"Eungh..." lenguh Jasmine sambil meregangkan ototnya.
Ah, rasanya nyaman sekali tidur malam ini. Ranjang luas dan sprei yang lembut serta selimut yang tebal. Bantalnya juga empuk. Jasmine belum pernah merasakannya selama ini.
Jasmine membuka matanya perlahan. Ruang kamarnya masih gelap temaram dengan lampu tidur yang redup, gorden tebal juga masih menutupi jendela kamarnya.
Jasmine terbiasa bangun sebelum subuh untuk membantu Ibu Rahma membereskan panti, membangunkan anak - anak, memandikan, menyiapkan makanan. Dan mulai sekarang, tidak ada kegiatan itu, Jasmine kini jadi bingung akan melakukan apa.
Jam masih menunjukkan pukul 04.30 WIB, sejenak Jasmine berpikir untuk turun saja ke dapur dan membantu pelayan membereskan meja makan, ruangan - ruangan di mansion ini, memasak dan bersiap sarapan. Tapi Jasmine ingat himbauan dari Asih semalam; kalau ia ketahuan ikut membantu pekerjaan rumah, maka kedua orang tua dan saudara - saudaranya akan mengamuk.
Terlebih lagi, tetua dan Max pun menginap. Paket lengkap sekali kalau Jasmine harus menerima hukuman di hari pertamanya kembali.
Tapi ngomong - ngomong, bagaimana ya caranya agar Isaac mau menerimanya sebagai Adik, memaafkannya atas kesalahan kemarin dan membanggakannya?
Haduh, Jasmine jadi pusing. Banyak sekali tugasnya di hari pertama!
"Mending mandi aja deh, terus siap - siap sekolah," gumam Jasmine dan beranjak dari kasurnya.
Ia mematikan lampu tidur, membuka gorden dan jendela kamarnya, membereskan tempat tidur serta kamarnya agar kembali tertata rapih. Setelahnya mengambil pakaian di lemari untuk sekalian ganti di kamar mandi.
15 menit selesai, Jasmine sudah mengenakan pakaian santainya. Celana panjang dan atasan lanjang berbahan kaos, ia ingin berolahraga ringan di taman belakang. Sepertinya menyegarkan.
Tadi sambil mandi Jasmine juga mencuci seragamnya dengan tangan, ia akan membawanya untuk di jemur. Nanti pukul 06.00 WIB akan ia keringkan dengan hairdryer saja.
"Subuh dulu, baru olahraga," gumam Jasmine dan mengambil mukenanya. Kemarin Pamela membelikannya beberapa pasang baju dan mukena. Itu pun sudah di tambah dengan hadiah dari Nara dan Jessica. Lemari Jasmine sudah terisi cukup.
Jasmine sangat bersyukur dengan keadaannya sekarang, bukan karena ia lega ternyata dirinya anak orang kaya dan kemungkinan tindasan di sekolah akan mereda. Tapi Jasmine bersyukur, lega dan senang sebab bisa berkumpul lagi dengan kedua orang tuanya.
Ingatlah, bahwa segala sesuatu yang terjadi atas kehendak Allah bukan kehendakmu. Apapun yang terjadi di dunia ini kecil, kalau Allah yang jadi sandaranmu, kalau Rasulullah yang jadi teladanmu. ( @ \ farwasmith )
Jasmine rasa, ia akan lebih kuat lagi dari sebelumnya untuk berhadapan dengan orang - orang di luar sana. Karena Jasmine mempunyai keluarga.
Keluarga yang tampak menyayanginya, menjadikannya batu permata yang indah berkilauan.
"Ajak Bang Zayden kali ya, biar gak sendirian," gumam Jasmine lalu membuka pintu kamarnya, terlihat di depan pintu sudah ada Asih yang berjaga.
Asih sudah wangi, rapih dan cantik. Ia sudah siap melayani Nona mudanya hari ini.
"Selamat pagi Nona muda," sapa Asih dengan senyuman cerahnya. Melihat binar di mata Jasmine yang biru, kedua pipi tembam yang merona membuat Asih semangat bekerja. Ini pertama kalinya ia melihat orang secantik Nona mudanya.
"Pagi, Mbak Asih!" Sapa balik Jasmine tak kalah sumringah, matanya semakin berbinar - binar. Ini juga pertama kalinya bagi Jasmine, ada orang yang menyapa, senyum dan ramah padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END - REVISI ]
Teen Fiction[ SEASON I | J Edition ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja...