11.22 WIB,
Gedung Pernikahan
Bandung-Jawa BaratSetelah kepulangan Rayn dari sel tahanan untuk menjenguk sang ayah. Ia lantas membelokkan mobilnya ke arah berlawanan jalan menuju rumah pergi ke suatu tempat. Sebuah kabar bahagia sejujurnya sedang merundung tujuh bersaudara itu. Arkan dan Airin selaku sekretaris pribadi Reyvan dahulu, akan segera melangsungkan pernikahan pada Minggu depan.
Terkaan Rey takkan pernah salah. Ia tahu bagaimana Arkan begitu perhatian pada Airin selama berada di kantor. Tak sekali dua kali pula, Arkan bersedia dan menawarkan diri untuk mengantarkan gadis itu pulang. Dengan alibi, perempuan tak baik pulang sendirian di malam hari.
"Kamu kelamaan, Rayn. Gimana kabar ayah disana?" Rentetan pertanyaan dari Chandra menyambut Rayn ketika tiba di anak tangga terakhir gedung itu.
"Ayah baik, proses nya berjalan cepat. Dan syukurnya ayah ga sakit atau punya riwayat penyakit apapun."
"Bagus deh, kapan-kapan gue aja yang pergi. Udah lama ga ketemu ayah juga," sambar Nares tiba-tiba.
Didalam gedung itu, Arkan tengah memilih setelan baju untuk hari pernikahannya nanti. Calon istrinya sendiri tak bisa hadir hari ini karena ada keperluan keluarga yang mendadak. Airin harus pergi keluar kota selama dua hari karena berita duka datang dari keluarga saudaranya. Arkan tak bisa menahan karena Airin juga harus menemani ibunya yang sudah tua renta. Jadi sekarang, ia pergi ke gedung ini bersama adik-adiknya minus Rey dan Chenka yang masih ada di China.
"Yeu, kemaren aja ditawarin ikut sama Rayn lo nya ga mau. Sekarang sok-sok mau jenguk, basi Na, basi." Meskipun usia mereka sudah bertambah, tetap saja Chandra selalu suka mencari masalah dengan kembarannya yang satu itu.
Nares memutar matanya malas, kenapa sih ia yang menjadi sasaran kejahilan Chandra setelah Rey pamit ke China hari itu. Ingin sekali rasanya ia menahan kakak kembarnya untuk menetap di Indonesia agar Chandra tidak semakin menjadi ketika menjahilinya.
"Udah bang, kak. Malu dikit dong berantem ditempat umum, udah deh aku mau masuk dulu." Rayn menengahi namun setelahnya pergi kedalam. Cukup lelah mendapati Chandra dan Nares yang selalu meributkan hal sekecil apapun. Seperti anak kecil menurutnya.
"Sejak kapan dia jadi kayak gitu, Na?!"
"Gatau tuh, gue juga heran. Pasti didikan nya Reyvan."
🍀
Hatchi!!
Dibicarakan oleh dua saudaranya di Indonesia sana, Rey mendadak bersin karenanya. Perlu diketahui alasan mengapa mereka memilih menetap sementara di China adalah untuk membuat kehidupan lebih baik dibanding di Indonesia. Bukannya Rey masih membenci sang ayah, namun melihat Chenka masih dilingkupi rasa takut membuat Rey tak tega melihatnya. Chenka butuh suasana baru sebelum pulih seutuhnya. Ia bisa menerima sang ayah kembali namun dengan syarat mental yang harus sembuh total.
Masa ketakutannya memang sudah dilewati, namun masih ada setitik ketakutan yang sewaktu-waktu dapat memuncak kembali hingga membuat Chenka depresi mengingat masa lalu yang kelam itu.
"Mas Rey, kak Zia didepan tuh." Suara sang adik tiba-tiba memanggilnya.
Membuat Rey segera meletakkan bukunya dan berjalan menuju pintu apartemen. For your information, selama lima tahun menetap di China jelas Rey sudah menemui pujaan hatinya. Gadis blasteran Indo-China yang menarik perhatiannya kala mereka bertabrakan di cafe. Cerita klasik yang selalu menjadi latar belakang setiap hubungan asmara dua sejoli. Tapi begitu berharga di mata Rey seperti ketika ia masih bersama saudaranya yang lain. Dimana Rayn menjadi yang paling berharga disaat itu.
Ceklek!
"Siang, Rey. Mumpung tadi gue lewat sini, makanya gue mau kasih ini." Zia tanpa aba-aba langsung memberikan sepucuk surat pada lelaki dihadapannya.
Rey menerima dan segera melihat apa isinya, sebelum tangannya langsung ditarik keluar apart oleh gadis ceria itu.
"Ehh, CHENKA MAS PERGI DULU."
Fazia Anka Alessandra, gadis berusia satu tahun dibawah Reyvan yang berhasil menarik perhatian anak kedua Erick itu. Seraya ditarik pergi, Rey segera menyimpan kertas putih tadi kedalam saku kemejanya. Takut-takut kalau hilang ia tak jadi membacanya nanti. Zia memang suka seenaknya, sifatnya masih setara dengan Chenka. Kekanakan. Namun entah mengapa, Rey lebih suka perawakan wanita yang manja dan kekanakan. Karena hal itu akan terus mengingatkan dirinya akan Rayn yang dulu suka sekali merengek padanya.
11.45 WIB,
Rumah-Bandung
IndonesiaReno sedang bermain dengan kucing-kucing lucu yang ia pelihara beberapa bulan lalu. Disaat yang sama, ia didiagnosa memiliki alergi dengan bulu kucing. Nares sempat mengamuk dua hari dua malam kala melihat Reno masih bermain juga dengan kucing-kucing kampung yang ia dapatkan disekitar lingkungan rumah. Namun yang namanya Reno, mana tahan dengan hal yang lucu. Maka ia nekat membawanya ke rumah lagi karena sempat di letakkan Nares di pinggir jalan. Lalu diletakkan di belakang rumah dekat gazebo.
Masa bodo jika Nares marah lagi padanya, masa bodo juga dengan alerginya yang terkadang kambuh karena bulu kucing yang berterbangan. Ia terlalu sayang dengan tiga kucing lucu berbeda warna ini.
"Reno?!" Suara wanita menyapa rungunya. Membuat Reno harus mengalihkan perhatian pada wanita itu, ia mengangkat alis bingung. "Kenapa, Dis?"
Adisya Anastasya, tetangga baru disamping rumah ketujuh bersaudara itu. Gadis seumuran dengan Reno dan kembarannya yang selalu menyapa kala mereka bertemu dijalan ataupun dihalaman rumah. Gadis ramah yang sedang merintis karirnya sebagai seorang desainer profesional.
"Lo masih main sama kucing-kucing itu? Bukannya udah ditaro Nares dipinggir jalan tadi ya?" Ujar gadis itu.
Reno menatap kucing-kucing nya sebentar, lalu mengangguk mengiyakan. "Tapi langsung gue ambil lagi, kasian ga ada yang rawat."
"Lo punya alergi sama bulu kucing kan? Kenapa nekat?"
"Gatau tuh, gue terpikat sama kelucuan mereka. Lo mau pelihara satu? Kayaknya mereka beda-beda induk, jadi ga bakal saling nyari kalau ada yg ga ada." Tawar Reno pada Disya.
Gadis itu berpikir. Kemudian tak sampai dua detik langsung mengambil dua ekor kucing berbeda warna dari depan kaki Reno, "Gue pelihara dua, lo satu. Mending bikin alergi lo berkurang karena ada satu kucing aja. Lo bisa liat mereka ke rumah gue nanti."
Reno tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit, "Makasih, Adisya."
🍀
Arkan meletakkan dua buah jas berbeda warna dalam lemarinya. Ia pulang paling akhir dari mengurus proses persiapan pernikahannya. Sebenarnya tadi ada Rayn, namun anak itu katanya harus pergi ke suatu tempat yang Arkan tak tahu karena ia tak sempat bertanya pada sang adik.
Jujur saja, sejak kejadian hari itu. Hati Arkan hanya diisi oleh kebahagiaan. Walau ada masalah-masalah kecil yang bisa segera diatasi, Arkan senang bisa merasakan kebahagiaan yang sama sebelum semuanya hancur berantakan dahulu.
Ia sedikit kerepotan karena harus pulang pergi dinas kemiliteran. Sebagai prajurit negara yang baik tentunya ia tak boleh abai dengan tugas. Tapi bersyukur nya, atasan Arkan memberikannya cuti untuk hari pernikahannya nanti dengan syarat para rekan-rekan militernya harus diundang. Mungkin itu hanya dianggap candaan oleh sang atasan, namun Arkan tetap menyebarkan undangan pada lima puluh orang lebih angkatan udara.
Ia tak keberatan merogoh kocek lebih untuk memeriahkan pestanya. Dan Arkan selalu berharap kalau pernikahannya tidak akan kacau serta bertahan dalam waktu lama bahkan kalau bisa hanya maut yang bisa memisahkan ia dan Airin.
'ibu, Arkan bakal segera adain acara pernikahan. Semoga ibu senang sama calon mantu itu, Arkan udah pilih yang baik, cantik, dan bertanggung jawab sama keluarga nantinya. Arkan minta restunya, ibu.'
—7A's Brother—
Hadiah baruuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
7A's Brother✓
Fanfiction[Revisi END] [BAB LENGKAP!!!] Rayn hanya berharap semua saudaranya baik-baik saja. "Kita bukan kita tanpa salah satu dari kita" -Chandra to Rayn Rank : 🎖️#1 - on ot7 (200422) 🎖️#1 - on masalalukelam (210422) 🎖️#2 - on masalalukelam (260422)