23 3 7
                                    

Kejadiannya lewat tengah malam. Di kamar mandi lantai dua yang ia pakai bergantian dengan Charles, benak Richard berkelana selagi mulutnya penuh busa pasta gigi. Ia sempat berpapasan dengan Charles di lorong tadi, saling melempar selamat tidur dan senyum pendek. Sabtu mereka habiskan tak jauh berbeda dengan yang lalu-lalu; giliran Henry dan Francis yang diseret Bunny ke danau, sampanye dikucurkan ke cangkir-cangkir teh, tumpukan kartu yang telah dimainkan ratusan kali. Richard tengah memikirkan buku yang baru tamat ia baca ketika terdengar ketukan pelan di pintu.

“Charles?” panggil suara itu.

Bukan Charles! Demikian Richard ingin menyahut. Namun, mulutnya masih penuh dan yang bisa dilakukannya hanyalah mempercepat gerak sirkular sikat giginya.

“Charles,” panggilan lagi, “aku masuk, oke?”

Tergesa-gesa, Richard menyambar gelas berisi air, sikat gigi jatuh ke dalam wastafel diikuti bunyi kenop pintu. “Cha--oh. Oh, astaga,” gumam si pemilik suara. “Maaf, Richard. Kukira tadi ... Ya Tuhan, sori, aku akan ke--”

Padahal Richard hanya mengangkat sebelah tangan, pipinya menggembung hasil berkumur-kumur dan tangan satu lagi sekenanya menyalakan keran, tetapi suara panik itu dapat terinterupsi sampai Richard selesai mengelap wajahnya. “Charles sudah keluar, baru saja,” jawab lelaki itu, meski baru saja yang dimaksud sudah lewat lima belas menit lalu. “Everything's okay? Ada apa?”

Francis masih mencengkeram kenop pintu. Jubah mandi memeluk tubuhnya dan samar-samar tercium aroma sabun. Ditatapnya Richard agak lama, lalu corak lantai kamar mandi mendadak terlihat menarik di matanya. “Tidak, bukan apa-apa. Cuma teringat sesuatu tadi,” jawabnya sambil mengusap dahi, “maaf, karena tidak ada jawaban waktu kuketok pintunya, jadi aku langsung masuk.”

Mengangguk, Richard membatin betapa anehnya dalih itu; Francis tak pernah masuk kamar asramanya tanpa izin, jika disuruh menunggu setengah jam di muka pintu pun ia akan menurut (walaupun, pasti, sambil mengomel sedikit). Bisa dibilang ini kali pertama ia dikejutkan Francis yang main tabrak garis batas privasi antar manusia. Namun, setelah diperhatikan, Richard mengenali gelagat kawannya saat sedang tipsy.

Do you need help?” tanya Richard.

“No--no, don't worry about me.”

Rambut Francis tergerai, belum sepenuhnya kering, sehingga tampak lebih panjang dari biasanya. Sudah larut, Francis: merupakan apa yang seharusnya Richard tuturkan saat itu. Sudah larut, kembalilah, tidur yang nyenyak. Besok, kita bicara lagi. Namun Francis masih enggan menatapnya, sibuk memelototi objek lain yang ada di sana; mulai dari keramik lantai, wastafel, sikat gigi Richard, juga sarang laba-laba di pojokan dinding. Kulitnya tampak semakin pucat ditimpa lampu dingin kamar mandi. Alih-alih mematuhi akal pikirannya, Richard justru berujar, “Rambutmu, keringkan yang benar.”

Francis mengangkat wajah, memandang Richard--sekilas saja--lalu berpindah fokus ke helai rambut merah yang disentuhnya sebagian. “Perasaanku sudah kering tadi.”

Richard menggeleng. “Keringkan dulu sebelum tidur. Jangan dibiarkan lembap begitu. Bisa-bisa kau kena flu nanti.”

Jemari Francis yang tadinya meraba-raba tingkat kelembapan rambutnya reflek terhenti. Cengkeraman dilepas dari kenop pintu, kini meraih sesuatu dalam saku depan jubahnya. Gerak tangannya anggun--tetapi juga lemas, seolah tubuh itu kehabisan tenaga. Sebelum Richard sadar, kacamata berlensa jingga telah dipasangkan di wajah kalem Francis. Demi Tuhan, batin Richard. Jam segini, di dalam rumah? Ini orang kenapa, sih, sebenarnya?

“François,” panggil Richard, agak ragu-ragu. Jangan, otaknya berkata, jangan ditanyakan. Tapi ini sudah agak kebangetan, kan? Atau Richard yang berlebihan? Francis tampak konyol--seolah mereka sedang pelesiran di sebuah hotel pulau tropis, bukannya saling bengong di kamar mandi, suatu malam pertengahan November di pedesaan Vermont. Harus. Harus ada yang mengatakan. Richard menarik napas. “Kacamatamu...,” ia menjeda, mampus aku, “belinya di mana?”

apakah ini? cinta? kita berdua tak mengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang