7. SELF HARM
Boleh dikatakan sejak kecil Gisha memang bandel. Tidak suka diatur dan sering berbuat onar. Hanya saja semuanya masih batas kenakalan yang wajar.
Sampai ketika Gisha duduk di bangku kelas dua SMP. Satu kejadian mengubah segalanya. Gisha menjadi lebih brutal. Ia beberapa dapat teguran dari sekolah. Orang tuanya kerap dipanggil. Menjadikan dirinya seringkali mendapat amukan dari sang Papa.
Seperti malam ini contohnya, Gisha lagi-lagi dimarahi oleh Papanya.
Prang!
Gisha menatap datar guci di ruang tamu yang hancur berkeping-keping karena ulah Arion Narigar Peloma-Papanya.
"Keterlaluan kamu Lagisha! Kenapa kamu bisa berbuat hal menjijikkan kayak gini? Kenapa kamu fitnah pemuda itu menyentuh adiknya sendiri? Sudah gak waras kamu!"
Lain halnya dengan Arion, Gisha justru terlihat santai. Gadis itu duduk di atas sofa ruang keluarga tanpa beban. Arion yang melihatnya terlihat geram."Berdiri Gisha! Papa gak suruh kamu duduk. Gak sopan kamu! Urat-urat di sekitar leher Arion tampak menonjol.
"Kaki gue pegel, wajar dong kalau gue duduk. Kalau gue ngangkang itu baru kurang ajar," ujar Gisha menatap tangan kanannya yang dikepal.
Ilea dan Syeril berdiri di sana, di dekat sofa. Tidak ada yang berani menyela Arion. Karena mereka tahu bagaimana perangai Arion. Oleh sebab itu yang mereka lakukan hanyalah diam."GISHA! Belajar dari mana kamu kata kotor seperti itu?"
Gisha menatap Arion datar. "Dari lo! Dia, kan suka ngangkang buat lo sejak gue masih bayi!" Gisha melirik Ilea.
Prang!
Arion kembali memecahkan guci. Giginya bergemeletuk menahan amarah. Ada sedikit yang tersentil dalam hatinya. Tetapi dibanding itu, emosi Arion lebih mendominasi.
Lo beneran gak punya malu, batin Gisha menatap kosong guci yang hancur itu."Kak Gisha jangan ngomong gitu sama Mama. Biar bagaimanapun Kak Gisha sempat diasuh sama Mama sejak kecil," bela Syeril. Di sampingnya Ilea menangis dalam diam.
"Benar yang dikatakan oleh adik kamu. Kamu mungkin benci sama Mama kamu, tapi jangan lupakan kalau Mama kamulah yang selalu ngerawat kamu disaat Bunda kamu gak pulang-pulang," ucap Arion lebih tenang.
Gisha masih tetap diam. Matanya tak lepas dari tangannya yang ia kepalkan sengaja. Memutar-mutarkan tangan kanannya, Gisha melirik sekilas Arion yang masih berbicara. Tatapan Gisha berubah menggelap. Ia membuka kepalan tangannya, tersenyum kecil melihat cutter berukuran kecil di atas telapak tangannya. Mereka semua belum menyadari dengan isi kepala Gisha.
Sampai ketika Gisha menggunakan cutter itu untuk menyayat tangannya, Ilea menjerit. Arion yang mendengar teriakan istrinya baru menyadari apa yang dilakukan oleh Gisha. Arion berlari ke arah Gisha. Merebut cutter itu, melemparnya sembarang.
Mata Arion tiba-tiba memanas. Terlebih melihat raut kosong di wajah Gisha. "Kenapa kamu masih belum ngilangin kebiasaan kamu ini?" Arion bertanya lirih menatap tangan Gisha yang bercucuran darah. Arion sedikit bernapas lega, karena bukan pergelangan tangan yang Gisha lukai.
"Lea tolong ambilin kotak P3K, saya mau ngobatin putri saya," ucap Arion menatao menatap istrinya. Ilea mengangguk di tengah air matanya yang masih berderai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGISHA
Teen Fiction"𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘶𝘢 𝘪𝘯𝘴𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘴𝘢𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯. 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘣𝘪𝘴, 𝘢𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘪𝘬𝘪𝘴?" - ᗩᖇᘜᓰSᕼᗩ • • • •...