Pagi ini. Udara terasa sejuk karena hujan baru saja berhenti. Skala sedang berjalan menuju sekolahnya. Sesampainya di gerbang sekolah skala dihadang oleh Vano dan teman-temannya.
"Woi berhenti lu!" Ucapan Vano lalu menghadang skala. Skala pun langsung menghentikan langkahnya. Vano lalu merebut paksa tas Skala kemudian melemparnya ke genangan air. Tentunya itu membuat tas Skala dan isinya menjadi basah.
"Hahahaha basah deh.." Vano dan teman-temannya menertawai skala. Tidak sampai di situ, Vano mengambil spidol dari sakunya kemudian mencoret-coret seragam Skala.
"Si cupu....miskin... lusuh... apalagi ya?" Ucapan Vano sambil mencoret-coret seragam skala.
"Van, lu apa-apaan sih. Stop memperlakukan gue kayak gini" ucap skala lalu mengibaskan tangan Vano dari seragamnya.
"Emangnya apa yang bisa lu lakuin? Ha? Skala?" Ucap Vano lalu mendorong skala dengan keras,pastinya itu membuat skala terjatuh di genangan air.
"Van-" skala terkejut saat Vano mendorongnya dengan keras hingga dia terjatuh. Itu membuat seragamnya menjadi basah dan kotor.
Alvaro yang baru saja selesai memarkirkan motornya, melihat Skala yang sudah terjatuh. Alvaro langsung berlari dan mendatangi skala. "Kal, lu nggak apa-apa? Biar gue bantu" Alvaro langsung membantu skala untuk berdiri.
Vano yang melihat Alvaro datang langsung memasang wajah marah. Seperti tidak terima atas kedatangan Alvaro yang menolong skala. Tapi Vano tidak bisa melawan karena Alvaro memiliki postur yang lebih tinggi dan kuat. Skala merasa lega karena ada yang menolong dan membelanya.
"Kal, kita ke ruang guru sekarang" ucap Alvaro sambil melirik tajam ke arah Vano dan teman-temannya.
Sesampainya di ruang guru. Sudah ada kepala sekolah yang duduk di kursi khususnya.
"Permisi Pak" ucap Alvaro sambil memegangi tangan skala di belakangnya.
"Masuk" jawab kepala sekolah
Alvaro dan skala masuk ke ruangan itu. Kemudian kepala sekolah mempersilahkan mereka duduk. Kepala sekolah mulai mengajukan pertanyaan.
"Kenapa apa yang terjadi?"tanya kepala sekolah memulai perbincangan itu.
Skala hanya terdiam dengan raut wajah yang gelisah. Alvaro yang melihat skala hanya terdiam akhirnya memutuskan untuk membuka suara. "Maaf Pak.boleh saya yang ngomong?" Tanya Alvaro ke kepala sekolah.
"Silakan Al" jawab kepala sekolah
"Pak, sebenarnya Vano sering melakukan perundungan ke Skala, Pak. Vano juga tadi ngelempar tas Skala ke genangan air. Terus mencoret-coret seragam skala" ucap Alvaro menjelaskan.
"Itu benar kal?" Tanya kepala sekolah kepada skala. Skala masih ragu dan diam.
"Nggak usah takut kal buat bilang yang sebenarnya. Gue tau lo khawatir sama konsekuensinya yang bakal terjadi kalau lo laporin Vano kan?" Ucap Alvaro kepada skala. Sekolah masih tertunduk diam.
"Skala,bapak tahu ini sulit buat kamu. Tapi sebagai kepala sekolah bapak janji bakal melindungi kamu" ucap kepala sekolah kepada sekolah. Skala hanya membalas dengan anggukan.
"Oke sekarang kalian bisa keluar" ucap kepala sekolah.
"Baik Pak terima kasih"ucap Alvaro. Skala dan Alvaro pergi dari ruangan itu.
"Lu nggak papa kan kal?udah tenang?" Tanya Alvaro dibalas anggukan oleh skala.
"Makasih bang" ucap skala
"Kalau gitu gue duluan. Jaga diri lu " ucap Alvaro menepuk pelan pundak skala. Skala pun mengangguk dengan senyum tipis.
Kemudian Alvaro meninggalkan skala. Kalau berjalan ke kamar mandi, sesampainya di sana skala membersihkan bajunya. Selesai itu skala hanya berdiri dan memandangi dirinya dari cermin. Kemudian skala berpikir. Skala merasa ada yang tidak beres dengan sikap kepala sekolah. "Kok tumben kepsek mau nerima laporan pembullyan apalagi itu dari gua" ucap skala dalam hati membatin.
Skala tidak mau terlalu memikirkan tentang itu. Dia melanjutkan merapikan dan membersihkan seragamnya meskipun coretan Di seragamnya tidak bisa dihilangkan. Selesai itu skala kembali ke kelasnya. Dia melihat ke arah samping kursinya di jendela. Terlihat buku-buku dan tasnya yang basah dijemur di jendela.
Sekolah bingung dan melihat ke sekitarnya. Murid lain tidak memperdulikan apapun sibuk melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Skala berjalan ke kursinya kemudian melihat dan berpikir "siapa yang ngelakuin ini semua?" Pikir Skala dalam hati. Skala sedikit merasa aneh siapa yang peduli sama dia? Selama ini orang-orang hanya bisa menghina ,mencaci dan merendahkan skala.
Tidak lama kemudian guru masuk tidak lain adalah Pak Hendro. Pak Hendro masuk dan menyapa murid-murid. "Selamat pagi" ucap pak Hendro dengan senyuman khasnya.
"Pagi bapak" ucap murid-murid dengan kompak dan ceria, kecuali Skala. Tidak ada sedikitpun raut wajah senang bibirnya juga tidak mengukir senyum sedikitpun.
Pak Hendro memulai pelajarannya. Selama pelajaran Pak Hendro sesekali melirik ke arah skala. Melihat Skala yang sedari tadi hanya terdiam, dan lebih banyak termenung.
Dan akhirnya pelajaran selesai. Lonceng istirahat berbunyi. Murid-murid lain langsung bergegas keluar dari kelas kecuali skala dan Pak Hendro.
"Kamu nggak ke kantin Kal?" Tanya Pak Hendro yang sudah ada di depan skala.
"Eh pak. Engga pak" ucap skala kemudian melihat ke arah luar jendela.
"Baju kamu kenapa Kal?" Tanya Pak Hendro
"Oh nggak apa-apa Pak ini tadi jatuh kepleset" jawab skala.
Pak Hendro hanya memandangi seragam sekolah. Pak Hendro melihat coretan-coretan yang ada di seragam sekolah. Terlihat seperti berusaha dihapus tetapi masih berbekas. Pak Hendro tahu betul skala habis dirundung oleh Vano.
"Ya sudah kalau gitu bapak duluan ya" ucap pak Hendro ke sekala kemudian pergi meninggalkan skala di kelas sendirian.
Sekarang hanya ada skala dan buku catatannya yang basah di atas meja. Skala membuka perlahan buku catatannya yang basah agar tidak sobek. Kemudian mencari pulpennya. Mencari di sekitar mejanya tetapi tidak ada juga memeriksa di tasnya. Sembari sibuk mencari tiba-tiba ada yang menjulurkan pulpen ke depan skala.
"Nyari ini?" Tanya yang ternyata Alvaro
"Eh bang Al" ucap Skala yang kaget tiba-tiba adanya Alvaro di depannya. Skala memandang ke arah Alvaro kemudian mengambil pulpen dari tangan Alvaro.
"Makasih bang"ucap Skala dengan senyum tipisnya.
Skala yang tadinya ingin menulis di buku catatannya sedikit ragu karena Alvaro melihatnya. Alvaro yang paham bawa skala akan menulis sesuatu di buku catatannya kemudian berpamitan pergi. "gua balik ke kelas"ucap Alvaro kemudian pergi dari situ.
Sekarang tinggal skala di dalam kelas sendirian. Skala yang tadinya ingin menulis kini malah termenung, terdiam tidak memikirkan apapun. Sampai akhirnya terbesit satu kata-kata dari benaknya.
"Langit yang luas saja bisa merasakan sakit dengan menjatuhkan rintik hujannya apalagi kita jiwa yang tiada artinya bila dibandingkan dengan angkasa"
_Skala Arganatra___
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA AGHANATRA
Teen Fiction"aku adalah aksara yang tak bermakna,sedangkan kamu fatamorgana yang ku paksa jadi nyata" _Skala_