Page 12

8.7K 1.1K 59
                                    

Selamat membaca!

***

Van terkekeh sinis, "Sepertinya, kau akan terlihat semakin cantik dengan lubang di kedua pipimu. Bagaimana menurutmu? Kau pasti menginginkannya juga kan?" Bisik Van pada telinga Ilara.

Ilara menggeleng keras dengan tangisan yang mulai terdengar.

"Mommy! Daddy! Tolong aku!" Batinnya dengan rasa takut dan panik.

**

Ilara terisak dan Van terlihat tidak peduli sama sekali. Yang pria itu inginkan hanyalah melubangi kedua pipi gadis ini sekarang juga.

"Apa kita harus menghentikannya?" Bisik Lance pada Bjorn. Keduanya sempat terkejut tadi, namun tidak ada tanda-tanda jika mereka ingin menghentikan Van.

Bjorn menatap kedepannya dengan seringai tipis, "Bukankah ini terlihat menyenangkan?"

Lance menatap Bjorn tidak percaya, "Menyenangkan?! Apa kau melihat Ilara sebagai Shauni?" Ia berpikir jika Bjorn dendam pada Shauni, dan menganggap Ilara adalah wanita itu. Jadi, pria itu membiarkan Ilara tersiksa oleh kelakuan Van sebagai bentuk balas dendamnya.

Bjorn tidak menjawab. Pria itu lebih memilih menyaksikan adegan seru di depannya.

"Keluarga Judoc tidak akan membiarkan ini." Lirih Lance sembari menatap Van khawatir. Ia takut jika karir Van hancur begitu saja, padahal anak itu baru saja memulai karir cemerlangnya.

Kembali pada Van, pria itu terlihat menatap Ilara dengan tajam tanpa mau melepaskan cengkramannya pada kedua pipi gadis di hadapannya.

"Hikss...t-tolong lepaskan..." Isak Ilara dengan tatapan memohon pada Van.

Van tertawa, "Kenapa kau tidak meminta tolong pada daddy dan mommy mu itu, hm?" Tanyanya.

Darah sudah mengalir dari kedua pipi Ilara akibat cengkraman Van yang terlalu kuat. Rasanya sangat sakit, batin gadis itu.

"Hikss....a-aku minta maaf...." Suara tangis Ilara semakin kencang. Perasaannya bercampur aduk.

Van terkekeh pelan. Ia memutuskan untuk melepaskan cengkramannya dan beralih menarik rambut gadis itu dengan keras.

Kerah baju Ilara sudah ternoda dengan warna merah yang menetes dari kedua pipinya. Gadis itu menangis sesegukan dengan tatapan takut pada Van.

"Kasihan sekali." Van menatap remeh Ilara.

Ilara diam-diam mengepalkan kedua tangannya.

"Seperti inikah Judoc? Lemah sekali." Lanjutnya dengan tawa.

Dibelakang sana, Bjorn ikut terkekeh mendengarnya. Keangkuhan wanita itu hilang begitu saja kerena Van.

Sedangkan Lance hanya bisa menghela napasnya pasrah. Terserah mereka saja, pikirnya.

"H-hentikan! Kenapa kau berbuat sejauh ini, hah?!" Ilara menatap Van dengan tajam dan tubuh bergetar.

Van mengangkat satu alisnya, "Menurutmu kenapa?" Bukannya menjawab, Van malah balik bertanya dengan kekehan kecilnya.

Dengan beraninya, Ilara tersenyum sinis pada Van, "K-kau iri padaku, kan?"

Van tertawa, pria itu benar-benar tertawa dengan keras.

Ilara yang melihatnya pun terlihat sengat kesal. Mengapa dia tertawa?! Pikirnya.

"Iri katamu? Kau hanyalah bocah manja yang berlindung dibalik nama Judoc." Kata Van dengan gelengannya.

Next ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang