Mungkin, izinkan aku bercerita tentang hari itu, sejak awal. Aku berjanji tidak akan terlalu panjang, seperti pertemuan kita yang terlalu singkat. Maaf jika tidak sama dengan milikmu.
Day 1
Aku datang ke acara itu dengan rasa malas dan takut akan kesepian. Hanya bicara dengan mereka yang satu instansi. Tidak banyak berinteraksi. Hingga jam makan siang, beberapa gadis mulai menyapa, berkenalan.
Sesi dua, pembagian kelompok. Berharap tetap bersama mereka yang satu instansi. Oh, tidak, panitia tidak sebaik itu. Kami terpisah dan kamu, tetap tak bertemu.
Sejak awal, aku sudah menatapmu. Dari ujung ruangan, aku menatapmu. Sedikit terpesona, aku bertukar pesan dengan temanku, "Ada yang ganteng, wkwkw". Berbalas pesan tak berarti. Aku pikir kita takkan saling singgung, karena hingga pulang, aku tak lagi melihatmu.
Day 2
Aku datang ke acara itu dengan rasa yang sama. Menatap rundown acara dan berharap tetap bersama mereka yang satu instansi. Tidak, semesta belum baik padaku. Sejak awal acara kami harus berada dalam kelompok masing-masing.
Lagi, aku menatapmu dari sisi ruangan yang lain. Tidak berharap lebih pada hari itu. Acara berjalan lebih baik pada sesi pertama. Hingga jam ishoma yang panjang itu tiba. Kupikir kita tak akan pernah bersinggungan, aku tidak berniat melihatmu lebih dekat, sungguh.
Kau tiba di meja kami, entah dari mana ide anehmu muncul. Aku sudah tau, tetap memutuskan bergabung, menatapmu. Tersenyum menyapa. Aku bergabung di percakapan tanpa melibatkanmu, sengaja. Maaf.
Gadis itu, tidak, teman satu kelompokku bergabung. Mengajakku bicara dan kami mulai bernyanyi. Aku tau kaumenatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan. Aku menoleh dan pandangan kita beradu, hanya sejenak. Kembali tersenyum menyapa.
Entahlah, kurasa kau memang menatapku lama saat aku bicara dengan lelaki disebelahku. Aku memutuskan bertanya, hanya basa basi, kurasa. Pertanyaan klise. Obrolan seru dan pembahasan ringan berlanjut. Bertukar akun Instagram, itu biasa, harusnya.
(akun Instagram mu) started following you. Aku tersenyum berterimakasih.
"Gajah" begitu katamu.
Acara berlanjut, diskusi seru. Rangkaian acara menyenangkan. Peraga tokoh membuatku merasa sedikit dekat denganmu, tersenyum menyapa, lagi.
Acara selesai, perkenalan kita juga selesai, harusnya begitu. Kupikir begitu. Guru kami meminta berfoto karena ketidakhadiran beliau pada acara terakhir. Aku tidak tahu mengapa beliau meminta berfoto di tangga Aku sedikit merutuk, karena itu, kita kembali bersinggungan.
Kepribadianmu yang mudah berbaur memudahkanku meyakinkan diri bahwa kau memang ramah, sangat ramah. Menawarkan diri untuk membantu mengabadikan momen. Berkenalan dengan guruku, lalu pulang. Sekali lagi, harusnya begitu.
Aku benar-benar merutukimu saat dengan isengnya kaubuat foto selfi berantakan itu melalui ponsel guruku. Sekali lagi, aku pertegas. PONSEL. GURUKU. BODOH! Aku sangat malu kala itu, hingga aku menulisnya, aku masih merasa malu.
Sesungguhnya aku bimbang, guruku terlanjur memberi foto itu, jadi aku memutuskan mengirim untukmu juga. Direct Message pendek pertama kita. Berisi beberapa pesan yang sangat tidak berkesan untukmu, mungkin.
Day 3
Last day. Aku datang dengan perasaan baru, semangat. Bukan, bukan karenamu, tapi karena kegiatan yang aku tau akan sangat seru. Puncak kegiatan, rekaman! Kupikir cara kita bersinggungan sudah habis. Ternyata belum.
Usai latihan di tempat terpisah, kami baru sadar bahwa kami ditinggal kelompok lain kembali ke ruangan. Karena meja kami adalah meja transit, maka kelompok kami dengan segera terlantar. Duduk di tempat kelompok yang sedang rekaman untuk dengan segera berpindah lagi.
Pada masa terlantar itu, entah dengan alasan apa, kau memilih duduk bergabung. Aku tidak ingin terlibat perasaan aneh ini lebih jauh, maka aku hanya menatapmu dan tersenyum kecil. Aku berharap ini terakhir kalinya. Agar sesuatu ini berakhir cepat.
Dan, aku salah, lagi. Kelompokmu rekaman terakhir, itu berarti kau adalah kelompok terakhir yang membuat kelompokku terlantar. Seharusnya, kau bergabung dengan kelompokmu di meja tengah sana, bukannya memilih kursi asal di kelompok kami.
Aku dan kakak senior itu jadi berbagi kursi. Seorang dari kelompokku justru memilih bergabung di meja kelompokmu. Kursi yang tersisa hanya tepat di sebelah mu. Karena kursi tempatku harus berbagi itu milik kakak senior, aku yang mengalah. Mungkin tindakan bodoh? Entahlah.
Aku tidak tau, ini awal, atau justru akhir? Aku tidak bisa membedakannya hingga saat ini. Aku mengantuk, itu benar. Aku lelah, mungkin iya. Tapi pada kenyataannya, aku... bersembunyi. Aku sembunyi dari degup jantung yang semakin menggila saat aku sadar kau terus menatapku.
Maaf, tapi aku memang kesulitan mengontrol diri. Aku sangat malu, maka dari itu aku bersembunyi. Aku tidak memiliki hati yang kuat untuk hanya bertukar pandang denganmu. Namun, entah pikiran dari mana, aku memilih menatapmu dari bawah. Kau terlalu peka, langsung membalas tatapanku. Aku tidak tau, apakah hanya perasaanku atau kau... memang mendekat.
Bodoh! Aku tahu pada akhirnya aku tidak mampu. Aku mengalihkan pandanganku, tak ingin menatapmu lagi, aku malu.
Aku juga tidak tahu mengapa kau tidak kembali ke meja mu sendiri. Aku tidak tahu apa yang kaupikirkan saat membiarkanku duduk disebelahmu. Aku tahu, sejak awal kau memang ramah. Kau juga duduk dengan perempuan sepanjang acara itu. Seharusnya aku biasa saja, ya, seharusnya. Pada kenyataannya tidak...
Acara berlanjut, dan kau tetap disana. Berbicara dengan mereka, juga denganku. Dan... mendapat godaan kecil dari mereka. Kau turut menggodaku, maafkan aku yang juga balas menggodamu. Haha.
Acara berakhir, pada akhirnya aku mengusirmu yang bahkan kembali ke meja kami saat semuanya bersiap pulang.
Direct massage kedua kita, aku mengirimkan foto selfi kita, lagi. Tindakan ceroboh, tapi tak kusesali. Harusnya tidak banyak hal kita bahas. Aku ingin mengakhiri ini dengan cepat. Apa? Sebenarnya tidak. Aku berharap lebih.
Ribuan Memori by Lomba Sihir. Dengan caption, "Sampai jumpa, gajah". Membuatku terkejut, aku tidak tahu apakah batas kepekaan mu mampu mengerti Kala Cinta Menggoda by Chrisye milikku, atau memang hanya berniat mengucapkan kalimat perpisahan?
Tapi mengapa aku? Ada apa? Aku menolak semua kemungkinan yang bermunculan di kepala hingga...
"Mirip kamu" katamu malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kura-Kura
Romance"Semangat, gajah!" katamu malam itu. Aku marah, tubuhku yang terlampau kecil dengan ringannya kau panggil gajah. Kau meralatnya, "Kamu Bona, ya?" Bona. Karakter gajah berwarna pink dalam majalah anak anak pada masa itu. Apa yang kami pikirkan berb...