RUMAH ?

67 9 3
                                    

Salma meneguk segelas cappucino hangat sambil menatap keluar jendela. Suasana dingin malam ini selalu ia rasakan selama 2 bulan terakhir ini. Salma tahu ini bukan pertama kalinya ia mengalami hidup sendiri tanpa ada Sharla Aletta disamping. Ibunya memang selalu saja sibuk sehingga Salma mulai terbiasa hidup sendirian. Di rumah besar berlantai 3 ini Salma ditemani oleh Mbak Inem pengasuhnya dan Mang Pian, supir pribadi keluarganya.

Ponsel Salma berdering, ia pun melirik sebentar,

Mams calling...

Baru saja Salma memikirkan bahwa hidupnya begitu miris karena sering ditinggal Sharla, kini ibunya itu menelpon. Namun bukannya menjawab Salma kembali melanjutkan aktivitasnya sambil melirik keluar jendela.

"Dek Salma, itu hpnya bunyi atuh"

Mbak Inem yang menyadari siapa yang menelpon pun mencoba untuk membuat Salma bergeming.

"Mbak aja yang angkat ya" jawab Salma masih dengan posisi yang sama

"Lah kok mbak, kan ibu nelponnya ke dek Salma, itu artinya ibu mau ngobrol sama dek Salma"

"Salma lagi gamau ngomong sama mama mbak, mbak angkat aja ya bilangin Salma udah bobok.. ya?"

Salma menatap mbak Inem dengan penuh harap. Dari sorot matanya terlihat Salma memang sedang tidak ingin diganggu.

Mbak Inem pun hanya mengangguk pasrah lalu mengangkat telpon tersebut. Mbak Inem mengatakan sesuai arahan Salma tadi. Entah apa yang mereka bicarakan, mbak Inem hanya mengiyakan ucapan Sharla di seberang.

"Kata ibu, di Indonesia musim hujan jadi dek Salma harus jaga kesehatan" ucap mbak Inem ketika telepon itu sudah berakhir.

"Itu saja mbak?" sahut Salma meragu.

"I-iya dek"

"Pasti mama bahas itu lagi ya?"

Salma tahu, percapakan antara Sharla dan mbak Inem bukan hanya sekedar itu. Tertangkap dari raut wajah mbak Inem yang sepertinya merisaukan sesuatu, Salma memastikan mereka membahas sesuatu yang selalu jadi perdebatan di rumah ini.

Sepeninggal ayahnya, kesibukan ibunya jadi dua kali lipat sehingga membuat Salma yang merupakan anak tunggal selalu merasakan kesepian. Mbak Inem paham posisi Salma yang hanya ingin  punya waktu berdua dengan Sharla, akan tetapi hal tersebut semakin rumit ketika bisnis baru Sharla berhasil dibuka di Paris.

"dek, mbak tahu apa yang dek Salma sekarang pikirkan, tapi mbak cuma mau bilang, keinginan ibu ini satu-satunya cara untuk buat dek Salma aman"

"Salma gak ngerti mbak, alasan dari kemauan mama ini apa? kalau mama mau Salma aman mama harusnya disini jagain Salma, bukannya disana. Seharusnya mama disini support apa yang Salma buat, bukannya egois mikirin bisnisnya aja.... "

Suaranya mulai bergetar sehingga membuat Salma menjeda ucapannya. Ia mengatupkan mulutnya sambil meremas tangannya.  Salma memang tidak ahli dalam berdebat. Jika ia mengeluarkan uneg-unegnya lagi, air matanya tak segan akan keluar.

"Salma mau ke rumah Rony dulu"

****

"Kalau mau kabur tu minimal briefing dulu"

suara khas itu membuat Salma yang sedari melamun langsung menoleh. Ia mendapati Rony berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah jaket dan satu tas plastik di tangannya.

Tanpa aba-aba, Rony mengambil posisi duduk disampingnya dan langsung melingkarkan jaket itu menutupi punggung Salma. Selanjutnya ia meletakkan tas plastik ditengah-tengah keduanya duduk.

Salma dan Rony sekarang berada di sebuah taman sekitar kompleks perumahan mereka. Tempat ini dulunya merupakan sebuah taman bermain untuk anak-anak namun sekarang sudah menjadi tempat santai untuk siapapun. Dulu mereka berdua sering bermain disini bahkan hingga sekarang pun jika keduanya ingin santai dan melepaskan lelah, taman ini adalah solusinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang