prolog

42 6 0
                                    

Amour caffe,

Julian menyesap caramel macchiato sembari mengedarkan pandangan. Hari ini ia akan bertemu pujaan hatinya.

Sorot matanya menangkap sosok tubuh tegap tinggi nyaris sempurna berjalan dengan gagah. Pria itu tersenyum penuh saat fokus matanya melihat Julian yang juga sedang tersenyum padanya.

"Ah, aku telat 20 menit, ya? Di jalan Thamrin macet parah. Kamu udah pesen makan?"

"Belum yang... Mau mesen dulu?"

"Iya. Aku laper sayang"

Sosok waiter kemudian datang dan melakukan tugasnya. Julian menatap penuh puja pada pria di depannya yang tengah memesankan makanan untuk mereka.

"Kenapa liatin aku kayak gitu?"

Julian terkesiap. Sebegitu memuja nya ia sampai tak bisa lepas pandangan dari wajah sang kekasih?

"Jadi, kemana dua Minggu ini jarang ngasih kabar?" Tanya Julian mencoba menggoyahkan netra matanya agar tak terus menatap kekasihnya.

"Ada urusan keluarga yang benar-benar rumit. Akh .. aku lelah!"

Julian mengusap tangan sang dominan. Mengelus nya pelan. Seolah Julian tahu berapa banyak beban yang di pegang sang kekasih.

"Lian... Aku punya satu hal penting"

"Apa itu?"

"Ah, nanti saja setelah kita selesai makan"

Julian sedikit merasa aneh. Entah mengapa firasatnya tak begitu nyaman. Terlintas dalam benaknya mimpi yang ia dapat semalam.

Mimpi dimana ia harus melihat Romeo, kekasihnya terpisah karena sebuah insiden gempa bumi. Tanah tempat mereka berpijak terbelah dua. Dan Romeo tidak bisa mengulurkan tangannya untuk menggapai Julian. Mereka semakin terpisah seiring retakan tanah itu semakin melebar. Lalu dalam beberapa detik tanah tempat kaki Julian berpijak runtuh.

Hingga hanya kegelapan yang tersisa membuat Julian terbangun dari mimpi buruknya.

"Lian.. ? Hei sayang?? Kamu ngelamun?"

Julian terhenyak. Lamunannya tentang mimpi membuat Romeo khawatir.

"Romy... Katanya kamu mau ngasih tau sesuatu?" Julian mendesak. Takut akan sesuatu yang belum terjadi membuatnya cemas.

"Habiskan makan mu dulu"

"Aku udah gak nafsu makan"

Entah mengapa keadaan tak serenyah tadi. Sorot mata Romeo begitu tajam dan terlihat serius.

Ini masalah serius yang berhubungan dengan Julian?

"Lian..."

"Ya..?"

"Aku...aku akan menikah bulan depan"

Julian terduduk kaku. Keadaan begitu hening hingga beberapa menit kemudian.

Julian berharap ia salah dengar. Julian berharap Romeo sedang bercanda dan ingin membuat sebuah lelucon.

"Apa? Kamu lucu yang? Ini kan bukan hari ulang tahun aku . Kamu gak nge prank aku kan?"

Julian hanya mencoba menampik semua ini.

Namun, sorot matanya meredup. Hingga tetesan airmatanya turun saat melihat Romeo mengeluarkan kartu undangan dihadapannya.

"Sayang .. aku minta maaf. Aku gak bisa menolak keputusan mama aku. Dia sedang terbaring lemah di rumah sakit. Dan dia punya satu permintaan. Dia ingin aku menikah. Dengan wanita pilihannya"

Die For You (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang