2 (A)

736 56 8
                                    

MOHON SUPPORT PENULIS LEWAT VOTE, COMMENT, FOLLOW DAN SHARE CERITA INI KE BESTIE KALIAN YA. MERUPAKAN SEBUAH KEJAHATAN JIKA KENIKMATAN DUNIA DISIMPAN UNTUK DIRI SENDIRI. HAHAHAHAHAHA.

====================================================================

Aku menggigit bibir, Tuan Weston menoleh padaku saat ia membuka pintu sebuah kamar. Keraguan yang sempat terbersit, kembali muncul ke permukaan. Aku hafal betul arah kamar Lexie. Karena terlalu paham sahabatku, aku bahkan tahu pajangan pintu dan wangi kamarnya. Berikut dengan suasana di dalamnya tanpa aku perlu masuk. Namun kali ini...

"Tetapi ini bukan kamar Lexie," ujarku.

Tuan Weston tersenyum. Hanya senyuman tipis sepersekian detik yang hampir tidak terlihat. "Memang. Kau bisa mengganti pakaianmu di kamar ini. Aku akan bawakan pakaian baru untukmu. Kamar Lexie sedang dalam renovasi besar. Tidak baik menghirup debu di sana."

Aku menatap jauh pada ruangan di depanku. Kaki kananku melangkah maju. Diikuti oleh kaki satu lagi. Di daun pintu aku berdiri. Agak merinding, bukan karena redup kamarnya. Melainkan Tuan Weston yang melewatiku hingga dada bidangnya mengenai lengan kiriku. Gesekan halus di antara kulit kami membuatku bergetar. Sentuhan singkat itu begitu menyenangkan dan kulitku seakan meminta sebuah adegan pengulangan. Lengan bertatonya terasa halus mengenaiku.

Astaga, Sienna! Kau ini kenapa?!. Dalam hati aku mempertanyakan pikiranku yang nampaknya sedang malfungsi.

Kamar ini kemudian berubah cerah. Lampu menyala dan isi perabotnya terlihat jelas. Begitu juga dengan ayah sahabatku, sorot lampu mempertegas sosoknya yang gagah dan perkasa. Ketika ia berkacak pinggang, tatapanku tanpa bisa dicegah terjatuh pada pinggangnya. Oh tidak, sekarang mataku berhenti di pinggulnya. Pria itu sungguh membentuk tubuhnya menjadi maha karya luar biasa. Ia layaknya patung-patung yang menarik banyak mata, termasuk aku. Dengan handuk masih setia menggantung di pinggulnya, pria itu tak lebih seperti patung dewa yang pantas dipuja.

"Kau tunggu sebentar di sini. Aku akan segera kembali."

Aku mengangguk. Sebelum pria itu meninggalkan ruangan ini, aku menahannya lewat ucapanku. "Tuan Weston, terima kasih. Maaf merepotkan dan mengganggu waktumu." Aku bersungguh mengatakannya.

Aku tidak mengerti, mungkin ini adalah ciri khas ayah kandung Lexie. Ia selalu tersenyum sangat singkat. Satu detik ia tersenyum. Seakan ia sulit melakukannya dalam durasi lebih lama. "Tidak mudah mendapatkan maafku, Sienna."

Aku terkesiap karena ucapannya yang terlalu terus terang. Telak mengenaiku, langsung membuatku merasa tidak enak hati. "Tuan Weston, sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak bermaksud merusak bell rumahmu. Tidak juga berniat merepotkanmu dengan tamu yang basah kuyup ini. Semoga kau memaafkanku. Mungkin ada hal yang perlu kulakukan untuk mendapatkan maafmu? Aku sungguh menyesal dan tidak enak hati, Tuan." Aku setengah khawatir menyatakan rentetan kalimat itu. Rasanya aku bisa mengerti jika memang benar Lexie tidak terlalu dekat dengan ayah kandungnya. Bukan semata karena Tuan Weston bekerja di lintas negara, kemungkinan sikap yang terang-terang ini bisa jadi pertimbangannya. Walau aku sendiri tidak tahu pasti apa alasan sahabatku lebih dekat dengan ayah tirinya daripada pria di depanku.

Lagi, bibir Tuan Weston yang tersenyum sedetik itu terlihat. "Kau harus dihukum." Mata zamrudnya menatapku lebih serius. Ia nampak mengukur reaksiku. Setiap durasi dari tatapannya, membuat kegelisahanku kian parah. Aku tidak menyangka pria yang memiliki wajah tegas namun rupawan itu, nyatanya sungguh tegas juga dalam mengambil sikap. Tampilan luar dan pribadinya sangat konsisten, rupanya.

Aku mengerjap. "Apa?!" Kugigit bibir setelahnya. Aku tidak bermaksud sedikit meninggikan nada suara. Aku hanya tidak habis pikir akan sikap pria itu.

"Kau harus menetap di sini agak lama. Temani aku makan. Hujan di luar sangat lebat. Kita bisa menghangatkan tubuh bersama..." Tuan Weston menggantung kalimatnya, hal itu membuat seluruh kulit wajahku memanas entah karena alasan apa. Mungkin karena ucapan pria itu yang membuat pikiranku mengarah pada arti berbeda. "dengan memakan instant ramen. Hukumanmu memasak itu untukku, Sienna."

DADDY WESTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang