di setiap detak nadi, bergema harapan yang tak pernah padam.
_____________________Arthan baru saja pulang dari kantor. Langkahnya tergesa-gesa memasuki kediamannya, dan tanpa berhenti, ia melangkah ke ruang depan. Di sana, anak-anaknya telah menantinya.
"Hai, Ayah pulang," sapa Arthan seraya duduk di sofa. Ia meletakkan tas kerjanya dan dengan lembut melonggarkan dasinya.
Lestari dan Aletta mendekat, menyambut kedatangan Arthan dengan hangat. Mereka bergantian menjabat tangan ayah mereka. Arthan tersenyum, kehangatan keluarga itu menghangatkan hatinya.
"Nanti malam, teman Ayah akan datang kesini. Kamu berdandan yang cantik ya, pakai baju yang sudah Ibu siapkan," kata Arthan.
"Kenapa, Yah? Ada acara apa?" Lestari bertanya dengan raut kebingungan.
"Teman Ayah perlu bertemu di sini, dia juga akan membawa anaknya yang usianya hanya satu tahun lebih tua darimu," jelas Arthan.
Lestari mengangguk, tanda ia mengerti.
"Sari, aku pulang ya? Takut mengganggu, kan nanti ada tamu Ayahmu," ujar Aletta dengan ragu.
"Tidak apa-apa, Letta. Kamu di sini saja, pakai baju yang Ibu siapkan nanti ya," Arthan menenangkan.
"Nanti malah mengganggu suasana, Yah," sahut Aletta dengan nada rendah.
"Tidak, Letta. Tidak apa-apa, kamu kan keluarga kita juga," Arthan menenangkan Aletta dengan suara lembut.
"Baik, Ayah. Terima kasih karena keluarga ini menganggapku seperti anaknya sendiri," ucap Aletta, matanya berkaca-kaca karena terharu.
Ibu pun datang menghampiri mereka.
"Sari, Letta, ayo ganti baju dulu. Sudah mau jam delapan, nanti keburu datang teman Ayah," ujarnya.Sari dan Letta mengangguk mengerti. "Yah, kamu juga bersih-bersih dulu, biar bisa memberikan sambutan yang baik," tambah Serana.
Arthan bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya, diikuti oleh Ibu yang juga hendak mengganti pakaian untuk menyambut kedatangan kerabat lamanya.
Keluarga Pratama bersiap untuk berangkat. Di pergelangan tangan Pak Pratama, jam tangannya menunjukkan pukul 07.45 malam saat ia meraih gagang pintu. Tepat pada saat itu, Liam Michael Pratama muncul.
Liam, kakak dari Arga, sering berkunjung setiap bulan untuk melihat adiknya. Selama ini, ia tinggal di luar kota karena tugas yang harus dijalankan.
Ketika pintu terbuka, Liam terkejut melihat kedatangan orang tuanya yang tidak diumumkan. Sebaliknya, Arga tidak menunjukkan ekspresi apa pun, wajahnya datar, tidak terbaca.
Veronica tampak gelisah menyaksikan kedatangan anak sulungnya, yang berusia empat tahun lebih tua dari Arga.
Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Liam ketika masih di SMP? Sejak usia 17 tahun, ketika ia SMA, Liam memilih tinggal di rumah lama di Bandung karena merasa nyaman di sana.
"Kenapa kalian pulang tanpa memberitahu saya terlebih dahulu?" tanya Liam dengan nada tegas.
"Kami sudah memberitahu Arga kemarin. Belum sempat memberitahumu karena Papa ingin segera bertemu dengannya," jelas Papa, mencoba menjelaskan kepada putra sulungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGANATA
Teen FictionArga terjebak dalam kehidupan yang mencekam, apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupannya? Arga kehilangan masa mudanya, masa dimana semua anak remaja sedang menikmati masa masa SMA dengan senang, berbeda dengan ia harus berhadapan dengan pikiran...