Prioritas

6 2 0
                                    

"Kurang kronologis. Semuanya kacau. Ibarat orang sakit, datang ke rumah sakit bukannya sembuh malah semakin parah. Revisi lagi!"

Revisi lagi!

Revisi lagi!

Revisi lagi!

Rasanya mau pecah kepala Iyak!

Padahal dia sudah menulis sesuai dengan yang diarahkan oleh dospemnya.

Ganti sumber? Sudah.

Pakai buku Sang Dospem? Sudah.

Dari tahun yang kecil? Apalagi itu. Tanpa dibilanginpun Iyak sudah tau. Karena semua peristiwa harus dimulai dari tahun yang kecil sulaya runtut dan bisa ditarik benang merahnya.

Tapi kenapa masih salaaah?

"Oit, Yak!"

Kepalanya mendongak. Di kejauhan ada teman seangkatannya melambai dengan semangat.

Namanya Dharma.

Laki-laki jangkung dengan tubuh seperti lidi. Alias kurus minta ampun.

"Kenapa kamu? Kusut banget mukanya?" Dharma langsung duduk pada kursi di depan Iyak.

"Pake nanya?" Iyak balik bertanya dengan ketus.

Dharma tidak tersinggung sama sekali. Malah cengirannya kian lebar. "Ngapelin dospem super sibukmu itu?"

"Pake nanya, Dhar?" Iyak mengulang kembali balasannya.

Berhasil membuat Dharma cekikikan. "Santai aja kali, Mbak. Revisi itu hal biasa. Kalau nggak ada revisi kita udah lulus dari tahun kemarin."

Mencoba menenangkan. Nice try, Dharma. Thank you.

"Mumet banget aku. Pingin meledak rasanya ini kepala."

Jentikan jari Dharma membuat Iyak melirik lada sosok jangkung di depannya. Dharma mengeluarkan sesuatu dari saku celana. Sekotak rokok dan sebuah korek api mekanik.

"Apapun masalahnya, ngudud dulu, Mbake." Katanya sambil memainkan kedua alisnya naik-turun.

Iyak melempar cup teh gelas yang telah kosong pada Dharma. "Gila kamu!"

Gelas kosong itu berakhir di paving. Sebab Dharma dengan gesit berhasil menghindari serangan tak terduga Iyak.

"Sepi juga ya kampus kalau kayak gini." Dharma berkata setelah menghembuskan asap rokok.

Iyak mengangguk. "Masa liburan, Dhar. Paling yang nggak pulkam ya anak-anak ormawa. Terutama anak kesenian."

Hembusan napas berbarengan dengan asap rokok meluncur dari mulut Dharma. "Jadi kangen sama anak-anak. Biasanya jam segini kita masih ngobrol asik sambil ngudud di kantin. Nunggu kelas selanjutnya."

Lagi, Iyak mengangguk. "Sekarang mah boro-boro ngumpul. Ketemu di kampus aja susahnya minta ampun."

"Dichat buat nongkrong di tempat biasa juga susah, Yak. Sekarang tuh masalah timing."

"And priority." Iyak menambahkan.

Dharma menyesap dalam-dalam rokoknya. Merasakan nikmatnya kehangatan yang dihantarkan pada rongga dadanya. Kemudian mengepulkan asapnya melalui mulut dengan perlahan.

"Yes. Priority."

•••••••

Benar apa yang mereka bicarakan tadi siang. Semua ini tentang prioritas.

Boba CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang