2

166 20 2
                                    

"Tidur yang nyenyak, Dewiku."

The Goddess
⋋⊹✿⁠⋌✧✧✧⋋✿⊹⋌


(Y/n) mendengar itu, namun ia terus berjalan mengikuti pelayan tanpa menoleh ke belakang. Saat mereka menaiki tangga, langkah sang pelayan langsung berubah, ia berjalan lebih cepat membuat (Y/n) agak tergesa-gesa mengikutinya.

"Apa apa? Kenapa kita cepat-cepat?"

Saat sampai dikamarnya, Miranda pun menutup pintu dan menghela napas lega. Sebelum ia mengecek tubuh (Y/n) seperti seorang ibu yang khawatir dengan keadaan anaknya.

"Apa Tuan menyentuhmu? Apa kalian sudah melakukannya? Katakan, apa kau berasal dari tempat yang jauh? Bagaimana kau bertemu dengan Tuan?"

(Y/n) terkejut bukan main, wanita yang tadinya terlihat tenang baru saja membombardirnya dengan berbagai pertanyaan. "Aku ... Tidak, kami tidak melakukan apapun. Aku memang dari jauh dan aku bertemu dengannya saat aku tersadar dari koma."

Miranda menatapnya sebelum menghela napas, "Istirahatlah sekarang." Ia berjalan kepintu, meninggalkan (Y/n) ditempatnya masih kebingungan dengan perilaku anehnya.

(Y/n) merenggangkan badan lalu melihat sekitar, ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan cuaca dingin disini. Rasanya aneh, jika ia telah menikah dengan pria itu harusnya ia bisa dengan cepat menyesuaikan diri, bukan? Ia menggelengkan kepala sebelum berbaring ditempat tidur, menatap langit-langit kamar. Ia sama sekali tidak mengantuk, mungkin karena selama perjalanan ia tertidur.

Sesekali ia memejamkan mata, malah peperangan itu lagi yang terlintas diotaknya. Ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, ia melirik keluar jendela, menatap langit malam penuh bintang. Hatinya terasa kosong, seperti ada yang ia lewatkan namun ia tidak tau itu apa, 'Apa aku... Menunggunya?' Pikirnya dalam hati. Selang beberapa waktu akhirnya, Ia bisa tidur dengan nyenyak.

Keesokan harinya, (Y/n) dibangunkan oleh Miranda yang menyediakan sarapan dikamar. Ia memperhatikan wanita itu bekerja dengan amat teliti dan sungguh-sungguh, (Y/n) menawarkan diri untuk membantu namun ditolak dengan halus.

"Oh ya... Miranda, kenapa aku belum boleh keluar?"

Miranda menatapnya, sebelum berjalan dan duduk disampingnya di tempat tidur. "Selama tuan belum menyuruhmu keluar lebih baik tetap disini." Ia menghela napas sambil tersenyum, "Tuan benar-benar baik."

"Tuan yang kau maksud itu... Ren kan?" Melihat Miranda tersipu malu, (Y/n) meliriknya, penasaran. "Sebenarnya, aku ragu, apakah aku benar-benar telah menikah? Aku tidak ingat apapun, juga tidak merasa familiar dengan apapun."

Miranda segera menepuk bahunya, "Itu hal yang wajar untuk orang yang hilang ingatan, kakekku terkena penyakit Al... Alzaimer? Benar, kah? Entahlah pokoknya penyakit itu, pofff ia bahkan tidak mengenaliku, padahal aku adalah cucu terdekatnya. Ia bahkan takut untuk memasuki rumahnya sendiri."

(Y/n) ikut menghela napas, "Ingatanku buruk, seperti semuanya telah terhapus, menyisakan tentang peperangan dimasa lampau." Miranda mendengarkan dengan seksama, (Y/n) melanjutkan, "Aku bahkan tidak tau apakah itu betul terjadi atau hanya imajinasiku."

Miranda mengelus bahunya dengan pelan, "Untuk sekarang lebih baik jangan pikirkan hal-hal berat, Tuan benar-benar menghabiskan banyak waktu dan Mora untuk menjemputmu. Kau tidak tau, betapa bahagianya ia saat menemukanmu... tapi ada sesuatu yang ingin kuberitahu. Walau tuan selalu tersenyum, dia bukan... Uhh, bagaimana ya... Dia bukan orang baik."

Alis (Y/n) tertaut, ia gelisah. "Kenapa bisa begitu?"

Miranda menaikan bahu, lalu melirik (Y/n) penasaran. "Aku curiga... Apa jangan-jangan..."

Tiba-tiba pintu terbuka, menampakan Ren dengan senyuman diwajahnya yang berseri-seri. Ia hanya melirik Miranda yang langsung membungkukkan badannya sebelum pergi. Ren membungkuk, mencium kening (Y/n). "Bagaimana? Apa kau suka disini? Apakah nyaman?"

(Y/n) mengangguk, "Aku sangat suka, terima kasih. Tapi... Tubuhku sedikit pegal-pegal, mungkin karena perjalanan kemarin. Juga sepertinya, aku terkena flu."

Ren menghela napas, "Berbalik." (Y/n) menurut sebelum membalikkan badannya membelakangi Ren yang perlahan menarik pita gaun malamnya hingga terbuka. (Y/n) menahan bagian depannya agar tetap menutupi tubuhnya.

(Y/n) menghela napas panjang saat merasakan tekanan dibagian bahunya, ia melirik malu-malu sebelum kembali menatap kedepan, bibirnya manyun.

Ren terkekeh melihat wajahnya yang memerah seperti itu. Tangannya  meraih dagunya dan membuatnya melihat kebelakang. Pipi merahnya membuatnya merasa sangat posesif dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggerakkan lengannya di punggung gadis itu. Dia mencondongkan tubuh ke dekatnya dan berbisik, "Lihat dirimu, sayangku... Wajahmu yang memerah, kenapa? Kenapa malu-malu seperti itu?"

Napas (Y/n) tercekat, ia langsung memalingkan wajah kembali ke depan. Ren tersenyum puas sebelum lanjut memijit area tepat dimana dulu sayapnya berada, itu menggelitik dan sensitif. Setiap Ren menekan bagian itu, ia menggeliat, kadang sedikit mengeluarkan suara yang memalukan membuatnya menutup mulut. Ia tidak tau apa yang terjadi dibelakang sana, tapi perasaan itu semua membuatnya tidak dapat berpikir jernih.

"Ren...~"

Tangannya seketika berhenti, ia perlahan mendekat lalu menaruh dagunya dibahu (Y/n), memeluknya dari belakang. "Shhh, jangan bersuara... Jika tidak, aku bisa kelepasan dan menerjangmu."

"Bagaimana aku tidak bersuara? Kamu terus menekan disitu, rasanya geli!!" Protes (Y/n)

Mereka diam cukup lama diposisi itu sampai Ren kembali membuka suara, "Apa masih pegal-pegal?"

(Y/n) Menggeleng, "Sudah tidak, tapi masih flu. Jangan khawatir, ini tidak separah itu." (Y/n) Menegakkan tubuhnya, membuat 'suaminya' melepas pelukannya. "Ngomong-ngomong, kenapa semalam kau tidak kemari? Aku.... Menunggumu."

"Kau... Menungguku?" Ren terkekeh lalu kembali memeluk tubuh kecil (Y/n), "Baiklah, untuk malam ini, aku tidak akan membiarkanmu menungguku lagi. Sekarang mandi, aku akan menyiapkan baju untukmu, setelah sarapan kita akan mengunjungi rekan kerjaku untuk memeriksamu."

"Eh? Kan aku sudah bilang, flu ini tidak parah.."

"Jangan membantah, pemeriksaan ini bukan hanya untuk flu, tapi juga kondisi tubuhmu. Kau tertidur cukup lama, mungkin belum terbiasa dengan cuaca dingin." Ren bangkit dari tempatnya untuk keluar dari kamar, meninggalkan (Y/n) sendiri.

(Y/n) merenggangkan badan, kepalanya yang mengadah membuatnya tersadar, tepat diatas kepalanya, dilangit-langit yang berbentuk kubah, lukisan yang menggambarkan seorang wanita terduduk dibawah tahta kosong menarik perhatiannya. Ia memperhatikan tahta kosong yang berbentuk balok batu-batuan dan wanita yang duduk sambil menutupi wajahnya. Entah mengapa setelah melihat itu, ia merasakan hatinya terasa berat namun kosong.

(Y/n) menutup mata, sebelum bangkit untuk mandi.

***

Disinilah ia sekarang, duduk dihadapan 'suami'nya didalam kereta kuda menuju Northland Bank. Ia terus melihat keluar jendela, matanya berbinar, terpesona, menatap salju-salju yang berjatuhan. "Ren... A-Ren, aku tidak mengerti, kita sudah di Snezhnaya, tapi kenapa belum masuk kota? Rumah kemarin yang kita tempati itu milik siapa!?"

Ren yang sedang duduk tenang dikursinya sambil membaca surat langsung melirik ke (Y/n) sambil memperbaiki letak kacamatanya. "Istriku, itu adalah rumah pribadiku... kita. Jaraknya memang jauh dari kota, namun paling dekat. Kau sendiri yang menginginkannya." Ia kembali membaca surat, "Ini akan menempuh perjalan 2 hari."

(Y/n) duduk kembali ketempatnya, "Ho? Apa kita akan membangun tenda atau tidur didalam kereta?"

Ren menggelengkan kepala, "Kita akan menginap dihotel, aku sudah mereservasi kamar disana."

(Y/n) menganggukkan kepala sebelum membuka mulut lagi, "Ren, aku ingin bertanya, apa kau mengenal seseorang bernama Morax? Nama itu, selalu muncul di mimpiku... Setiap aku menutup mata, namanya terngiang diotakku. Apa yang terjadi? Siapa dia?"

***
Halo halo... Sorry ya mesih pendek2 untuk chapter awal, soalnya habis ini ada semut 😋

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Foolish Theatrics: The Goddess [Dottore+Pantalone x reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang