42 X or Wife?

4.2K 358 122
                                    

Setelah bertemu, seseorang. Rony langsung ke rumah perempuannya. Lucu ya? Mereka sudah menikah namun serasa masih pacaran, pisah rumah.

Sebenarnya ada gundah dihati Rony, terbiasa empat tahun lebih tinggal bersama dalam satu bangunan tanpa campur tangan para orang tua membuatnya sedikit risih. Ah, mungkin lebih tepatnya tidak enak. Niatnya ingin mandiri, punya rumah sendiri.

Matahari mulai naik, terasa panas menyengat. Mengingat ibukota memang sepanas itu, tapi kali ini panasnya membuat gerah. Karena langit kelabu, tidak mendung terlalu namun cerah juga tidak. Apa langit sedang galau?

Persetan dengan langit, sedangkan Rony tengah bahagia.

"Maaf langit, gue lagi bahagia!"

Senyumnya sepanjang jalan terus tersungging, meski tipis. Hatinya berbahagia ganda, yang pertama karena motornya. Iya, Rony rindu dengan motor yang dikendarainya ini. Motor yang mengantarnya kesana kemari, menemani selama pendidikan dan berpetualang bersama perempuannya. Jika diingat sungguh seru, ia ingat pernah membonceng Angel meski dalam wujud Salma. Apa kabar dengan Angel? Mungkin, dia sudah bahagia diatas sana?

Sedangkan bahagia yang kedua Rony tak mampu menyebutkannya, selepas bertemu seseorang tadi wajahnya begitu sumringah. Ah, bahagianya.

Begitu memasuki halaman depan rumah ia melihat Salma yang tengah berjongkok, mengaduk-aduk tanah. Kedua orang tuanya tak ada, jika ayah mertuanya, Rony sudah menebak. Pasti sedang bekerja. Sedangkan ibu mertuanya?

"Bang!"

Nah, panjang umur.

Rony sadar. Ia mematikan mesin motor, Salma juga baru 'ngeh jika lelakinya sudah datang. Apa dia tidak mendengar deru kendaraan? Terlalu khusyuk sepertinya.

"Assalamualaikum, Bu," sapa Rony, menyalami tangan mertuanya.

"Waalaikumussalam. Salma, ini Suaminya loh. Kok gak disambut?" Siska geleng-geleng kepala.

Salma bangkit, nyengir. Peluh dipelipisnya mengalir, cuaca begitu gerah dan lembab.

"Eh, Mas ganteng udah dateng. Udah lama, Mas?" tanyanya, basa-basi. Menutupi kesalahannya.

Siska hanya memandang putrinya, geleng-geleng kepala lalu hendak kembali kedalam rumah. "Bang, mau Ibu bikinin kopi?"

"Em, gak usah Bu. Nanti Abang bikin sendiri."

"Salma, ajak Suaminya masuk. Ibu kedalam dulu."

Selepas Siska pergi, Salma dan Rony saling pandang. Salma hendak mengulurkan tangan namun tangannya kotor, penuh tanah. Ia tadi sedang menanam beberapa bibit sayuran pakcoy baru dalam pot plastik, polybag. Sudah tentu Salma meraup tanah yang sudah dicampur dengan pupuk. Mencari kegiatan, bosan juga jika hanya berdiam diri saja.

Rony mengulurkan tangannya, "Salim!"

"Em, kotor, Mas." Salma menunjukan kedua telapak tangannya.

Rony menuntun Salma berjalan ke arah keran air diujung tempat, dekat dengan undakan tanaman sayuran warna warni, yang didominasi warna merah. Tomat, cabai dan lainnya. Tanaman itu berjajar rapi dalam tempat bersusun seperti tangga yang terbuat dari baja ringan, sepertinya tempat tanaman yang dibuat sendiri.

Salma setengah menunduk, Rony yang membasuh tangannya. Ia diam memperhatikan, menahan senyum.

Setelah selesai Salma yang jail, menempelkan kedua tangannya yang basah pada baju Rony. Mengelapkannya secara sengaja namun halus, "Baju kamu bagus deh." begitu bualnya.

Rony hanya menghela napas, karena kausnya berwarna mocca jiplakan tangan Salma tentu saja jelas terlihat. Sabar...

"Salim, " ujar Salma, manis.

Hi Switzerland (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang