5 | Senior Familiar

64 22 0
                                    

JANGAN lupakan Vanila paling malas melakukan hal-hal yang ribet. Contohnya—-ya, ini. Di hari pertama Ospek mengingatkannya saat MOS semasa sekolah dulu. Para senior selalu meribetkan junior-juniornya.

Di hari pertama ini mereka sudah diberi hadiah dengan syarat bisa menemukan jawaban dengan kata kunci; lunak, berkaki banyak, enak. Mereka diberi waktu sejam untuk mencari jawabannya.

Tanpa perlu repot-repot berpikir keras, mencari jawaban di internet, bertanya-tanya senior, atau yang lain seperti yang dilakukan beberapa anak rajin lain, Vanila tak mau ambil pusing dengan itu. Jadi sekarang gadis itu lebih memilih bersantai-santai makan di warung luar kampus tanpa sepengetahuan senior.

Sayangnya, dia beda jurusan dengan Novel. Sahabatnya itu mengambil jurusan Manajemen, sementara Vanila Akuntansi, jadi sekarang dia sendiri di sini. Di antara beberapa murid nakal lain yang memilih tidak ambil pusing juga.

Mereka berbuat bebas seenaknya, seperti merokok, bermain game, dan berbicara hal nyeleneh tanpa tahu malu seolah yakin tidak akan bisa ketahuan dosen, atau senior karena letaknya berada jauh dari lapangan.

"ZAIIIII!! GUE BELUM SELESAI NGOMONG!!"

Setidaknya sampai suara cempreng milik senior cewek terdengar, membungkam kebisingan kantin dan nyaris membuat Vanila tersedak kuah seblaknya.

Otomatis semua pasang mata menoleh ke sumber suara. Seorang senior cantik, berambut kecoklatan sebahu, anting brilian, make up cantik, dan tingginya sepangkal leher Zairu, membuntuti cowok itu memasuki kantin.

Zairu.

Vanila tidak menyangka jika yang datang adalah mahasiswa idamannya itu. Tapi seorang gadis yang selalu membuntutinya itu sedikit membakar hati Vanila. Mendadak dia tak berselera melanjutkan makannya karena mengira gadis yang bersama Zairu adalah pacarnya. Mata Vanila tak luput dari gerak-gerik Zairu yang menegur beberapa anak di meja lain yang sempat membuat keributan kantin tadi, dan si gadis yang digoda anak-anak itu.

"Kak, cantik, deh," puji cowok jangkung dengan senyum genitnya. "Tolong kasih waktu kita buat makan, ya? Udah kerempeng tambah kerempeng nih saya, Kak."

"Iya, Kak," timpal temannya. "Kami doain kalian langgeng sampai pelaminan, deh," imbuhnya tanpa tahu malu, padahal belum tahu status dua senior ini.

Si gadis hanya menatap mereka datar tanpa mau menanggapi.

"Kalian belum ada sehari di sini tapi udah mau buat keributan?!" Itu suara Zairu. "Inget, ya, kalian bukan anak SMA lagi di sini. Kalo nggak niat ngikutin kegiatan, silakan pulang sekalian."

Astaga, Vanila bisa mabuk mendengar suaranya. Yah, memang berbeda daripada saat mereka pertama kali bertemu, lebih lembut, sementara sekarang tegas seperti komandan yang memimpin prajurit-prajuritnya, dan galak seperti saat di sport center waktu cowok itu memarahi adiknya.

Gerombolan itu kicep ditegur.

"Udah, sana balik!" Itu suara gadis yang menggeliat di lengan Yuizza, tapi juga terdengar tegas memerintah anak-anak itu seakan tidak tergoda dengan rayuan mereka.

Sejurus kemudian, tatapan Zairu dan si gadis di sebelahnya nyaris bersamaan menoleh ke meja Vanila setelah berhasil membuat anak-anak biang onar tadi keluar kantin.

Vanila menelan ludah waktu mereka eyes contact untuk ke dua kalinya. Tapi ini bukan saatnya yang tepat untuk gadis itu baper, karena Zairu menghampirinya untuk menegurnya juga. Buru-buru Vanila menelan sisa makanannya, dan menelan kuah seblak.

"Ngapain masih di sini?" tanya Zairu menghampiri. "Nggak denger tadi?"

Meski dengar, Vanila masih menyempatkan diri meminum isotoniknya, kemudian berdiri buru-buru. Gugup setengah mati. "M-maaf, Kak...."

Behind The Spotlight✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang