Bagian 2

71 7 1
                                    

Suasana cafetaria sekolah saat ini mulai ramai, banyak siswa-siswi yang sedang berada di cafetaria. Yah, bagaimana tidak. Guru mengatakan ada rapat hingga jam istirahat, dan seperti inilah cafetaria saat ini. Siswa-siswi berdesakan. Héctor yang berada diantaranya pun hanya bisa menatap malas, jika tau sangat ramai begini lebih baik dirinya tidur dalam kelas.

Bukan, Héctor bukan introvert atau semacamnya. Hanya saja dirinya terlampau malas jika sudah seperti ini, sudah pasti Héctor akan mengantri panjang untuk mendapatkan burger favoritnya.

Disaat Héctor tengah mengantri makanan, tiba-tiba ada dorongan dari orang dibelakangnya, yang membuat Héctor hampir saja tersungkur.

Héctor merengut dan menoleh kebelakang. Sialan, ternyata itu teman-teman dari si presiden sekolah Héctor hanya bisa memutar matanya malas. "Punya mata tuh dipakai dengan benar," sinis Héctor dan langsung melengos begitu saja. Bahkan, sebelum orang yang menabraknya itu angkat bicara.

Sudah desak-desakan malah hampir jatuh akibat dorongan dari teman Marc. Sepertinya, hari ini bukan hari keberuntungan Héctor, dirinya mendapat sial terus dari pagi.

"Dia kenapa? Sensi sekali, seperti perempuan datang bulan," celetuk Marc Bernal salah satu teman Marc yang tadi tak sengaja menabrak Héctor.

Untuk Bernal, pemuda itu tetangga dari Marc. Mereka berdua sudah dekat sedari kecil. Marc Bernal, atau Marc sering memanggil dirinya Bernal, sebab nama keduanya sama. Bernal juga seperti pemuda pada umumnya, Bernal juga merupakan anggota tim basket. Tapi dirinya tak seperti sang kapten yang membenci kesiswaan, tentu saja karena temannya adalah presiden sekolah.

"Sepertinya memang datang bulan." Kali ini Gavi ikut nimbrung saat dirinya melihat Héctor memesan burger dengan cemberut. Bahkan temannya yang berada di sampingnya pun ikut kena semprot oleh Héctor.

Marc yang mendengar obrolan tidak berfaedah dari teman-temannya hanya bisa menggeleng. Dan sesekali matanya fokus melihat Héctor yang terus merengut sejak pemuda itu hampir jatuh. Sepertinya perkataan Gavi benar, Héctor sedang datang bulan.

Setelah sadar akan pemikirannya yang aneh Marc menoleh kebelakang dan sialan, siswa siswi yang lain sudah mengomel karena teman Marc tak kunjung memesan. "Hei sudah. Ayo pesan makanan," tegur Marc saat dirasa teman-temannya masih mengobrol dan antrean semakin panjang.

.
.
.

Kini Héctor sudah duduk di bangku pojok. Dirinya bersama Pedri dan Casado. Héctor sedari tadi hanya bisa menggerutu, bahkan saat burger kesukaannya datang Héctor masih saja cemberut dan memakan burgernya dengan menggerutu banyak hal.

"Kenapa lagi sih?" tanya Pedri keheranan

"Hm. Kenapa lagi?" kali ini Casado ikut bertanya. Dengan fokus pada ponsel miliknya.

Héctor melahap burgernya dengan buru-buru. Setelah itu dirinya meminum cola yang telah dirinya pesan.

"Hari ini dewi fortuna tidak memihak padaku. Sedari pagi sudah dibuat sial," cibir Héctor kembali meneguk colanya.

"Oh masih perihal yang tadi," jawab Casado mengerti.

Héctor mengangguk mengiyakan dan kembali memakan burger favoritnya. Baiklah, setidaknya Héctor masih bisa menikmati makanan favoritnya ini. Tak apa walaupun sedari pagi dirinya selalu mendapat sial.

.
.
.

"Bernal," panggil Marc pada Bernal yang duduk di sebelahnya. Sedangkan Bernal tengah terfokus dengan benda persegi panjang pipih miliknya.

Bernal berdehem sebagai jawaban dan menoleh kearah Marc meminta penjelasan mengapa memanggil dirinya.

"Kaptenmu itu memang hobi marah-marah, atau bagaimana?" tanya Marc heran. Matanya terus terfokus pada meja pojok dimana ada Héctor dan teman-temannya. Tentu dengan Héctor yang mengomel seraya melahap burgernya.

"Oh Héctor? Tidak juga. Héctor itu kapten yang penuh wibawa, anggota tim banyak yang menyeganinya," celoteh Bernal menjelaskan tentang Héctor.

"Kenapa nanya begitu?" lanjutnya bingung. Pasalnya teman masa kecilnya ini jarang sekali penasaran akan seseorang.

"Ya kamu juga tau bagaimana bencinya Héctor sama kesiswaan. Terutama aku." Marc menyeruput esnya seraya menggeleng bingung.

"Awalnya aku kira Héctor bohong soal kesiswaan yang tak menyukai tim basket. Tapi aku tau sendiri saat ikut Héctor rapat antar club sekolah. Kamu dan jajaranmu itu kelihatan sekali mengacuhkan club basket," jelas Bernal panjang lebar. Siapa tau bisa menyadarkan sang presiden sekolah.

Marc sedikit setuju akan hal itu. Bukan meremehkan atau bagaimana, beberapa tahun terakhir bahkan sebelum Marc menjabat sebagai presiden sekolah. Club basket Barcelona High School seperti mengalami kemunduran, atau kasarnya mereka tak memberikan prestasi apapun pada sekolah.

Permusuhan tak terlihat antara ekstra dan intra ini sudah berlangsung beberapa tahun lalu.

Dan saat dirinya masih menjadi sekretaris di kesiswaan dirinya juga merasa bahwa basket tak mendapatkan banyak atensi.

Untuk masalah Héctor. Marc bukan menganaktirikan hanya saja dirinya lebih fokus terhadap club yang berpotensi untuk pekan olahraga ataupun acara lainnya. Tidak, Marc tak sepenuhnya mengacuhkan Héctor. Bahkan pemuda itu sering meminta pendapat Héctor untuk pekan olahraga, dan rencana apa yang akan dilakukan club basket sekolah.

Tapi mungkin saja Héctor sudah terlampau kesal dan tak suka. Jadi kapten basket itu hanya menjawab seadanya setiap kali berdiskusi dengan kesiswaan.

Marc menghela nafas pelan. "Ya kamu tau sendiri, bagaimana keadaan tim basket beberapa tahun terakhir, " jawab Marc singkat.

"Tapi sebagai presiden sekolah yang baru aku selalu berusaha untuk memberikan atensi pada tim basket. Tapi sepertinya Héctor sudah terlampau kesal," lanjutnya menghela nafas lelah.

Bernal setuju dengan perkataan Marc. Ini Masalah komunikasi saja antara Marc dan kaptennya itu. "Yah aku harap kalian punya kesempatan untuk saling bicara. Mau bagaimana harus mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak." Bernal tersenyum menyemangati teman masa kecilnya

"Hm. Aku harap aku punya kesempatan untuk berbicara padanya. Baiklah, ayo balik ke kelas," pungkas Marc, mengajak teman-temannya untuk kembali ke kelas. Pasalnya istirahat sebentar lagi akan selesai. Dan saat Marc menoleh ke pojok cafetaria sepertinya Héctor masih setia duduk di bangku pojok bersama teman-temannya.

"Jangan sampai jatuh cinta," celetuk Gavi tiba-tiba. Saat mereka beranjak pergi dari cafetaria. Gavi menyadari mata Marc sedari awal terfokus pada Héctor di pojok cafetaria. Dan lihat, baru saja presiden sekolah sekaligus temannya ini kembali melihat kearah Héctor.

"Sialan! Diamlah." Marc menepuk kepala belakang Gavi, dan segera menyeret temannya itu.

tbc~~
🙈

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Beloved Captain [MarcHector]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang