Bab.11 : Ketika Hangat Kembali Tergenggam.
_________Dari sekian banyak hal yang tidak berhasil Jimin genggam dengan kedua tangan ringkihnya, Jimin selalu bersyukur sebab dirinya masih mampu mempertahankan Jungkook untuk bertahan disisinya. Meski anak itu berkali-kali nyaris sekarat, Jimin selalu mengusahakan apapun untuk membuat anak itu tetap berada dalam genggaman tangannya.
Sampai detik ini, Jimin tetap berdiri kokoh ditengah badai yang selalu semesta berikan berkat sang adik. Saat tidak ada lagi yang tersisa dalam hidup Jimin, pemuda itu berharap semesta tidak merenggut presensi Jungkook dari hidupnya. Sebab jika sang adik tidak lagi berada disisinya, Jimin tidak lagi memiliki alasan untuk hidup lebih lama.
"Aduh! Sakit, tahu!"
Seruan Jungkook dengan ringisan yang menyertai membuat Jimin tergagap saat tanpa sengaja menekan kuat lebam di pelipis Jungkook saat ia tengah mengobati lukanya.
"Ah, maafkan aku. Aku akan lebih hati-hati," tutur Jimin sembari menarik kembali kapas yang ia gunakan untuk mengoleskan salep di memar sang adik.
Sejak tadi, tidak ada percakapan berarti yang terjadi selain bagaimana Jungkook yang mengeluh saat merasakan sakit di lukanya yang di obati, atau Jimin yang meminta maaf untuk hal yang tanpa sengaja ia lakukan. Seperti sebelum-sebelumnya, hubungan kedua kakak beradik tersebut masih diselimuti canggung hingga nyaris tidak ada obrolan yang terjadi.
Namun, saat dulunya Jungkook mati-matian mempertahankan ego dan gengsinya hingga membuat hubungan mereka semakin terasa begitu jauh. Kali ini, Jungkook ingin berusaha memangkas sedikit harga dirinya setelah apa yang terjadi diruang konseling beberapa jam lalu.
Ah, tidak. Sebenarnya, bukan hanya karena kejadian itu Jungkook ingin belajar memangkas gengsinya. Kejadian dimana ia mendapati Jaehwan merampas seluruh uang tabungan Jiminlah yang membuat Jungkook sedikit berusaha bersikap baik kepada Jimin.
"Maafkan aku, kau jadi meninggalkan pekerjaanmu karena wali kelasku menelfonmu."
Sekembar netra sabit Jimin tampak membulat sempurna kala mendengar kata maaf terucap dari birai bibir sang adik. Pemuda itu bahkan terganga tak percaya dengan tampang yang membuat Jungkook ingin menempeleng wajah kakaknya.
"J-jung, kau tidak kerasukan hal-hal aneh, kan?" Jimin bertanya skeptis, saking tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Yang kemudian membuat kedua manik bambi Jungkook merotasi jengah.
"Kutarik lagi ucapan maafku. Dasar manusia bodoh! Bisa-bisanya kau dengan mudah bersujud dihadapan mereka? Kau pikir siapa mereka? Tuhan? Kita saja jarang menyembah Tuhan, untuk apa bersujud pada manusia seperti mereka ...." Bibir tipis Jungkook tidak berhenti mengoceh dengan nada ketus serta wajah julid andalannya.
Sebelumnya, Jungkook bahkan tidak sudi untuk berlama-lama menatapnya. Bocah itu tidak akan berbicara pada Jimin selama belum sekarat. Karena itu, saat melihat Jungkook mengomel dan banyak bicara di hadapannya, Jimin merasa sang adik telah sedikit bisa menerimanya kembali.
"Kau pikir dengan kau merendah seperti tadi, mereka akan memilih berdamai begitu? Mereka—"
"Jung ...."
Celoteh nyaring Jungkook yang dibarengi wajah julidnya itu seketika terhenti saat lirih suara Jimin terdengar cukup jelas di telinga Jungkook. Bocah itu lantas menoleh pada sang kakak yang terpaut usia tujuh tahun dengannya tersebut, senyum teduh Jimin yang telah lama hilang menyambut Jungkook setelahnya.
"Ayo, kita belajar untuk berdamai dan memperbaiki hubungan kita," pinta Jimin yang tak melunturkan senyum teduh diwajah kuyunya.
"Aku ... akan mencoba keluar dari dunia yang kau benci, karena akupun membencinya. Aku akan bekerja lebih keras dengan cara yang layak untuk membuatmu hidup lebih lama. Dan, aku harap kau juga berusaha untuk sembuh sampai aku berhasil mengumpulkan uang untuk biaya operasimu suatu saat nanti. Aku, hanya ingin kita menjadi kakak beradik seperti sebelumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON [ Hujan&Januari Series ]
FanfictionBagian dari project Hujan & Januari Series _____________ Dari banyak hal berharga yang telah di renggut dari hidupnya. Masa mudanya, kebebasannya, harga dirinya, dan ibu kandungnya. Ryu Jimin hanya ingin satu persen alasan hidupnya untuk tetap tingg...