00.06 Time | Gone

994 98 45
                                    

Ketika senja kian memudar, cahanyanya tenggelam dalam alunan waktu. Kala bulan menggantikannya, gulita tercipta memenuhi kehampaan atma.

──── Solar Arsa Bhayanaka ────

──── Solar Arsa Bhayanaka ────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆☽◯☾⋆

"Apa yang kau pikirkan, kak?"

Heinrich yang sejak tadi hanya terdiam menatap lembaran kertas di meja, sontak mendongak pada asal suara. Rupanya itu adik bungsu nya. Tampaknya dia begitu khawatir karna sang kakak tidak focus pada pembahasan yang mereka perbincangkan.

"Aku hanya memikirkan ucapan Lady Ayyana. Apa kau melihat bagaimana rautnya saat menatap kakak Tertua?" ujar Heinrich dengan sorot gelisah. "Itu cukup membuatku gelisah,"

Aland menghela napas, meletakkan bundle krtas di meja sangkakak sebelum berucap. "Aku juga merasakannya, tetapi kita tidak bisa berasumsi pada apa yang hanya terlihat, kak," tukas Aland, menatap teduh pada Heinrich. "Sebaiknya kita segera menyelesaikan pekerjaan ini, lalu menjenguk kakak tertua." Tegas Aland.

Memang, ada suatu hal yang juga membuat firasatnya tak nyaman, tetapi hal itu segera di tepisnya, mengingat tumpukan berkas yang memenuhi meja Heinrich, perlu untuk di berikan perhatian lebih.

Heinrich membenarkan apa yang adiknya katakan. Lebih baik ia focus pada pekerjaan yang telah menanti untuk di selesaikan. Kepalanya kembali pening ketika membaca tulisan yang tidak begitu ia pahami, karna itulah ia meminta bantuan adik pertamanya juga adik bungsunya untuk membantu menyelesaikan permasalahan Kekaisaran.

Aland dan Arsen, adalah 2 Pangeran yang terkenal cerdas dan bijaksana, tak ayal mengapa banyak faksi Bangsawan yang mendukung keduanya untuk naik takhta menggantikan Kakak Pertama mereka, Erland Zllonne Felipe.

Heinrich mendecih kala mengingat bagaimana munafiknya para bangsawan itu, tiap berhadapan dengan sang kakak dan juga Kaisar. "Haruskah aku membersihkan mereka?"

"Jangan memikirkan hal yang tidak mungkin, kak," celetuk Aland yang focus pada sebuah amplop dengan bunga lily kecil yang menghiasi.

"Surat dari Lady Ayyana?" gumam Aland.

Ia tahu untuk siapa surat itu, tapi ia dengan lancang membacanya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Sekilas Heinrich melirik sang adik. Tangannya dengan lihai membubuhkan tanda tangan juga stempel Kekaisaran pada setiap surat yang selesai di bacanya. "Sepertinya adikku mendapat surat dari pujaan hatinya." Guraunya.

"Bukan. Ini surat pembatalan pernikahan,"

Seketika Gerakan tangan Heinrich terhenti mendengar ucapan Aland. "Apa maksudmu?"

Aland menyodorkan surah yang di bacanya pada Heinrich, yang mana langsung di sahut olehnya.

Manik Heinrich membaca setiap bait kata yang tertulis. Ia tidak ingin mempercayai asumsinya, tapia pa yang di khawatirkan, benar-benar terjadi saat ini.

The Eldest Brother's Odyssey [END] {OPEN PO}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang