Ayunda Risu dan harapan yang terungkapkan

80 9 3
                                    

22 Juli, langit biru cerah nan sepi, tanpa awan yang menghiasi. Penghalang putih masih menjulang tinggi, tak menutupi mentari untuk menyemangati penghuni hutan di siang hari.

Seorang gadis tupai bernama Ayunda Risu berdiri di atas dahan pohon, matanya yang bersinar menyipit mencari sesuatu. Angin berhembus lirih menyibak dedaunan seperti sedang membantu gadis itu.

"Ketemu!" seru Risu dengan riang ketika melihat pohon murbei yang terletak di dekat penghalang. Matanya kembali normal tak lagi bercahaya, ia kemudian sedikit membungkukan tubuhnya ke depan.

Seventh Circle Magic: Teleport

Dalam sekejap, Risu menghilang dan muncul di depan pohon murbei yang tadi ia lihat dari kejauhan. Dia memperhatikan dengan teliti tiap sudut daun dan cabang murbei. Menghitung berapa banyak kepompong ulat yang ada di pohon itu. Risu mengitari tanaman itu dua kali, sembari memastikan tidak ada kepompong yang terlewat.

"Haaa beneran cuma satu!" keluh Risu, tangan kanannya mengambil kepopong itu sedangkan tangan kirinya memunculkan keranjang kecil dari udara kosong. Keranjang tersebut sudah dipenuhi oleh beberapa kapas dan juga kepompong ulat. "Apa cukup, ya?"

"Ayunda! Ayunda! Ayundaaaa!" panggil Risu, seolah mencari kucing hilang. "Ayuundaaa, Aaayuundaaaaa, Aaa-"

"Sudah kubilang padamu, belajarlah pakai telepati atau masuk ke domain saat bicara denganku," sela Ayunda duduk di sebuah kursi kayu, di hadapannya meja yang penuh buku. Buku- buku yang terbuka terbang mengelilinginya. Ayunda sedang berada di domain milik Risu, tepatnya berada di atas pulau melayang.

"Emm telepati susah, Ayunda," keluh Risu sambil memencet- mencet kepompong yang sudah ia kumpulkan. "Dan aku harus memejamkan mata agar bisa fokus masuk ke domain."

"Latihan lebih serius, Risu," balas Ayunda seraya melepas kacamata bacanya yang berbentuk bulat. Buku- buku yang berterbangan menutup dan berbaris, menempatkan diri mereka sendiri ke atas meja. "Kecuali jika kau ingin tinggal di sini terus, ya tak masalah sih."

"Tidak tidak tidak! Aku harus memenuhi permintaan Alice. Aku janji akan lebih giat lagi!" tolak Risu dengan semangat menatap ke depan. Mata Risu kemudian turun lagi melirik isi keranjang. "Ayunda, apa ini sudah cukup? Aku sudah menyusuri seluruh bagian utara."

"Biar kulihat, cuma satu basket, ya?" Suara Risu tiba-tiba menjadi berat karena Ayunda mengambil alih tubuhnya. Tangan kanannya membongkar isi keranjang. "Ini kurang sih, Ris. Jika sampai musim penghujan bahan belum cukup, kita terpaksa membuat serat alkemi untuk menutupi sisanya."

"Apa tidak apa-apa, Ayunda?" tanya Risu, yang sekarang berada di dalam domainnya. "Agustus kemungkinan kita sudah menyelesaikan 'Taman' terlebih dahulu."

"Tak apa, untuk melewati 'Taman' harusnya sudah cukup," jawab Ayunda, masih mengendalikan tubuh Risu. Ayunda melihat kakinya. "Risu, apa kau menggunakan teleport?"

"Eh-eh tidak! tidak," sahut Risu panik dan berbohong, "Aku jalan kaki kok."

"Sudah kubilang jangan menggunakan sihir teleport tanpa pengawasanku, Risu." Ayunda kembali menasehati Risu. Dia melihat pelindung putih yang berada tak jauh di depannya. "Bagaimana kalau kau salah teleport dan terpindah keluar barrier, kita tidak akan bisa masuk ke sini lagi."

"Maaf, Ayunda," jawab Risu murung, mengakui kesalahannya.

"Kau merasakannya, kan?" Ayunda masih memandang penghalang yang menjulang. "Musuh- musuh Alice masih menunggu kita di balik barrier ini."

"Iya," balas Risu, sedikit merasa kesal akan musuh Alice. "Kenapa mereka terus memburu Alice? Alice bahkan sudah tiada."

"Mereka mungkin tidak tau." Ayunda menggerakan tubuh Risu, berjalan menjauhi penghalang untuk meredahkan perasaan Risu. Kedua tangannya ke belakang punggung saling menggenggam, membawa keranjang kecil. "Lagi pula, kejahatan Alice cukup besar. Mereka tidak akan berhenti sampai bisa menyegelnya."

ALiCE&uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang