Good Time | 2

0 0 0
                                    

Keenan dan Dayara telah bersama sedari kecil. Dekat dengan keluarga masing-masing, serta mengenal kebiasaan yang sering di lakukan.

Termasuk kebiasaan yang sangat bertolak belakang dengan logika Keenan bernama tradisi.

Keluarga Dayara sangat kental dengan adat jawa yang mengutamakan ritual di setiap acara yang akan di lakukan. Salah satunya adalah upacara sebelum pernikahan yang di rencanakan oleh pria ber jas kantor di depan Keenan.

Keenan mengembangkan senyum canggung saat Dharma Maha Kaneswara, yaitu Ayah Dayara memintanya untuk mengikuti adat-istiadat keluarga mereka yang tidak familiar di kehidupan Keenan. Dan sangat Keenan hindari.

"Tapi Dayara bilang, pernikahannya dilakukan dengan sederhana Om." sanggah Keenan mencoba negosiasi.

Pria gagah di depan nya tertawa jenaka, sangat kentara dengan wajah Keenan yang menimbulkan ekspresi menolak semuanya tapi berusaha tetap sopan.

"Tentu saja dengan sederhana, Ndo. Nanging tradhisi ora kena ditinggalake. Jadi kamu harus tetap ikuti semua ritual adat sebelum pernikahan." Dharma berbicara dengan nada medok yang mengiringi.

Posisi keduanya yang kini tengah duduk berhadapan di kantor Kaneswara, membuat Keenan merasa tidak ada jalan lain selain mengikuti ritual melelahkan itu. Sebab wajah Ayah Dayara di depannya seperti tidak bisa di bantah dengan ilmu mantik yang menggiring hidup Keenan.

Keenan menghela napas pelan, berdiam di sekian detik sebelum menganggukkan kepala tanda setuju. Hal sederhana tersebut memancing senyum kecil hadir di wajah Dharma, pertanda ia menyukai dengan jawaban yang di berikan Keenan.

Matanya menyusuri penampilan Keenan dari atas sampai bawah, hingga membuat Keenan bergerak canggung di setiap detik penulusuran mata.

Dharma adalah definisi seorang pria yang jenaka tapi juga berwibawa termasuk di dalam aura nya. Tipe seorang Ayah yang sangat menyayangi putranya, dengan cara sederhana namun terselip effort ugal-ugalan di dalamnya. Keenan bisa melihat itu di binar matanya.

"Apa yang bisa kamu lakukan agar Dayara tetap bahagia?"

Pertanyaan yang telah diwanti Keenan akhirnya mengudara dalam ruangan ini. Dharma menanyakan hal itu beserta rautnya yang tetap tenang. Menunggu Keenan memberikan jawaban yang tepat agar restu bisa di berikan untuk pernikahan.

"Seperti yang Om ketahui. Saya Dosen Matematika dengan pekerjaan menjamin. Saya juga telah mengirim proposal ke Cambridge un-"

"Cambridge?" potong Dharma di tengah kalimat Keenan.

Bergegas Keenan menaikkan matanya menatap mata Dharma di depannya, jerngitan alis terlihat jelas menghiasi wajah pria paruh baya itu. Namun dengan pendirian kokoh Keenan mantap mengutarakan kalimatnya, "Iya Cambridge, Om."

Terdengar hela napas berat mengisi ruangan. Begitu berat gema nya hingga Keenan yakin pria dengan satu anak di depannya itu, tidak setuju dengan apa yang ia utarakan. 

"Ndo, sekarang lupakan tentang Inggris,"

Dan dugaan Keenan benar, ada sesuatu seperti perselisihan pendapat yang akhirnya bisa ia prediksi mungkin akan terjadi.

"Saya pernah kesana, dan apa yang saya dapat? kekosongan, amarga pisah saka kulawarga. Maka nya saya bersikeras agar Yara tetap di sini, tinggal bersama kami."

"Tapi Om, demi pekerjaan say-"

"Ora Ndo, ora." potong Dharma tanpa memperdulikan kalimat tegas dari Keenan.

"Ini bukan mengenai hidup kamu saja. Kamu harus memikirkan Yara juga. Kalian akan menikah kan? Kebahagiaan kedua belah pihak itu yang paling penting, jangan libatkan keegoisan sebagai unsur penyesalan."

Good TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang