Elvara menapaki jalanan menuju sekolah dengan hati yang berdebar-debar. Ini adalah hari pertama setelah kejadian memilukan tiga bulan yang lalu. Dia tiba-tiba berhenti di depan gerbang sekolah, menghela nafas dalam-dalam sebelum melangkah masuk.
Arga biasanya selalu menunggunya di sini, tapi hari ini dia tidak melihatnya. Sebuah rasa cemas melanda hatinya saat dia menyusuri lorong-lorong sekolah. Akhirnya, dia menemukan Arga di parkiran, sedang memakirkan motornya.
"Arga," panggil Elvara perlahan, langkahnya ragu.
Arga menoleh, ekspresinya tegang ketika melihat Elvara. "Ada apa, El?"
Elvara menelan ludah, mencoba menemukan keberanian untuk mengucapkan kata-kata yang sudah dipersiapkannya sejak semalam. "Aku... aku ingin minta maaf, Arga. Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Aku menyesal, sungguh."
Arga menatapnya dengan tatapan yang sulit ditafsirkan. "El, aku..."
Sebelum Arga bisa melanjutkan kata-katanya, Elvara cepat-cepat memotongnya, "Aku tahu aku tidak pantas meminta maaf. Tapi aku tidak bisa menahan perasaan ini. Aku masih mencintaimu, Arga. Aku ingin kita bisa memperbaiki semuanya."
Arga terdiam sejenak, tatapannya kembali ke arah jalan. "El, aku maafkanmu, tapi kita tidak bisa balikan."
Elvara terdiam, air matanya hampir tumpah. "Kenapa, Arga? Apa aku tidak cukup baik bagi kamu?"
Arga menatapnya dengan tulus. "Bukan itu, El. Aku sudah jatuh cinta pada seseorang yang lain."
Elvara terdiam, hatinya hancur berkeping-keping. "Siapa dia, Arga?"
Arga menghela nafas, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Dia adalah Revatalia. Teman kecilku yang dulu. Dia baru saja pindah kembali ke kota ini, dan aku merasa... aku merasa seperti ada yang hilang dalam hidupku sejak dia pergi."
Elvara terdiam, mencerna semua yang baru saja didengarnya. Sebuah kebenaran pahit yang membuat hatinya semakin hancur.
"Arga, aku tidak tahu harus bilang apa. Aku... aku harap kau bahagia dengan Reva," ucap Elvara dengan suara serak.
Arga menatapnya, ekspresinya penuh penyesalan. "Aku minta maaf, El. Aku tidak bermaksud menyakitimu."
Elvara menggeleng lemah. "Sudahlah, Arga. Aku... aku harus pergi."
Dia berbalik, mencoba menahan air mata yang sudah tak tertahankan lagi. Langkahnya terhenti ketika Arga memanggil namanya sekali lagi.
"El, satu hal lagi... Aku tidak bisa melupakan bahwa kau selingkuh dengannya."
Elvara menundukkan kepala, rasa malu membakar pipinya. "Aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Aku harap suatu hari kau bisa memaafkanku sepenuhnya."
Dengan itu, Elvara meninggalkan Arga di parkiran sekolah, hatinya hancur oleh kenyataan bahwa cinta mereka telah berakhir. Elvara dan Argantara telah memiliki hubungan yang intens dan mendalam selama tiga bulan. Mereka berbagi cinta yang besar, tetapi juga pertengkaran yang tak terhindarkan. Namun, suatu hari, segalanya berubah. Hubungan mereka retak, dan Elvara terpaksa menghadapi kenyataan bahwa mereka harus berpisah.
Meskipun awalnya sulit untuk menerima, Elvara akhirnya memutuskan untuk memilih untuk melangkah maju. Dia memutuskan untuk fokus pada dirinya sendiri, mengejar minat dan tujuan pribadinya. Satu-satunya pilihan yang membuatnya merasa lebih baik adalah membiarkan hubungan dengan Argantara hanya sebatas persahabatan.
Argantara, meskipun awalnya terkejut dan sedih dengan keputusan Elvara, memahami bahwa mereka harus mengikuti jalan masing-masing. Dia setuju untuk tetap bersama Elvara sebagai teman dekat, menawarkan dukungan dan pengertian saat Elvara memulai perjalanan baru dalam hidupnya.
Elvara dan Arga duduk di bangku taman rumah sakit yang sejuk, memandangi langit yang cerah dengan senyuman tipis di bibirnya. Hari ini adalah hari yang istimewa baginya, bukan karena sesuatu yang luar biasa terjadi, tetapi karena dia telah menemukan sesuatu yang sangat berarti baginya.
Elvara menghela nafas dalam-dalam. Sejak ia pacaran, mereka selalu dekat. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama di rumah sakit tempat Arga menjalani terapi. Namun, ada sesuatu yang baru saja dia ketahui tentang Arga, sesuatu yang mengubah segalanya.
Tetapi, bukan tentang terapi kesehatannya. Elvara sudah tahu tentang itu. Arga memiliki penyakit serius, gagal ginjal dan masalah dengan sel darah putihnya. Namun, yang membuatnya terkejut adalah fakta bahwa Arga telah menyimpan rahasia kepada temannya bahkan teman masa kecinya. Teman masa kecillnya yaitu, Revatalia, ia tidak mengetahuinya.
Elvara menatap ke langit, mencoba merangkai pikirannya. Bagaimana bisa Arga menyembunyikan sesuatu yang begitu penting dari temannya? Dan mengapa dia memilih untuk tidak memberitahunya?.
Argantara dan Elvara masih duduk di taman rumah sakit, masih menyaksikan kehidupan sekitar. Di antara keramaian itu, terdapat seorang anak kecil yang tampak lemah karena penyakit yang sama seperti yang diderita Argantara. Ia merasa tergerak untuk mendekatinya, menghibur dengan senyuman hangatnya.
"Hai, salam kenal, apa kabar?" tanya Argantara lembut kepada anak kecil yang bernama Fariza.
Fariza, dengan senyum tipis di bibirnya, menjawab, "Halo, saya sedang berjuang melawan penyakit ini."
Argantara mengangguk paham, lalu bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini? Apakah itu daftar kebahagiaan yang kau tulis di bukumu?"
Fariza tersenyum, "Ya, Kak. Saya membuat daftar itu untuk mengingat hal-hal yang membuat saya bahagia, untuk tetap bersemangat meskipun harus berhadapan dengan penyakit."
"Bagaimana kau tahu harus membuat daftar seperti itu sebelum ajal menjemputmu?" tanya Argantara, ingin lebih memahami pemikiran anak kecil itu.
Fariza berpikir sejenak sebelum menjawab, "Saya belajar dari pengalaman orang lain. Saya menonton sebuah film Dikta dan Hukum, tentang seseorang yang memiliki penyakit serupa gagal ginjal, dan dia juga membuat daftar kebahagiaannya. Itu memberi saya inspirasi."
Argantara tersenyum mengerti, "Oh, begitu. Terima kasih telah berbagi, Fariza. Tetap semangat, kamu akan sembuh."
Fariza mengangguk dengan senyum di wajahnya, merasa terhibur oleh kehadiran Argantara. Meskipun dalam keadaan yang sulit, mereka berdua menemukan kekuatan dalam berbagi cerita dan pengalaman.
Argantara dan Elvara keluar dari rumah sakit dengan perasaan lega. Mereka berjalan menuju parkiran rumah sakit, berbagi obrolan ringan tentang rencana mereka setelah pulang.
Saat melintasi lorong parkiran, mereka tiba-tiba melihat seseorang yang duduk di atas bonnet mobil dengan sikap santai. Kedua mata mereka memperhatikan dengan seksama. Dan kemudian, ketika mereka mendekati, Argantara dan Elvara mengenali sosok itu Aby, mantan teman geng mereka yang jarang terlihat namun selalu ada di belakang layar.
Aby mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar ketika melihat kedua temannya. "Hei, kalian berdua! Sungguh suatu kejutan melihat kalian di sini. Bagaimana kabar?" tanyanya sambil turun dari mobil.
Argantara dan Elvara saling bertukar pandang, tersenyum, merasakan kehangatan kebersamaan yang tak terduga. "Kami baik-baik saja, Aby," jawab Argantara dengan gembira. "Tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Apa yang kau lakukan di rumah sakit?"
Aby menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. "Oh, hanya urusan keluarga kecil. Tidak ada yang serius. Bagaimana dengan kalian? Bagaimana keadaan setelah insiden itu?"
Mereka pun bercerita, saling berbagi pengalaman tentang putus mereka. Aby mendengarkan dengan serius, sesekali mengangguk penuh pengertian. Setelah itu, ia menawarkan bantuan apa pun yang mereka butuhkan, menegaskan kembali bahwa teman selalu ada di saat-saat sulit.
Saat mereka berpisah di pintu masuk rumah sakit, Argantara, Elvara, dan Aby merasa hubungan mereka semakin erat. Kebersamaan di saat-saat sulit telah mengukuhkan ikatan persahabatan mereka, dan mereka tahu bahwa apa pun yang terjadi, mereka dapat mengandalkan satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGANTAREVA (ARGANTARA & REVANATALIA) End
Teen FictionArgantara Alvarezi, murid lelaki yang bucin kepada Revatalia Ananda Mikola. Mereka pertama kali bertemu di Jalan Wesel. Argan setiap pagi selalu mengganggu Reva yang ingin masuk ke sekolah bahkan saat menyebrang pun ia mengganggunya dan meramalnya S...