"Maafkan kalau kedatangan Papa dan mama ke sini menyusul kalian, membuat kalian tidak nyaman," ujar papaku yang baru saja ikut duduk bergabung bersamaku dan mas Gio di meja makan. Ibu mertua belum nampak, mungkin masih bersih-bersih.
"Ish, Papa, katanya pengen cepat dapat cucu, masa ngintilin anaknya terus." Aku melipat kedua tangan di dada. Papa hanya tertawa pelan, seolah-olah apa yang ia lakukan bukanlah hal yang buruk.
"Adik kamu kuliah. Bibik mudik. Papa mau nginep di rumah kamu, masa berdua saja dengan ibu besan? Wah, bisa repot nanti kalau Papa ngelindur jalan ke kamar Bu Sofi."
Huk! Huk!
Mas Gio tersedak pisang goreng kremes yang dibawa oleh ibunya.
"Iyalah, Pa, gak mungkin Papa malah nginep di saat kami gak ada di rumah. Benar sudah begini jalan ceritanya. Papa dan mama nyusul ke villa. Lagian bisa tidur di kamar masing-masing. Ada empat kamar dan aku rasa sangat cukup untuk kita. Sudah, jangan cemberut gitu sama papa, Sayang. Aku panggil mama dulu ya." Aku mengangguk tak semangat.
Kupandangi meja dapur yang terbuat dari marmer itu. Hayalanku bisa menikmati manisnya madu bersama mas Gio ala-ala novel dewas4, tetapi jelas tidak mungkin karena ada mama dan papa.
"Papa mau makan duluan?" tanyaku.
"Tunggu suami dan ibu mertua kamu saja." Papa menoleh ke belakang. Pintu kamar ibu mertuaku masih tertutup. Memang seperti itu, mas Gio selalu saja lama jika berada di kamar bersama mamanya.
Baru saja aku berdiri untuk menyusul suamiku, pintu kamar mama terbuka. Aku menghela napas saat melihat mas Gio keluar dari sana.
"Mama masih mandi. Berendam di bathtub, malah ketiduran."
"Oh, alah. Ya sudah, kita makan duluan saja kata mama." Aku pun mengangguk paham. Suamiku tersenyum saat aku mengisi piringnya dengan nasi dan aneka lauk pauk. Lima menit kemudian, mama ikut bergabung. Benar aku iri sekali dengan mama yang wajahnya begitu kencang dan mulus. Aku saja kalah mulus. Pantas saja papaku sering mencuri pandang pada mama, saat ia berkunjung. Satu lagi, papa jadi sering mampir ke rumah dengan alasan menjengukku, padahal aku yakin itu hanya alasan saja.
"Bu Sofi ketiduran di bathtub ya?" tanya papaku.
"Iya, Pak Aji. Saya kecapean habis fitnes. Langsung diajak healing ke sini, jadi emang belum tidur. Maklumlah, faktor U he he he ...."
"Gak keliatan loh, Bu Sofi. Aslinya Bu Sofi malah seperti adik kakak dengan Bunga. Bunga kakaknya, Bu Sofi adiknya ha ha ha ...."
"Papa apaan, sih? Gak lucu banget. Masa anaknya diledek!" Aku jadi tidak berselera makan. Bukannya membujuk, mas Gio malah ikut tertawa seperti papa .
"Sudah, jangan ngeledek Bunga. Ayo, cepat makannya!" Ibu mertuaku menengahi. Meski tidak berselera, tetapi karena aku kelaparan, maka aku pun terpaksa menelan nasi dan aneka lauk yang dibawa oleh mama.
Selesai makan, kami semua bersantai di ruang tengah. Dengan manjanya, mas Gio berbaring di paha mama, sedangkan aku duduk di samping papa. Bukan sekali dua kali, tetapi sering sekali mas Gio bersikap manja seperti itu pada makanya. Aku sedikit risih, tetapi mau bagaimana lagi? Mama mertua dan papaku berbincang begitu seru. Sesekali mas Gio menimpali, hanya aku yang jadi pendengar karena sudah tidak semangat lagi menikmati bulan madu bersama suamiku.
Aku sengaja menguap berkali-kali, berharap suamiku mengerti maksudku.
"Kalian masuk kamar, gih! Bunga udah ngantuk itu." Mama menarik tubuh mas Gio agar bangun. Namun, suamiku malah enggan dan tetap berbaring di paha.
"Nggak, ah, nanti saja, Ma. Bunga, tuh, di jalan tadi udah tidur. Masa udah ngantuk lagi sih, Sayang? Atau kamu mau tidur duluan aja gak papa. Aku nanti nyusul."
"Eh, jangan gitu, udah sana temani Bunga. Mama juga mau tidur aja deh. Pak Aji, saya istirahat duluan ya."
"Oh, baik, Bu Sofi. Saya masih mau nonton. Kalian duluan saja." Aku pun akhirnya bisa bernapas lega. Setelah mama masuk ke kamar, aku dan mas Gio pun ikut masuk ke kamar kami. Aku mengunci pintu, lalu melepas piyamaku tanpa malu-malu lagi. Mas Gio berbalik dan langsung tersenyum nakal. Ia menggendongku menuju ranjang.
Tok! Tok!
"Gio, Bunga, maaf, ada minyak urut gak?" suara ibu mertua membuat aktivitas mas Gio terhenti. Ia turun dari ranjang dan langsung memakai pakaiannya kembali, sedangkan aku tergugu sambil menutupi tubuhku dengan selimut.
"Ada apa, Ma? Mama sakit?"
"Masuk angin ini kayaknya. Mama mau kerik aja sendiri. Maaf kalau Mama ganggu kalian."
"Nggak kok, Ma. Tunggu ya." Suamiku masuk ke kamar dan mengambil sesuatu dari tas ranselnya.
"Sayang, aku kerik mama dulu ya."
"Mas, biar aku saja!" Aku hendak turun dari ranjang.
"Gak usah, biar aku aja. Kamu tunggu di sini, aku gak lama." Pintu kamarku tertutup. Segera aku memakai pakaian yang sudah berserakan di atas karpet. Aku keluar kamar dan melihat papa sudah terlelap di sofa. Aku menoleh ke kamar mama dan berjalan mendekat ke arah pintu.
"Pelan-pelan, Gio!"
"Iya, ini juga pelan."
"Hi hi hi ... jangan itu, geli!" Aku mendelik saat mendengar suara mama mertua yang membuatku mual. Segera kutekan kenop pintu agar rasa penasaran ini segera tuntas.
Cklek
Bersambung
Yuk, yang punya aplikasi KBM, bisa langsung mampir ke sana ya. Jangan lupa subscribe. Ketik aja judulnya"Kenapa Ibu Mertuaku juga Keramas?"
![](https://img.wattpad.com/cover/362481326-288-k447517.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Ibu Mertuaku juga Keramas?
RomanceAku yang habis bercinta dengan suami, kenapa ibu mertua yang malah ikutan keramas? Ini bukan sekali, tapi udah terlalu sering. Menurut kalian, ini aneh gak, sih?