Ch - 24

1.2K 126 5
                                    

Ryuu suka baca komen kalian, jadi kalau semisal suka kalian banyakin komennya ya. Oh, dan jangan lupa juga vote cerita ini dan follow juga akun Ryuu ya.

What Kind of Future

Happy Reading


...


Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika taksi yang membawa Ryu menurunkan anak itu didepan kost-an tempatnya tinggal. Ryu melangkahkan kakinya dengan lesu menuju ke kursi yang memang berada di depan kost mereka.

Anak itu mendudukkan dirinya di kursi, tenaganya lumayan terkuras hari ini omong-omong.

Tangan Ryu memukul-mukul kaki yang terasa kebas. Ia juga sesekali memijat bagian tubuhnya yang terasa lumayan pegal saat ini.

"Andai bisa nginep mending nginep aja, nggak nyangka cape banget ni badan dibawa kesana kemari." Keluhnya dengan helaan napas yang membarenginya.

Beberapa menit Ryu habiskan untuk mengistirahatkan sejenak tubuh lesunya. Anak itu memutuskan untuk masuk ke dalam kala merasa udara dingin sedikit menusuk tubuhnya.

Brak!

Ryu menjatuhkan tubuhnya di sofa empuk ruang tamu.

"Huft, gini banget punya badan penyakitan. Di forsir dikit sakit semua perasaan." Ucapnya dengan mata tertutup.

Tanpa Ryu sadari, Erza yang baru saja dari dapur memperhatikannya dalam diam. Melihat Ryu yang kelelahan membuat Erza berinisiatif membawakan air minum segar untuk anak itu.

"Minum itu, gue tau lo capek." Ucap Erza sembari meletakkan gelas berisi minuman dingin di meja.

Ryu yang tadi sempat memejamkan mata dan hampir tertidur langsung membuka matanya dan duduk dengan tegap. Sudah ada sosok Erza di sisinya, dan jujur saja Ryu lumayan terkejut hingga anak itu reflek memegang dadanya.

"Gue tau waktu gue tinggal beberapa hari lagi, tapi emang boleh ya ngegetin orang yang punya penyakit jantung?" Tanya Ryu sarkas. Jangan lupa, wajah Ryu terlihat marah.

Mendengar ucapan itu membuat Erza langsung menatap dalam mata Ryu.
"Udah nggak marah?" Tanyanya. Ryu mengernyitkan dahinya.

"Perasaan yang ngejauh elo deh! Lagian soal yang di makam udah nggak gue pikirin. Wajar kalo orang lain nggak bisa ngerasa, lagian kan nggak ada ceritanya manusia bisa ngerasain luka manusia lain." Ucap Ryu dengan santai.

Erza terdiam mendengar itu. Ucapan Ryu 100 persen benar adanya.

"Lo jangan ngejauh. Yang tahu gue dan apa yang gue alamin cuma lo, kalo semisal lo nggak ada, gue nggak tau harus sama siapa." Ryu memberikan senyum tipisnya pada Erza hingga membuat Erza menunduk.

Ryu memang sudah memikirkan semuanya dalam perjalanan pulang barusan. Dirinya memang sempat marah pada sikap Erza yang kekanakan dan menjauh dengan alasan yang aneh menurutnya. Namun, Ryu mencoba untuk mengerti posisi Erza yang mungkin takut untuk kehilangan lagi.

Erza sudah mengalami banyak kehilangan dalam hidupnya, dan Ryu pun demikian. Jadi, apa salahnya untuk berdamai? Lagipula akan sangat menyedihkan jika sendirian lagi ketika ia harus mati nanti, jadi lebih baik berbaikan dan membuat kenangan bagus yang bisa dikenang bersama bukan?

"Omong-omong waktu gue kurang dari dua minggu Za. Gue barusan habis dari rumah lama dan kebetulan ketemu sama Papa. Gue rasa, gue mungkin sudah harus mulai hidup buat diri gue lagi. Ketimbang terus nyoba ngelanjutin hidup sebagai Uji, gue mau jalanin hidup versi gue aja. Gue mau denger banyak tentang Joshua, liat pameran punya Joshua, bikin kenangan sama kalian, dan gue juga mau ngerasain kebahagiaan sebagai diri gue. Bukan sebagai Uji."

What Kind of Future? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang