2 (B)

733 62 8
                                    

MOHON SUPPORT PENULIS LEWAT VOTE, COMMENT, FOLLOW DAN SHARE CERITA INI KE BESTIE KALIAN YA. MERUPAKAN SEBUAH KEJAHATAN JIKA KENIKMATAN DUNIA DISIMPAN UNTUK DIRI SENDIRI. HAHAHAHAHAHA.

====================================================================

Aku berjalan menuju ruangan dimaksud, sementara Tuan Weston menyibukkan diri di bak cuci piring. Sesampainya di ruang tamu, aku menyandarkan tubuh ke sofa sambil meresapi sisa-sisa pedas yang masih membayangi mulut. Mataku juga tidak lepas menatap lurus jauh ke depan, pada sosok tubuh mengagumkan dengan bahu lebar itu. Sulit dipercaya, perawakannya masih terlihat kencang dan gagah. Padahal aku sudah membayangkan jika ayah Lexie penuh dengan keriput. Tipikal pria dewasa yang menua pada umumnya.

Aku mengusap kening dengan punggung tangan, padahal di luar hujan belum kunjung berhenti, tetapi aku masih berkeringat. Rasanya aku ingin menenggak seliter air dingin. Selain merasa kenyang, perutku juga terasa panas dan kembung. Saat aku dalam hati sedang mengeluhkan kapan penderitaan ini berakhir, Tuan Weston datang membawa dua cup plastik.

"Ice cream. Tidak yakin membantu rasa kepedasanmu, tetapi semoga demikian." Senyum super singkat itu ia berikan, sambil tubuhnya membungkuk untuk meletakkan kudapan itu. Sekelebat hidungku mencium aroma cedarwood dari tubuhnya. Membuat sosok itu terlihat lebih maskulin di mataku. Bahkan aromanya yang sekelebat ini mampu mengambil perhatianku.

"Terima kasih, Tuan." Aku menegakkan tubuh dan langsung mengambil cup tersebut. Mulutku masih mendesis tipis karena rasa pedas yang menyiksa, aku buru-buru menyuapkan satu sendok kecil ice cream, lalu berlanjut pada suapan kedua, ketiga, terus dan terus.

Tidak sadar, tahu-tahu tidak ada lagi ice cream yang bisa kusendok. Aku mengernyit, memang rasa pedas yang tertinggal perlahan berkurang. Sialnya bagiku aku belum pulih sepenuhnya.

Tawa kecil membuatku tersadar, bahwa aku tidak sendiri di ruang tamu. Aku hampir lupa jika ada seseorang di sini selagi aku sibuk memakan ice cream layaknya orang gila. Lagi-lagi pria yang duduk di sebrangku menampilkan senyum kecil singkat itu. Aku curiga, mempertanyakan apakah caranya seperti itu merupakan kebiasaannya?

Tuan Weston yang ada di sofa sebrang menggeserkan cup miliknya ke depan. Mendekat ke arahku. "Ambil saja milikku. Kau lebih membutuhkannya." Ia lalu merentangkan salah satu lengannya ke samping di atas badan soda.

Aku menatap atas ice cream cup yang telah terbuka. Isinya mulai meleleh dan memang belum tersentuh. Kutatap bergantian antara Tuan Weston dan apa yang telah ia berikan padaku. Aku merasa tidak enak hati karena mengambil jatahnya. Bibir bawah kugigit. "Tidak perlu, Tuan. Terima kasih. Itu milikmu."

"Ambil dan makanlah, Sienna. Kau kepedasan dan masih berkeringat. Lihat saja keningmu, bersinar karena peluh. Kau tidak pantas berkeringat dengan cara seperti itu, Sayang. Ada cara yang lebih menyenangkan untuk membuatmu berkeringat." Mata kehijauan itu memberikan tatapan dalam dan mengunci mataku, hingga aku mengikuti arahnya bergerak yang kini berpindah duduk di sebelahku. Aku lupa sejenak pada pertanyaan di dalam kepalaku, soal kalimat terakhirnya.

Aku mengambil napas perlahan, kala tubuhnya tidak lagi menciptakan jarak di sampingku. Tuan Weston mengambil ice cream-nya dan menyodorkan itu padaku. "Kau bisa memakan milikku selagi kita kembali berbicara soal bisnismu." Senyum singkat itu muncul. Astaga, sangat sebentar sekali senyumnya!

Aku memutuskan kontak mata kami dan menatap ice cream rasa vanilla itu. "Terima kasih, Tuan Weston."

Pria itu mengangguk dan aku menyuap ice cream ke dalam mulut. Ditonton olehnya yang kini menguarkan aroma cedarwood kencang. Persempitan jarak kami membuat wangi tubuhnya lebih menyesakkan dadaku. Walau begitu ini bentuk sesak yang menyenangkan. Entahlah, aku tidak mengerti akan reaksi tubuhku.

DADDY WESTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang