Daniel mengangkat gelas champange ke udara. "Untuk pimpinan baru kita, Tuan Jackson Wang!"
Sekitar 20 orang yang berada di meja makan melingkar itu pun mengangkat gelas masing-masing dan bersulang untuk menyambut kedatangan Jackson di perusahaan ini. Makan malam penyambutan itu aku duduk di sebrang Jackson. Tak henti-hentinya dia menatapku selagi kami semua makan malam. Aku seakan ditelanjangi oleh tatapan Jackson.
Aku melihat tampang semua orang terlihat begitu menikmati jamuan dari chef dengan bintang micheline itu. Hanya aku yang tidak menikmatinya. Aku ingin segera keluar dari tempat ini.
***
Aku berdiri menatap pantulanku dari dalam cermin. Semenjak kedatangan kembali Jackson di hidupku, terus terang nyawaku seakan tidak pada jasadnya.
Perlahan sebuah tangan merayap dari balik pinggang menuju dadaku. Aku terpejam merasakan kelembutan itu.
Mark berbisik ke telingaku, "I love you."
Aku tahu apa yang dia inginkan. Tapi aku sedang tidak ingin. Mark adalah lelaki baik, dia hadir di saat aku sedang masa rehab dari kecanduan alkohol dampak dari Jackson yang meninggalkanku pergi. Aku merasa tenang di sampingnya. Tapi aku tidak merasakan rasa yang membuncah dan bergairah saat Mark menyentuhku. Jika aku ingin merasakannya, maka aku harus membayangkan melakukannya dengan Jackson.
"I'm sorry, malam ini aku lelah sekali."
"It's okay."
***
Aku berjalan menggeret koperku di lantai bandara. Tak jauh dari hadapanku aku melihat Jackson berdiri menggunakan kacamata hitamnya melihat ke arahku. Setelah lelah ku menghindar darinya, dia malah membuatku pergi bersamanya selama sepuluh hari ke tengah hutan untuk membuat rancangan resort terbaru yang diacanangkan. Aku tahu ini adalah triknya. Entah mengapa aku pun patuh, sebagian diriku ingin kembali ke masa-masa gila itu bersama Jackson.
Di musim dingin seperti ini, aku dan Jackson ada di dalam sebuah villa kecil dengan dua kamar tidur satu kamar mandi dan ruang tengah dengan perapian besar.
Di lokasi inilah Jackson akan membuat resort baru. Aku sebagai arsitek executive dibawa olehnya untuk merancang itu semua.
Jackson sudah membakar kayu bakar di perapian. Hidangan kaleng pun sudah kuhangatkan dan kutata di meja. Tak lupa Jackson mengisi dua gelas wine untuk kami berdua.
Here we are.. percakapan yang seharusnya kita lakukan semenjak Jackson kembali.
"Nicky, seharusnya aku tidak meninggalkanmu dulu," ucap Jackson memulai pembicaraan.
Aku tersenyum getir. "Well, aku memang menderita saat itu. Di sisi lain, aku serasa terbebas dari pengaruh drugs saat kau pergi."
Kini Jackson menatapku dengan tatapan menyesal. "Maafkan aku, sungguh. Aku bodoh saat itu."
"Yang sudah terjadi tidak bisa kita ulang kembali. Kini aku sudah memiliki kehidupan baru, dengan pasangan baru. Kuharap kau melakukan hal yang sama. Aku sudah selesai denganmu."
Aku menyesal telah mengatakannya.
Jackson berdiri dan mendekatiku. "Tidak. aku belum selesai denganmu!"
Dalam sekejap bibirku sudah merasakan bibir Jackson yang pahit sekaligus manis. Aku terhentak kaget, namun tak menghindar. Darahku berdesir dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Jackson melepaskan tautan bibirnya, lalu menatapku dalam. "Aku tahu kau pun sama. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu."
Jackson kembali meraup bibirku dengan bibirnya. Aku terlena, iblis dalam diriku seakan bangkit oleh sapuan nafas Jackson. Aku dan dirinya bagaikan korek dan bensin, hanya butuh sedikit gesekan untuk terbakar di dalam api bersama-sama. Aku pun membalas ciuman ganasnya.
Jackson menang, aku tahu dia tersenyum di sela-sela ciumannya. Dia pun mengangkat tubuhku dan membaringkanku ke atas karpet bulu hangat di hadapan perapian. Satu per satu kain yang membungkus kulit kami pun terlepas begitu saja. Di ujung mataku, aku melihat siluet tubuhku dan tubuh Jackson yang menyatu diterpa kehangatan api yang membara.
"Jackson... " bisikku merasakan bagian dari dirinya memasuki tubuhku.
"I know what you need," balasnya.
Ya, dia benar. Yang aku butuhkan ada pada dirinya. Dunia fantasiku kini berwujud nyata. Aku kembali ke dekapannya. Ataukah dia yang kembali pada dekapanku?
Sepuluh hari itu bagaikan honeymoon bagiku dan Jackson. Aku sudah lupa dengan Mark. Dia terlalu baik bagiku yang tak pernah beranjak dari bayangan Jackson selama bersamanya.
Kami berdua terkulai di atas ranjang skin to skin. Aku pipi kiriku menempel di dada Jackson yang berkeringat.
"Jangan pernah berpikir untuk pergi lagi," ucapku pada Jackson.
Jackson mencium keningku. Dia melepaskan cincin aksesoris dari telunjuknya, lalu memasangkannya pada jari manis kiriku. "Tidak akan."
*** the end
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Coming Back To You
RomanceJackson adalah lelaki paling red flag yang pernah aku kencani. Tapi dia tahu betul yang aku butuhkan dan dia datang kembali di saat aku sudah menata hidupku setelah dia pergi meninggalkanku dulu.